·
Negara Indonesia adalah negara hukum
·
Perwujudan negara hukum di masing-masing negara
sangat tergantung bagaimana partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan
pemerintah.... à
Hlmn. 37 buku kuning
·
Alasan pemilu sebagai bukti perwujudn negara
hukum : à
Hlm. 42
a.
Scheltema à
4 unsur utama negara hukum à
salah satunya asas demokrasi à
Hak untuk memilih dan dipilih oleh warga negara
b.
Congrest of Jurist (Bangkok) 1965 à Unsur2 dari rule of
law à
Adanya pemilu yang bebas
·
Sehingga jelas bahwa konsep negara hukum.... à Hlaman 43 buku kuning
·
Pemilu di dalam uu no. 10 tahun 2008 tentang
pemilu angggota DPR, DPD, dan DPRD, yang terdiri dari 24 bab dan 320 pasal
diundangkan tgl 31 maret 2008 à
Dalam pasal 1 uu ini dinyatakan pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat yang dilaksanakan secara luberjurdil dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD 1945à
Buku HTN Indonesia warna merah
·
Pemilu adalah perwujudan partisipasi rakyat à Hlm. 15 buku kuning
·
Di negara demokrasi, gagasan mengenai
partisipasi rakyat adalah bahwa rakyat berhak turut menentukan siapa2 yang akan
menjadi pemimpin nantinya menentukan kebijaksanaan umum... à Hlmn. 15 buku kuning
·
Keterlibatan masyarakat dapat dimulai sejak
memastikan dirinya terdaftar sebagai pemilih, meneliti dan mempelajari para
pasangan calon, mengikuti dan mengawasi pelaksanaan kampanye, melaporkan
pelanggaran penyelenggara dan peserta, mencari tahu tentang calon pemimpin, memberikan
suara pada hari pemungutan suara serta menjaga suara yang telah diberikannya
murni berdasarkan hasil suara di TPS. à
http://pantaupemilu.org/pemilu-dan-demokrasi
·
Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu dilaksanakan
secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil. à http://pantaupemilu.org/pemilu-dan-demokrasi
·
Alasan pelaksanaan Pemilu :
1.
Pemilu merupakan alat atau sarana pergantian
kekuasaan yang paling demokratis.
2.
Pemilu merupakan alat kontrol bagi kualitas
kepemimpinan politik suatu pemerintahan. Rakyat dapat memberikan apresiasi dan
penghukuman pemimpin daerah yang berkuasa dapat berlanjut atau tergantikan
sesuai kinerjanya ketika berkuasa.
3.
Pemilu menjadi pilihan paling demokratis untuk
menguji kualitas kedekatan calon pemimpin dengan masyarakatnya.
4.
Pemilu mampu mencerminkan arus harapan yang
muncul dalam masyarakat tentang apa yang mereka inginkan dari
pemerintahannya.
5.
Pemilu merupakan sarana mendapatkan informasi
mengenai calon kepala daerah sebelum publik menentukan pilihannya secara
rasional.
6.
Aspek jangkauan partisipasi, Pemilu juga
menyediakan ruang partisipasi yang memadai bagi dihimpunnya aspirasi publik.
7.
Pemilu menjadi sarana menghukum pemimpin yang
lalai terhadap rakyat dengan cara tidak dipilih lagi dalam Pemilu.
·
Dalam demokrasi presidensil, pemilihan presiden
paling tidak sama pentingnya dengan pemilihan legislatif à Halaman. 17 buku
kuning
·
Sebagai salah satu alat demokrasi, Pemilu
mengubah konsep kedaulatan rakyat yang abstrak menjadi lebih jelas. Hasil
Pemilu adalah orang-orang terpilih yang mewakili rakyat dan bekerja untuk dan
atas nama rakyat. à
http://pantaupemilu.org/pemilu-dan-demokrasi
·
Melalui Pemilu, pemerintahan sebelumnya yang
tidak memihak rakyat bisa diganti. Jika pemimpin yang dipilih oleh rakyat pada
Pemilu sebelumnya ternyata kebijakannya tidak memihak rakyat maka rakyat bisa
bertanggungjawab dengan tidak memilihnya lagi di Pemilu berikutnya à http://pantaupemilu.org/pemilu-dan-demokrasi
·
Pemilu adalah gerbang perubahan untuk mengantar
rakyat melahirkan pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menyusun kebijakan
yang tepat, untuk perbaikan nasib rakyat secara bersama-sama. à http://pantaupemilu.org/pemilu-dan-demokrasi
·
Karena Pemilu adalah sarana pergantian
kepemimpinan, maka kita patut mengawalnya. Keterlibatan aktif masyarakat dalam
seluruh tahapan Pemilu sangat dibutuhkan. Masyarakat perlu lebih kritis dan
mengetahui secara sadar nasib suara yang akan diberikannya à Suara kita memiliki
nilai penting bagi kualitas demokrasi demi perbaikan nasib kita sendiri à http://pantaupemilu.org/pemilu-dan-demokrasi
·
Demokrasi hendak menjawab dua pertanyaan
penting: untuk kepentingan siapa kekuasaan dijalankan (demokrasi substansial);
dan bagaimana kekuasaan itu dikelola (demokrasi prosedural). Dua pertanyaan
kunci ini juga bisa dikemukakan dalam konteks Pemilu: untuk kepentingan siapa
Pemilu dilaksanakan; dan bagaimana menjamin Pemilu agar kepentingan rakyat
betul-betul diakomodasi. à
http://pantaupemilu.org/pemilu-dan-demokrasi
·
Tata cara seleksi mencari pemimpin dengan
melibatkan sebanyak mungkin orang telah mengalahkan popuralitas model memilih
pemimpin dengan penunjukan langsung atau pemilihan secara terbatas. àhttp://pantaupemilu.org/pemilu-dan-demokrasi
·
Pemilu di
Indonesia sudah berlangsung 11 kali pemilu (1955-2014) à Hlm. 45
·
Tujuan pemilu
di Indonesia à Hlm. 45
·
Secara umum
sistem pemilu dapat dibedakan menjadi sistem proporsional seimbang dan sistem
distrik à UU no 10 tahun 2008 adalah menganut sistem proporsional
pencalonan terbuka, dimana pada pemilu 2009 yang lalu telah menggunakan cara
berdasarkan suara terbanyak bukan berdasarkan nomor urut dari kandidat calon
yang diajukan tiap partai politik à Buku merah HTN Indonesia
·
Asas-asas
Pemilu di Indonesia, LUBERJURDIL à Hlmn. 54
·
beberapa
ukuran dari manifesto dan deklarasi tentang kriteria Pemilu yang bebas dan adil
yang secara bulat diterima oleh Dewan Antar Parlemen pada sidangnya yang ke 154
patut untuk kita perhatikan. Deklarasi tersebut menggarisbawahi hal-hal pokok
dalam penyelenggaraan pemilu yang jurdil, demokratis dan di selenggarakan dalam
suasana yang bebas dari tekanan, yaitu sebagai berikut :
1.
Setiap
pemilih mempunyai hak memberikan suara dalam Pemilu tanpa diskriminasi.
2.
Setiap
pemilih mempunyai hak mendapatkan akses informasi yang efektif, tidak berpihak
dan tidak diskriminatif.
3.
Tidak seorang
pun warga yang memilih hak dapat dicegah haknya untuk memberikan suara atau
didiskualifikasi untuk mendaftar sebagai pemilih, kecuali sesuai kriteria
obyektif yang ditetapkan undang-undang.
4.
Setiap orang
yang ditolak haknya untuk memilih atau untuk didaftarkan sebagai pemilih berhak
naik banding ke pihak yang berwenang untuk meninjau keputusan itu dan untuk
mengoreksi kesalahan secara cepat dan efektif.
5.
Setiap
pemilih mempunyai hak dan akses yang sama pada tempat pemungutan suara untuk
dapat mewujudkan hak pilihnya.
6.
Setiap
pemilih dapat menentukan haknya sama dengan orang lain dan suaranya mempunyai
nilai yang sama dengan suara pemilih yang lain.
7.
Setiap pemilih mempunyai
hak memberikan suara secara rahasia adalah mutlak dan tidak boleh dihalangi
dengan cara apapun. à http://pantaupemilu.org/pemilu-dan-demokrasi
·
Wacana untuk mengembalikan pemilihan
kepala daerah melalui mekanisme DPRD menuai banyak protes, baik dari seluruh
Kepala Daerah yang saat ini menjabat sebagai Kepala Daerah, maupun dari
sebagian besar golongan masyarakat. à http://m.kompasiana.com/post/read/688045/1/ini-keuntungan-dan-kerugian-pilkada-langsung-dan-tak-langsung-bagi-sosok-kepala-daerah-seperti-jokowi.html
·
Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) bersama
sejumlah mahasiswa yakni Kurniawan, Denny Rudini, Amanda Anggraeni Saputri,
Hamid Aklis mempersoalkan Pasal 56 ayat (1) UU No. 12 Tahun
2008 tentangPemerintah Daerah dan Pasal 1 angka 4 UU No. 15 Tahun
2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Sebab, pilkada langsung tak sejalan
dengan pemaknaan kedua pasal itu yang menyebutkan pilkada secara demokratis
berdasarkan asas luber dan jurdil. Pemohon menilai kedua pasal itu bertentangan
dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 karena mekanisme pilkada dipilih secara
demokratis (musyawarah/perwakilan), bukan dipilih secara langsung seperti
pemilihan presiden/wakil presiden dalam Pasal 6A ayat (1) UUD 1945. à http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5423cf4b0b426/pemerintah--pilkada-langsung-atau-tak-langsung-konstitusional
·
putusan MK No. 72-73/PUU-II/2004 yang memberi
makna demokratis dalam pilkada. Kala itu, Mahkamah berpendapat UUD 1945 telah
menetapkan pilkada secara demokratis baik langsung maupun cara-cara demokratis
lainnya harus berpedoman pada asas luber dan jurdil. Masih menurut putusan MK
itu, Mahkamah berpendapat pilkada langsung tidak termasuk kategori pemilu
seperti dimaksud Pasal 22E UUD 1945. Namun demikian, pilkada langsung adalah
pemilu secara materil implementasi Pasal 18 UUD 1945. Karenanya,
penyelenggaraan pilkada dapat berbeda dengan pemilu, dalam hal regulator,
penyelenggara, dan badan penyelesaian perselisihannya dengan tetap didasarkan
asas luber dan jurdil. à
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5423cf4b0b426/pemerintah--pilkada-langsung-atau-tak-langsung-konstitusional
·
Pemerintah menganggap frasa “dipilih secara
demokratis” dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 terkait pemilihan kepala daerah
(pilkada) dapat diartikan pilkada langsung oleh rakyat atau tidak langsung
melalui DPRD. “Namun, pilkada sesuai UUD 1945 lebih bermakna pilkada
langsung oleh rakyat,” ujar Kabalitbang Kemenkumham, Mualimin Abdi saat
menyampaikan keterangan pemerintah dalam sidang lanjutan pengujian UU Pemda dan
UU Penyelenggara Pemilu di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Kamis
(25/9). à
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5423cf4b0b426/pemerintah--pilkada-langsung-atau-tak-langsung-konstitusional
·
Kutipan pakar hukum tata negara Ramlah Subakti:
“Jika kepala daerah dipilih langsung oleh
DPRD, maka hal tersebut disebut inkonstitusional. Pasal 18 Ayat (4) UUD
1945 mengharuskan gubernur, bupati, dan walikota dipilih secara
demokratis serta Pasal 1 tentang bentuk negara republik dan kesatuan. Pemilihan
kepala daerah seharusnya mengikuti pemilihan langsung seperti pada pemilihan
presiden. Sistem pemerintahan kita presidensial, bukan parlementer.
Mekanismenya pemilihannya juga harus konsisten. Keberadaan kepala daerah
dilandasi oleh azas otonomi daerah. Otonomi daerah tersebut menjamin pemilihan
langsung oleh rakyat, sehingga masyarakat diberi wewenang untuk memilih dan
mengisi jabatan tersebut." à
https://www.change.org/p/bapak-dr-h-marzuki-alie-jangan-hapuskan-pemilu-langsung-kepala-daerah?recruiter=285804321&utm_source=share_petition&utm_medium=facebook&utm_campaign=autopublish&utm_term=mob-xs-no_src-reason_msg&fb_ref=Default
·
RUU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dimana
hak rakyat untuk memilih langsung Gubernur dan Walikota/Bupatinya akan dirampas
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Hal ini tertuang dalam RUU Pilkada
BAB 2 (Pemilihan Gubernur) mulai Pasal 2 dan BAB 3 (Pemilihan Walikota/Bupati)
mulai Pasal 47. à https://www.change.org/p/bapak-dr-h-marzuki-alie-jangan-hapuskan-pemilu-langsung-kepala-daerah?recruiter=285804321&utm_source=share_petition&utm_medium=facebook&utm_campaign=autopublish&utm_term=mob-xs-no_src-reason_msg&fb_ref=Default
·
Pilkada langsung diyakini oleh mayoritas para
Kepala Daerah saat ini dan sebagian golongan masyarakat karena beberapa alasan,
yaitu :
1. Pilkada langsung merupakan bagian dari
demokrasi. à Demokrasi
menghendaki, kekuasaan tidak dipegang oleh segelintir orang, tetapi oleh kita
semua dengan melakukan pengecekan ulang dan perbaikan-perbaikan secara
bertahap. à pendekatan
Pilkada tidak langsung sejatinya mengingkati semangat dan tujuan besar proses
demokrasi di Indonesia. Padahal, demokrasi mensyaratkan peningkatan
keterlibatan dan partisipasi masyarakat sepenuhnya. à Cara seperti ini berusaha
benar-benar mewujudkan pemerintahan yang dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat
2. Rakyat berhak menentukan dan memilih
pemimpin yang mereka sukai. à
masyarakat pemilih bisa menilai apakah pemerintahan dan perwakilan pantas
dipilih kembali atau justru perlu diganti karena tidak mengemban amanah rakyat.
3. Menghindari adanya kongkalingkong antara
DPRD dan Kepala Daerah yang terpilih. à
Indonesia menganut sistem presidensial, dimana pimpinan eksekutifnya dipilih
oleh rakyat. Seyogianya pimpinan eksekutif di daerah pun dipilih oleh rakyat
untuk memastikan bahwa pemimpinnya mengedepankan kepentingan rakyat, bukan
kepentginan koalisi partai-partai politik yang memenangkan sang kepala daerah
ini
4. Menghindari kembalinya antek-antek Orde
Baru dan menghilangkan fungsi check-and-balance à
Saat Orde Baru, para wakil rakyat berpura-pura “menyuarakan suara rakyat”
tetapi sibuk mengedepankan kepentingan pribadi dan golongannya saja. Fungsi
check-and-balance antara DPRD sebagai kuasa legislatif dan Kepala Daerah
sebagai kuasa eksekutif tidak akan berjalan karena DPRD akan cenderung memilih
calon yang sejalan dengan kepentingan golongan yang terbesar di DPRD. Lebih
parahnya lagi, rakyat tidak bisa berbuat sesuatu untuk mengawasi proses ini
atau menghentikan keputusan yang tidak amanah.http://m.kompasiana.com/post/read/688045/1/ini-keuntungan-dan-kerugian-pilkada-langsung-dan-tak-langsung-bagi-sosok-kepala-daerah-seperti-jokowi.html
·
pemilihan kepala daerah diwacanakan melalui DPRD
saja untuk menghindari hal-hal sebagai berikut à
Hal buruk pilkada tidak langsung
1. Terpilihnya pemimpin yang berbasis
pencitraan.
2. Terpilihnya pemimpin yang didanai oleh
cukong-cukong dan pengusaha hitam untuk kelancaran kepentingan bisnis kelompok
tertentu.
3. Terpilihnya boneka-boneka kapitalis yang
tak memiliki kapasitas, kapabilitas, integritas,mintelektualitas, etika, dan
moral.
4. Terpilihnya pemimpin kapitalis,
liberalis, imperialis, globalis beserta antek-anteknya.
5. Merajalelanya sindikat jaringan
kejahatan Pemilu dengan brutalnya permainan money politic dari tangan para
boneka Kapitalis dan para bunglon dibelakang layar
·
Keuntungan Pilkada tak langsung juga :
·
1. Menghemat pengeluaran biaya negara yang
mecapai trilyunan rupiah karena setiap kali pilkada, negara mensubsidi biaya
yang tak sedikit à Pemilu
2014 yang menghabiskan 22 Trilyun Rupiah à
Akan lebih baik uang tersebut diberikan saja langsung kepada jutaan warga
miskin yang belum cukup sandang, pangan dan papan à Kenapa untuk memilih Presiden
dan Wakil Presiden ini mesti mengeluarkan banyak tenaga dan belum tentu juga
pemimpin yang jadi nantinya akan memperhatikan rakyat à (http://pantaupemilu.org/pemilu-dan-demokrasi)
2. Menghindari sengketa Pilkada yang
menelan korban jiwa dan selalu berakhir di Mahkamah Konstitusi.
3. Mengehamat biaya peradilan dan
pengerahan aparatur negara untuk kegiatan pengamanan Pilkada.
4. Menghemat biaya operasional seperti
biaya cetak kertas suara, pembuatan kotak suara, dan transportasi distribusi
kotak suara
5. Menghindari praktik politik uang di saat
pemilihan langsung di tengah masyarakat. Bukan menjadi rahasia umum, bagi calon
peserta Pilkada tingkat kabupaten dan kota mengeluarkan biaya hingga miliaran
rupiah. Jika terpilih, bukan tidak mungkin mereka berupaya mengembalikan modal
dana kampanye dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma hukum. à berdasarkan data
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), setidaknya terdapat ratusan kepala
daerah yang tersandung kasus korupsi sepanjang pemberlakuan sistem Pilkada
langsung.
6. Pilkada langsung rawan memunculkan
praktik nepotisme. Misalnya, membangun dinasti keluarga untuk mempertahankan
kekuasaan
7. Pilkada
juga awan dengan politik balas budi. Pasalnya, hanya desa tertentu yang
memberikan konstribusi suara terbanyak yang akan mendapat perhatian program
pembangunan lebih.
8. mekanisme Pilkada melalui DPRD relatif
mudah diawasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
·
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai
Gerindra, Habiburrokhman menjelaskan, ada tiga alasan yang menguatkan dalil
bahwa pilkada langsung bertentangan dengan konstitusi alias inkonstitusi :
1.
Pasal 22 ayat (1) secara jelas mengatur bahwa
pemilu dilaksanakan dengan memenuhi asas langsung, umum, bebas, rahasisa, jujur
dan adil. Selanjutnya Pasal 22 ayat (2) menyebutkan bahwa pemilu dilakukan
untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden. “ Pasal 22
tersebut sama sekali tidak menyebutkan pemilihan kepala daerah," ujar
Habiburokhman dalam keterangan tertulisnya yang diterima Sindonews, Kamis
(25/9/2014).
2.
Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 menyebutkan pilkada
dilaksanakan secara demokratis. "Sama sekali tidak ada aturan pemilihan
langsung dalam pasal tersebut," terangnya. à
Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Demokrat, Khatibul Umam Wiranu, mengatakan
dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 tidak menyebutkan pemilihan kepala daerah
dilakukan langsung, tetapi secara demokratis. Dengan begitu, kata Umam,
mekanisme langsung maupun tidak langsung merupakan persoalan teknis yang tidak
mengurangi makna demokratis. à
Dia menjelaskan, demokrasi Indonesia bukanlah demokrasi prosedural sekadar
mengedepankan aspek individualitas dan partisipasi seperti halnya demokrasi
barat. Demokrasi di Indonesia, lanjutnya adalah demokrasi yang mengacu pada
asas manfaat.
3.
Mengacu pada Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Nomor 97/PUU-XI/2013 dalam perkara pengujian materiil Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Pemda. Kemudian Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
kekuasaan kehakiman yang menghapus kewenangan MK untuk mengadili pilkada. à http://nasional.sindonews.com/read/905415/12/3-alasan-pilkada-secara-langsung-dianggap-inkonstitusi-1411702506
·
Alasan mahalnya ongkos penyelenggaraan Pemilukada
tidak berarit menjustifikasi pemilihan melalui DPRD. Ia berpandangan jalan
keluarnya memperbaiki kualitas aturan yang mengatur proses penyelenggaraan
Pemilukada. “Harus diakui peraturan yang digunakan dalam penyelenggaraan
Pemilukada memang isinya jauh lebih mundur,” ujarnya.Di tempat yang sama, caleg
terpilih dari Partai Nasdem yakni Luthfi Andi Mutty mengatakan Pemilukada
melalui DPRD tidak menjadi jaminan mengakhiri praktik korupsi dan kerusuhan.
Menurutnya, kualitas politisi lokal yang lahir secara instan dengan
mentalitas menerabas, sehingga tidak memiliki kematangan dan kedewasaan
politik.“Karena itu jangan heran jika banyak diantara mereka terpilih menjadi
anggota DPRD atau kepala daerah tidak perduli dengan kepentingan umum, negara
dan bangsa. Tetapi asyik dengan dengan kepentingan pribadi,” pungkas mantan
Bupati Luwu Utara itu. à
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5409951908be9/ini-alasan-kmp-dorong-pilkada-oleh-dprd
·
Pilkada bisa diserahkan kepada masing-masing
daerah sesuai corak, karakteristik, dan kearifan lokal. seperti pilkada
Yogyakarta (penetapan) dan Papua (sistem noken). Karena itu, dia berharap sudah
seharusnya pilkada diserahkan kepada masing-masing daerah sesuai corak,
karakteristik, kearifan lokalnya (prinsip otonomi), tidak sentralistik.http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5423cf4b0b426/pemerintah--pilkada-langsung-atau-tak-langsung-konstitusional
No comments:
Post a Comment