Saturday, 7 March 2015

Aliran Kepercayaan di Indonesia

Di dalam studi agama, kata kepercayaan (belief) biasanya selalu bersanding dengan kata agama (religion), sehingga frasa religion and belief atau religion or belief kerapkali ditemukan dalam referensi atau dokumen hak asasi manusia di barat. Dalam The World University Encyclopedia2 pengertian religion dijelaskan sebagai sebuah terma yang menunjukkan hubungan antara manusia dengan satu atau lebih Tuhan. Beberapa bahasa mengaitkan religion dengan kata relegere, to gather together (berkumpul bersama), atau juga dikaitkan dengan kata religare, yang artinya mengikat kembali (to bind back) atau mengikatkan (to fasten). Agama tidak berarti hanya digolongkan dalam konteks kepercayaan terhadap Tuhan tetapi termasuk didalamnya kemungkinan adanya kesaksian manusia.

Tidak terhitung banyaknya bentuk agama yang pernah ada dalam sejarah peradaban manusia. Pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan fetishism, totemisme dan penyembahan terhadap berhala selalu terkait dengan agama. Satu fakta psikologis tentang manusia adalah bahwa kebanyakan manusia membutuhkan pengakuan terhadap eksistensi Yang Maha Kuasa. Secara semantik kata kepercayaan memiliki beberapa arti yakni pertama, iman kepada agama. Kedua, anggapan atau keyakinan bahwa benar sungguh ada. Ketiga, dianggap benar dan jujur. Keempat, setuju kepada kebijaksanaan.4 Aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan suatu lembaga peribadatan atau karya kehadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam menghayati dan mengamalkan  sila Ketuhanan Yang Maha Esa, demi kesempurnaan, kesejahteraan, dan kebahagiaan lahir dan batin manusia di dunia dan akhirat. Proses kesatuan (penunggalan) ini dapat dilakukan menurut tingkat ilmu, akal dan imannya masing-masing, yaitu dengan suatu dimensi karya kebaktian menurut kesusilaan (kebatinan), budi luhur (kejiwaan), dan karya kebaktian yang bersifat kesemestaan (kerohanian atau kesukmaan). Di dalam sejarah Indonesia, kepercayaan-kepercayaan masyarakat akan benda-benda, tumbuh-tumbuhan atau roh nenek moyang telah ada jauh sebelum Indonesia diproklamasikan kemerdekaannya. Kepercayaan- kepercayaan yang dikenal dengan sebutan animisme, dinamisme, panteisme adalah agama mula-mula bangsa Indonesia. Di dalam perkembangannya, agama asli ini disebut sebagai aliran kepercayaan atau aliran kebatinan. Di Indonesia, kehadiran sebuah agama memang bisa dilacak ketika sebuah masyarakat eksis. Agama eksis bertepatan saat ada sebuah komunitas yang eksis pula.

Masyarakat yang dikatakan primitif sekalipun, harus diakui bahwa mereka bukanlah kumpulan individu yang hidup tanpa sebuah kepercayaan. Pertanyaannya kemudian, kapankah muncul aliran kepercayaan/kebatinan? Golongan kepercayaan/kebatinan mengatakan bahwa kepercayaan/kebatinan sudah lahir sejak waktu yang lama, yakni mulai dari jaman nenek moyang berupa animisme/dinamisme, Hindu/ Buddha, sampai dengan zaman Islam. Bahkan, penganut kepercayaan mengatakan bahwa pada dasarnya sejak peradaban kuno sebelum Hindu masuk ke bumi Republik Indonesia, bangsa Indonesia sudah menganut satu kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berarti menganut paham monotheisme bukan polytheisme. Mencermati substansi aliran kepercayaan/kebatinan sulit untuk menyebut aliran ini merupakan produk budaya asli Indonesia. Bisa kita cermati, bahwa sesungguhnya tidak ada budaya asli tanpa pengaruh budaya lainnya di dunia ini. Kalau demikian, maka aliran kepercayaan/ kebatinan telah berakulturasi dengan budaya lain. Dalam sejarah, sejak Islam masuk ke Indonesia aliran ini sudah bercorak mistik Hindu/ Buddha, kemudian berakulturasi dengan mistik Islam. Proses interaksi mistik Islam dengan mistik Hindu/Buddha ini terjadi pada masa Kerajaan Islam Demak. Oleh karenanya, pada zaman kolonial, aliran kepercayaan/ kebatinan tidak dapat berkembang sebab ia dianggap bagian dari Islam, maka hukum yang berlaku bagi penganutnya adalah hukum sebagaimana diterapkan bagi umat Islam. Dalam konteks kepercayaan, pada masa pra Hindu-Buddha, mereka adalah masyarakat yang sangat menghargai para leluhurnya. Kepercayaan yang muncul biasanya berbentuk keyakinan terhadap adanya jiwa, mirip seperti yang diungkapkan Edward Burnett Tylor tentang asal muasal agama.

Bagi Tylor, sebagaimana dikutip Walter H. Capps, definisi minimal tentang agama tidak lain adalah percaya pada spiritual being.  Mereka yang menganut aliran ini adalah penduduk mula-mula bangsa Indonesia. Koentjaraningrat mengatakan bahwa manusia Indonesia yang tertua sudah ada kira-kira satu juta tahun yang lalu, waktu dataran Sunda masih merupakan daratan dan waktu Asia Tenggara bagian benua dan bagian kepulauan masih bersambung menjadi satu. Dari sisi fisik, penduduk itu memiliki tubuh dengan ciri fisik yang berbeda dengan manusia sekarang dan sisanya adalah beberapa fosil yang ditemukan di beberapa desa di daerah lembah Bengawan Solo (pithecanthropus erectus). Dari aspek kepercayaan, dapat dimengerti kalau suku bangsa Indonesia mula-mula adalah menganut paham animisme. Animisme mempercayai bahwa setiap benda di bumi ini, (seperti kawasan tertentu, gua, pokok atau batu besar), mempunyai jiwa yang mesti dihormati agar semangat tersebut tidak mengganggu manusia, malah membantu mereka dari semangat dan roh jahat dan juga dalam kehidupan keseharian mereka. Dapat ditambahkan disini bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam agama Indonesia primitif antara lain, pertama, keyakinan panteistik bahwa segala sesuatu dan segala makhluk hidup punya jiwa, energi kehidupan yang sama untuk semua, tetapi mungkin lebih kuat pada seseorang daripada orang lain dan lebih terkonsentrasi di bagian tertentu tubuh manusia daripada di bagian lain.

Kedua, keyakinan pada keberadaan jiwa personal yang mendiami seorang manusia seumur hidup. Jiwa ini tetap hidup sesudah tubuh mati dan kemudian tetap tinggal di sekitar tempat di mana tubuh itu pernah hidup. Jiwa itu tidak pernah berlari dari kehidupan manusia, tetapi justru ada dan terus melibatkan diri dalam komunitas. Kehidupan masyarakat Indonesia yang kental dengan nuansa animisme ini kemudian sedikit demi sedikit mengalami perubahan. Hal itu terjadi seiring dengan proses transformasi yang sedemikian terbuka, kebudayaan luar, mulai masuk dalam ranah bangsa ini. Kebudayaan Hindu bisa dideteksi telah masuk ke Indonesia dengan dibuktikan oleh batu-batu tertulis di Sungai Cisadane Bogor, dan di Kutai, Kalimantan Timur.Hindu masuk ke Indonesia melalui satu proses perdagangan internasional.Di negara-negara pantai, orang asing yang datang dari India Selatan atau Tamil dari Srilangka adalah penguasanya.Pedagang dari India Selatan itulah yang pada abad ke-3 dan ke-4 SM membawa agama Hindu dan Buddha ke Kepulauan Indonesia pada umumnya dan Jawa khususnya.Permulaan zaman Hindu itulah yang mengakhiri fase prasejarah kehidupan Jawa. Kehadiran Hindu di nusantara kemudian diikuti oleh Buddha. Tetapi sama halnya dengan Hindu, Buddha pun tidak merupakan sebuah agama yang merakyat. Ia masih ada di wilayah kerajaan, sehingga bisa dikatakan ini merupakan religi yang elitis. Sementara rakyat saat itu masih setia dengan kepercayaannya masing-masing. Rachmat Subagya dalam Agama Asli Indonesia menyatakan bahwa agama pendatang itu memiliki keunggulan dalam perlengkapan doktriner dan kenegaraan negara di bawah kekuasaan sentral dan sakral. Namun penduduk tetap menganut  agama asli sekalipun digolongkan out-group.

Di Jawa pada masa Hindu penganut agama asli ini disebut Jaba. Karena eksistensinya sebagai agama penguasa, akan sangat mungkin jika agama pendatang itu menjadi agama politik dan bersikap diskriminatif terhadap agama asli. Sungguhpun demikian, hal itu tetap tidak berhasil mengubah keyakinan rakyat banyak. Agama pendatang itu berkembang di dalam isolasi mandala dan pada jaman Islam dalam pesantren. Hebatnya pula, pola pikir asli itu sedikit demi sedikit merembes ke dalam pola pikir yang tidak asli itu. Setelah berakhirnya masa kerajaan Hindu-Buddha, fase baru kehidupan bangsa ditandai dengan masuknya Islam. M.C. Ricklefs menyebut kehadiran Islam ini sebagai awal dari sejarah modern bangsa Indonesia. Ada tiga alasan kuat yang bagi Ricklefs menjadi dasar mengapa gejala ini dikenal sebagai babak baru sejarah modern Indonesia, yaitu:

1. Unsur kebudayaan dan agama. Dalam pandangan Ricklefs, sejarah islamisasi di Indonesia pada tahun 1200-an menjadi unsur penting dalam proses ini. Proses (islamisasi) ini yang kemudian membuat berbagai perubahan-perubahan.
2. Sejarah modern Indonesia ditandai dengan adanya interaksi antara Indonesia dan Barat pada tahun 1500. Barat pada masa tersebut sebenarnya hidup di bawah bayang-bayang kejayaan Turki Ottoman yang menaklukkan Konstantinopel pada 1453, akan tetapi ada beberapa negara Barat yang telah mencapai kemajuan-kemajuan tertentu. Satu contoh adalah  Portugis yang memiliki pengetahuan yang cukup baik dalam bidang astronomi dan geografi. Dengan bekal itulah mereka melakukan pelayaran hingga sampai ke Indonesia.
3. Historiografi. Tulisan pada masa ini tidak lagi menggunakan bahasa Jawa atau Melayu Kuno, tetapi sudah menggunakan bahasa Indonesia modern, seperti Jawa, Melayu dan dalam bahasa Eropa. Unsur-unsur ini yang pada tahun 1300-1500 muncul dan terus ada sejak saat itu.

Pada zaman ini, agama yang berkembang sebelum kemunculan Islam pun tidak bisa dihilangkan. Bahkan di keraton-keraton, para pujangga mengembangkan sintesis kesusastraan dan keagamaan antara unsur Jawa tradisional dan unsur Muslim, yang didalamnya unsur Muslim sebenarnya sedikit saja. Dalam hal ini unsur Hindu pun ikut dipertahankan.


No comments:

Post a Comment