*Catatan ini hanya sebagai pembantu dalam belajar dan bukan menjadi satu-satunya sumber dalam belajar. Sekiranya ini hanya sebagai reminder dan teman-teman bisa belajar dari sumber lain:) Saran dan komentar sangat terbuka untuk saya. Selamat Belajar :D
Pendahuluan
Ø Pasal 53 UU 5 / 86 = SESEORANG
ATAU BADAN HUKUM PERDATA yang merasa KEPENTINGANNYA
DIRUGIKAN oleh suatu KEPUTUSAN TATA
USAHA NEGARA dapat MENGAJUKAN
GUGATAN TERTULIS kepada PENGADILAN
YANG BERWENANG berisi tuntutan AGAR
KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA YANG DISENGKETAKAN ITU DINYATAKAN BATAL ATAU TIDAK
SAH, dengan atau tanpa disertai tuntutan gati rugi dan/atau rehabilitasi.
Ø Syarat menjadi penggugat :
1.
Pribadi hukum /
Pribadi kodrati
2.
Kepentingan
dirugikan
3.
Oleh Keputusan TUN
Ø Objek gugatan = Keputusan TUN = Suatu penetapan tertulis
yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan
hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat
hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. (Pasal 1 (9) UU 51 / 09)
Ø Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak
mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal
tersebut DISAMAKAN DENGAN Keputusan
Tata Usaha Negara (Pasal 3 UU 5 / 86)
Ø Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu SEMBILAN PULUH HARI terhitung sejak
saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara (Passal 55 UU 5 / 86)
Ø Penghitungan hari jangka waktu pengajuan gugatan =
Seluruh hari dihitung (termasuk hari besar). Kalau pada hari H adalah tangal
merah / libur, maka jatuh ke hari ke-91.
Prosedur
Hukum Acara PTUN
Ø Persona Standi di Acara PTUN :
a.
Penggugat :
1.
Nama
2.
Kewarganegaraan
3.
Tempat Tinggal
4.
Pekerjaan
b.
Tergugat
1.
Nama Jabatan (BUKAN
NAMA PRIBADI ORANGNYA !!!)
2.
Tempat Kedudukan
(ALAMAT INSTANSI TEMPAT TERGUGAT KERJA!!)
3.
Alamat
Ø Alasan Gugatan :
1.
KTUN bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan
2.
KTUN bertentangan
dengan asas-asas umum pemerintah yang baik
Ø Tuntutan Gugatan :
1.
Menyatakan batal /
tidak sah KTUN
2.
Mencabut KTUN
3.
Mencabut dan
menerbitkan KTUN
4.
Ganti Rugi dan/atau
rehabilitasi
Ø Gugatan sengketa Tata Usaha Negara diajukan kepada
Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
tergugat. (Pasal 54 (1) UU 5 / 86)
Ø Proses penerimaan berkas gugatan :
1.
Penggugat / kuasa
menyerahkan berkas gugatan kepada Panitera
2.
Panitera meneliti
berkas, taksir panjer ongkos perkara, dan menyerahkan berkas ke Panitera Muda
3.
Panitera Muda akan
menerbitkan kwitansi panjer, mendaftar gugatan dalam buku besar induk perkara,
memberi nomor register, melengkapi form yang diperlukan dan memasukkan ke dalam
map. Lalu dengan buku ekspedisi, menyerahkan kembali berkas gugatan kepada
Panitera.
Ø Proses Pemeriksaan Gugatan :
1.
Tahap 1 =
Penelitian Administrasi = Berkas di Panitera
2.
Tahap 2 = Dismissal
Prosedur dan berbagai permohonan = Berkas di Kepala PTUN
3.
Tahap 3 =
Pemeriksaan Persiapan = Berkas di Majelis Hakim
4.
Tahap 4 = Persidangan
Ø Penelitian Administrasi = Tahap pertama untuk memeriksa gugatan yang masuk dan telah didaftar serta mendapat nomor register
yaitu setelah Penggugat/kuasanya menyelesaikan administrasinya dengan membayar
uang panjar perkara (dilakukan oleh Kepaniteraan).
Ø Hal yang diperiksa dalam penelitian administrasi = Subjek
gugatan, Persona Standi, objek gugatan, alasan gugatan, tenggang waktu
menggugat, adakah upaya administrasi atau tidak, dan tuntutan gugatan.
Ø Syarat sah panggilan :
1.
Memenuhi tenggat
waktu pemanggilan = Jangka waktu antara pemanggilan dan hari sidang TIDAK BOLEH KURANG DARI ENAM HARI,
kecuali dalam hal sengketa tersebut harus diperiksa dengan acara cepat (Pasal
64 (2) UU 5 / 86)
2.
Melalui pos
tercatat / ada bukti resi = Panggilan terhadap pihak yang bersangkutan dianggap
sah, apabila masing-masing telah menerima surat panggilan yang DIKIRIMKAN DENGAN SURAT TERCATAT. (Pasal
65 UU 5 / 86)
Ø Dalam hal tergugat tidak hadir, sering kali dalam
prakteknya yang dipakai adalah mekanisme Pasal 73 UU 5 / 86 [BUKAN PASAL 72 UU
A QUO] (karena lama cuy mekanisme pasal 72 !!!)
Ø Pengadilan memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha
Negara dengan TIGA orang Hakim
(Pasal 68 UU 5 / 86) (Namun, dimungkinkan 5 orang hakim jika kasusnya besar /
rumit. Yang penting ganjil)
Ø Bukti Asas Dominus Litis (Hakim Dominan) dalam PTUN :
1.
Pasal 86 UU 5 / 86
2.
Pasal 107 UU 5 / 86
= HAKIM MENENTUKAN :
a.
apa yang harus
dibuktikan
b.
beban pembuktian
c.
penilaian pembuktian
d.
Sahnya pembuktian,
diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim.
Ø Atas permintaan salah satu pihak, atau karena jabatannya,
Hakim Ketua Sidang dapat memerintahkan seorang saksi untuk didengar dalam
persidangan. (Pasal 86 (1) UU 5 / 86)
Ø Apabila
saksi tidak datang tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan meskipun telah
dipanggil dengan patut dan Hakim cukup mempunyai alasan untuk menyangka bahwa
saksi sengaja tidak datang, Hakim Ketua Sidang dapat memberi perintah supaya
Saki dibawa oleh polisi ke persidangan. (Pasal 86 (2) UU 5
/ 86)
Ø Seorang
saksi yang tidak bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan yang bersangkutan
tidak diwajibkan datang di Pangadilan tersebut, tetapi PEMERIKSAAN SAKSI ITU DAPAT DISERAHKAN KEPADA PENGADILAN YANG DAERAH
HUKUMNYA MELIPUTI TEMPAT KEDIAMAN SAKSI. (Pasal 86 (3) UU 5
/ 86) = Hakim Pengadilan a quo bisa nitip pertanyaan ke pengadilan di domisili
saksi yang diperiksa = Asas perbuatan demi memenuhi asas cepat, murah,
sederhana = Tidak melanggar prinsip kompetensi relatif karena prinsip ini hanya
dikenakan kepada para pihak.
Ø Penggugat dapat mengubah alasan yang mendasari gugatan
hanya sampai dengan REPLIK, asal
disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan tergugat, dan hal
tersebut harus saksama oleh Hakim. (Pasal
75 (1) UU 5 / 86)
Ø Tergugat
dapat mengubah alasan yang mendasari jawabannya hanya sampai dengan DUPLIK, asal disertai alasan yang cukup
serta tidak merugikan kepentingan penggugat dan hal tersebut harus
dipertimbangkan dengan saksama oleh Hakim.
(Pasal 75 (2) UU 5 / 86)
Ø Dasar Hukum Intervensi = Selama pemeriksaan berlangsung, SETIAP ORANG YANG BERKEPENTINGAN dalam sengketa
pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri
dengan mengajukan permohonan maupun atas prakarsa Hakim, dapat masuk dalam
sengketa Tata Usaha Negara, dan bertindak sebagai : (Pasal 83 UU 5 / 86)
a.
pihak yang membela
haknya; atau
b.
peserta yang
bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa.
Ø Unsur Intervensi :
1.
Selama pemeriksaan
berlangsung
2.
Setiap orang ybk
3.
Dlm sengketa pihak lain
Ø Cara melakukan intervensi :
1.
Prakarsa Hakim
2.
Atas prakarsa
sendiri
Ø Macam-macam intervensi :
1.
Penggugat II
Intervensi = memihak Pgt asal
2.
Tergugat II Intervensi = memihak Tggt asal
3.
Penggugat
Intervensi = membela haknya
Ø Alat bukti dalam PTUN = Surat, keterangan ahli,
keterangan saksi, pengakuan para pihak, pengetahuan hakim (Pasal 100 (1) UU 5 /
86)
Ø Di PTUN, kesemua alat bukti sama kuat (yang penting
minimal 2 alat bukti). Hal ini berbeda dengan perdata, dimana alat bukti paling
kuat adalah surat.
Ø Proses acara biasa :
1.
Sidang terbuka
untuk umum
2.
Ketua Majelis Hakim
membacakan point/ atau bertanya kpd Tergugat apakah sdh paham isi gugatan
3.
Jawaban tergugat
4.
Replik – Duplik
5.
Pembuktian
6.
Kesimpulan
7.
Putusan
Ø Pengajuan permohonan Prodeo bagi yang tidak mampu (Pasal
60-61 UU 5 / 86) :
1.
Ditujukan
Permohonan kepada Kepala PTUN
2.
Gugatan +
Permohonan Prodeo + Surat keterangan tidak mampu dari lurah / kepala desa
3.
Permohonan
diperiksa sebelum pemeriksaan substansi perkara
4.
Penetapan
permohonan berlaku dari tingkat pertama sampai akhir.
Ø Apabila terdapat
kepentingan penggugat yang cukup mendesak yang harus dapat disimpulkan dari
alasan-alasan permohonannya, penggugat dalam gugatannya dapat memohon kepada
Pengadilan supaya pemeriksaan sengketa
dipercepat. (Pasal 98 (1) UU 5 / 86)
Ø Proses acara cepat : (Pasal 98 – 99 UU 5 / 86) :
1.
Gugatan disertai
dengan permohonan acara cepat kepada Kepala PTUN dengan tenggat waktu 14 hari
baginya untuk mengeluarkan penetapan diterima atau tidaknya permohonan.
2.
Tidak ada upaya
hukum terhadap penetapan hakim.
3.
Jika penetapannya
berupa penerimaan permohonan, Ketua Pengadilan dalam jangka waktu tujuh hari
setelah dikeluarkannya penetapan menentukan
hari, tempat, dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan persiapan.
4.
Tenggang waktu untuk
jawaban dan pembuktian bagi kedua belah pihak, masing-masing ditentukan tidak
melebihi empat belas hari.
5.
Hakimnya tunggal
Ø Keuntungan acara cepat :
1.
Penggugat dapat
kepastian benar / tidaknya gugatan
2.
Tergugat cepat tahu
salah / benar secara hukum SK yang dia terbitkan
Ø Kerugian acara cepat :
1.
Tidak ada
intervensi
2.
Pembuktian kurang
lengkap
Banding
Ø Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat
dimintakan pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat kepada Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara. (Pasal 112 UU 5 / 86)
Ø Prosedur Banding di PTUN :
1.
Permohonan diajukan dlm
t.w 14 hr setlh putusan diberitahukan
secara sah
2.
Panitera mencatat dlm
daftar perkara (register banding)
3.
Dlm wkt 7 hr diberitahu
kpd pihak terbanding
4.
Paling lambat 30 hr
sesdh permohonan banding dicatat, panitera memberith kepd pihak utk mempelajari
berkas dlm t.w 30 hr setlh menerm
pembrthan banding
5.
Berkas dikrm ke
PTUN selambatnya 60 hr sesdh pernyataan
banding
Ø Memori banding tidak wajib (otomatis kontra memori
banding tidak wajib juga karena kontra memori banding ga mungkin ada kalau
memori bandingnya aja ga ada).
Kasasi
Ø Terhadap
PUTUSAN TINGKAT TERAKHIR Pengadilan
dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung (Pasal 131 (1) UU 5 / 86)
Ø Acara pemeriksaan kasasi dilakukan menurut ketentuan Undang
undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
(Pasal 131 (2) UU 5 /
86)
Ø Alasan kasasi :
A.
Hakim tidak
berwenang atau melampaui batas wewenang;
B.
Hakim salah
menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
C.
Hakim lalai memenuhi
syarat-syarat yang diwajibkan
oleh peraturan perundang- undangan yang mengancam kelalaian
itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Ø Prosedur Kasasi Putusan PTUN :
1.
Permohonan
disiapkan 14 hari setelah putusan banding diterima para pihak
2.
Panitera mencatat
dalam daftar perkara (Register Kasasi)
3.
Dalam waktu 7 hari
diberitahu kepada pihak lawan
4.
Memori kasasi dalam
waktu 14 hari sesudah pernyataan kasasi harus dalam Panitera PTUN
5.
Kontra memori
kasasi selambatnya 14 hr sesdh
dispkan memori kasasi hrs sdh ditrm
panitera PTUN utk dispkan pd
lawannya
6.
Dlm wkt 30 hr sesdh
permohonan kasasi diajukan berkas kasasi
berupa bundel A & B dikirim ke MA
Peninjauan
Kembali
Ø Terhadap
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan
permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. (Pasal 132 (1) UU 5 / 86)
Ø Acara
pemeriksaan peninjauan kembali dilakukan menurut ketentuan Undang-undang Nomor
14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. (Pasal
132 (2) UU 5 / 86).
Ø Prosedur PK Putusan PTUN :
1.
Permohonan dlm wkt 180 hr sejak pts berkekuatan hk tetap pr pihak dpt mengajukan
2.
Panitera mencatat dlm
daftar perkara dan register PK
3.
Dlm wkt 14 hr Panitera
memberth pihak lawan
4.
Alasan PK selambatnya
30 hr sejak pernyataan PK hrs sdh
ditrm Panitera utk dispkan kpd pihak lawan
5.
Dlm wkt 30 hr stlh penrman berkas PK, bundel A
& B sdh hrs dikrm ke MA
Eksekusi
Ø Putusan dalam musyawarah majelis yang dipimpin oleh Hakim
Ketua Majelis merupakan hasil permufakatan bulat, kecuali jika setelah
diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai permufakatan bulat,
putusan diambil dengan suara terbanyak. (Pasal 97 (3) UU 5 / 86)
Ø Apabila dalam musyawarah
majelis berikutnya tidak dapat diambil suara terbanyak, maka suara terakhir
Hakim Ketua Majelis yang menentukan.
(Pasal 97 (5) UU 5 /86) = Ada posibilitas tidak dapat diambil suara terbanyak
karena dimungkinkan hakim untuk abstain / reverte / belum dapat memutuskan.
Ø Putusan yang bisa dieksekusi :
1.
Berkekuatan hukum
tetap (Pasal 115 UU 5 / 86) (Syarat ini bisa dikecualikan jika ada permintaan
penghentian sementara)
2.
Bersifat
condemnatoir
Ø Belum BHT jika masih ada banding, kasasi, dan Perlawanan.
Ø Sifat-sifat putusan :
1.
putusan
condemnatoir adalah putusan
yang bersifat menghukum pihak yang kalah untuk memenuhi prestasi. Hak perdata
penggugat yang dituntutnya terhadap tergugat, diakui kebenarannya oleh hakim.
Amar putusan selalu berbunyi “Menghukum .... dan seterusnya”
2.
putusan
constitutief adalah putusan
yang menciptakan suatu keadaan hukum yang baru. Misalnya, putusan yang
membatalkan suatu perjanjian, menyatakan pailit, memutuskan suatu ikatan
perkawinan, dan sebagainya. Amar putusan berbunyi : “Menyatakan ... dan
seterusnya.”
3.
putusan
declaratoir adalah putusan
yang menyatakan suatu keadaan sebagai suatu keadaan yang sah menurut hukum.
Misalnya, perjanjian antara penggugat dan tergugat dinyatakan sah menurut hukum
dan sebagainya. Amar putusannya selalu berbunyi : “Menyatakan ... sah menurut
hukum.”
Ø Dari ketiga putusan akhir tersebut diatas, putusan yang
memerlukan pelaksanaan (executie)
hanyalah putusan akhir yang bersifat condemnatoir, sedangkan putusan akhir
lainya hanya mempunyai kekuatan mengikat.
Ø Struktur Putusan
a.
Irah-irah
b.
Persona Standi
c.
Posita
d.
Petitum
e.
Jawaban
f.
Bukti, Keterangan
Saksi, Keterangan Ahli
g.
Pertimbangan Hukum
h.
Amar Putusan
Ø Putusan
Pengadilan dapat berupa : (Pasal 97 UU 5 /
86)
a.
gugatan ditolak = memperkuat
keputusan badan atau pejabat administrasi Negara = penggugat tidak
dapat membuktikan dalil-dalil yang menyatakan dia dilanggar = Jawaban tergugat
sedemikian bagusnya
b.
gugatan dikabulkan = Tidak
membenarkan keputusan badan atau pejabat administrasi negara, baik seluruhnya
atau sebagian.
c.
gugatan tidak diterima
= Gugatan tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.
d.
gugatan
gugur = (para) pihak atau (para) kuasanya, kesemuanya tidak hadir pada
persidangan yang telah ditentukan dan telah dipanggil secara patut.
Ø Dalam hal penggugat atau kuasanya tidak hadir di
persidangan pada hari pertama dan pada hari yang ditentukan dalam panggilan
yang kedua tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, meskipun setiap kali
dipanggil dengan patut, GUGATAN DINYATAKAN GUGUR dan penggugat harus membayar
biaya perkara. (Pasal 71 (1) UU 5 / 86)
Ø Dalam hal gugatan gugur, PENGGUGAT BERHAK MEMASUKKAN GUGATANNYA SEKALI LAGI sesudah membayar
uang muka biaya perkara. (Pasal 71 (2) UU 5 / 86) (Namun kalaauu mau diajukan
lagi, maka tenggat waktu pengajuannya berkurang. Hal ini karena 90 hari
dihitung SEJAK KTUN KELUAR [BUKAN SEJAK GUGATAN AWALNYA GUGUR])
Ø Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan
Pengadilan tersebut DAPAT DITETAPKAN
KEWAJIBAN YANG HARUS DILAKUKAN oleh
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha
Negara. (Pasal 97 (8) UU 5 / 86) = Bukti bahwa Putusan PTUN bersifat condemnatoir,
karena bisa “memaksa” pejabat TUN melakukan sesuatu.
Ø Salinan
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera
Pengadilan setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam
tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari. (Pasal 116 (1) UU 5 / 86) = PTUN memakai pak pos (BUKAN PETUGAS
PENGADILAN) untuk mengirimkan salinan putusan pengadilan
Ø Jenis-jenis eksekusi dalam UU PTUN :
a.
UU 5 / 86 =
Eksekusi Otomatis dan Hierarkis
b.
UU 51 / 09 =
Eksekusi Otomatis dan Upaya Paksa
Ø Eksekusi Otomatis = Dalam hal empat bulan setelah putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dikirimkan tergugat tidak
melaksanakan kewajibannya mencabut Keputusan Tata Usaha Negara yang
bersangkutan, maka Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu TIDAK MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM LAGI. (Pasal
116 (2) UU 5 / 86 dan Pasal 116 (2) UU 51 / 09)
Ø Eksekusi Hierarkis : (Pasal 116 (3-6) UU 5 / 86)
1.
Dalam hal tergugat
ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya mencabut Keputusan Tata Usaha Negara yang
bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru atau penerbitan
Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3 (Apabila Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu
menjadi kewajibannya, MAKA HAL TERSEBUT
DISAMAKAN DENGAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA), dan kemudian setelah
tiga bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakannya, maka penggugat
mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan agar Pengadilan memerintahkan
tergugat melaksanakan putusan Pengadilan tersebut.
2.
Jika tergugat masih
tetap tidak mau melaksanakannya, Ketua Pengadilan mengajukan hal ini KEPADA INSTANSI ATASANNYA MENURUT JENJANG
JABATAN.
3.
Dalam hal instansi
atasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), tidak mengindahkan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), maka Ketua Pengadilan MENGAJUKAN HAL INI KEPADA PRESIDEN SEBAGAI PEMEGANG KEKUASAAN
PEMERINTAH TERTINGGI UNTUK MEMERINTAHKAN PEJABAT TERSEBUT MELAKSANAKAN PUTUSAN
PENGADILAN TERSEBUT.
Ø Eksekusi Upaya Paksa = Dalam hal tergugat tidak bersedia
melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran
sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif. (Pasal 116 (4) UU 51 / 09)
Ø Kewajiban tergugat yang kalah dapat disertai pembebanan ganti
rugi. (Pasal 97 (10) UU 5 / 86) = Namun nominalnya dibatasi maksimal 5 juta =
Jika meminta ganti rugi di PTUN, maka tidak bisa minta ganti rugi lagi di PN
secara perdata.
Ø Dalam hal putusan Pengadilan menyangkut kepegawaian, maka
di samping kewajiban tergugat, dapat disertai pemberian rehabilitasi (Pasal 97
(11) UU 5 / 86) = Rehabilitasi hanya bisa terhadap PNS.
Ø Contoh Amar putusan yang sempurna :
1.
Mencabut kTUN yg
digugat (ps 97 ayat 9 hrf a UU 5 / 86)
2.
Pelaksanaannya:
sesuai ketentuan Ps 116 ayat (1) dan (2) UU 5 /86
Ø Contoh Amar putusan yang tidak sempurna :
1.
Bilama kewajiban sbgmn tsb ps 97 ayat (11) UU 5 /86 tdk dpt dilaksanakan dgn
sempurna krn “perubahan keadaan”
2.
Pelaksanaannya: sesuai
Ps 117 ayat (1-6) UU 5 / 86
AAUPB
Ø Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik = AAUPB = Asas-Asas
Umum Pemerintahan yang layak
Ø AAUPB dapat disamakan dengan “itikad baik” dalam hukum
perdata, “tiada pidana tanpa kesalahan” dalam hukum pidana, dan “audi alteram
partem” dalam hukum acara.
Ø AAUPB di Indonesia :
1.
Asas Kepastian
Hukum = Asas kepastian hukum memiliki dua aspek, yang satu lebih bersifat hukum
material, yang lain bersifat formal. Aspek hukum material terkait erat dengan
asas kepercayaan. Sedangkan aspek yang bersifat formal terkait pada
keputusan-keputusan yang menguntungkan, dan harus disusun dengan kata-kata yang
jelas.
2.
Asas keseimbangan = Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian atau kealpaan seorang pegawai. Asas ini menghendaki pula adanya kriteria yang jelas mengenai jenis-jenis atau kualifikasi pelanggaran atau kealpaan yang dilakukan seseorang sehingga memudahkan penerapannya dalam setiap kasus yang ada dan seiring dengan persamaan perlakuan serta sejalan dengan kepastian hukum.
3.
Asas kesamaan dalam
mengambil keputusan = Asas ini menghendaki agar badan pemerintah mengambil tindakan yang sama (dalam arti tidak bertentangan) atas kasus-kasus yang faktanya sama.
4.
Asas bertindak
cermat = Asas ini menghendaki agar
pemerintah atau administrasi bertindak cermat dalam melakukan aktivitas
penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi
warga negara.
5.
Asas motivasi untuk
setiap keputusan = Asas ini menghendaki agar setiap keputusan badan-badan
pemerintahan harus mempunyai motivasi atau alasan yang cukup sebagai dasar
dalam menerbitkan keputusan dan sedapat mungkin alasan atau motivasi itu
tercantum dalam keputusan.
6.
Asas larangan
mencampuradukkan kewenangan = Asas tidak mempercampuradukkan ini menghendaki
agar pejabat tata usaha negara tidak menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain
selain yang telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau menggunakan
wewenang yang melampaui batas.
7.
Asas Permainan yang
Layak (fair play) = Asas ini menghendaki agar warga negara diberi kesempatan
yang seluas-luasnya untuk mencari kebenaran dan keadilan serta diberi
kesempatan untuk membela diri dengan memberikan argumentasi-argumentasi sebelum
dijatuhkannya putusan administrasi. Asas ini juga menekankan pentingnya
kejujuran dan keterbukaan dalam proses penyelesaian sengketa tata usaha negara.
8.
Asas perlindungan
atas pandangan hidup = Asas ini menghendaki agar pemerintah melindungi hak atas
perlindungan pribadi setiap pegawai negeri dan juga tentunya hak kehidupan
pribadi setiap warga negara, sebagai konsekuensi negara hukum demokratis yang
menjujung tinggi dalam melindungi hak asasi setiap warga negara.
9.
Asas Kebijaksanaan
= Asas ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugas dan
pekerjaannya diberi kebebasan dan keleluasaan untuk menerapkan kebijaksanaan Tanpa
harus terpaku pada peraturan perundang-undangan formal.
10. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum = Asas ini
menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan
kepentingan umum yakni kepentingan yang mencangkup semua aspek kehidupan orang
banyak
Ø Dasar hukum AAUPB
:
1.
Pasal 53 ayat (2)
UU 9 / 04
2.
Pasal 1 (17) UU
30/14
3.
Pasal 10 UU 30/14
Kepentingan
Umum
Ø Kepentingan Umum : (Peneliti UGM)
a.
Memelihara
kepentingan umum, yang khusus mengenai kepentingan negara (Ex : Pertahanan dan
Keamanan)
b.
Memelihara
kepentingan umum dalam arti memelihara kepentingan bersama warga negara (Ex :
Persediaan Sandang pangan, perumahan, kesejahteraan sosial)
c.
Memelihara kepenttingan
bersama yang tidak seluruhnya dapat dilakukan oleh warga negara dalam bentuk
bantuan negara (Ex : Pendidikan dan kesehatan)
d.
Memelihara
kepentingan perseorangan yang tidak seluruhnya dapat diselenggarakan warga
dalam bentuk bantuan negara adakalanya negara memelihara seluruh kepentingan
perorangan.
Ø Nilai dasar Hukum Administrasi Negara :
1.
Lawfulness =
Birokrat harus bekerja sesuai dengan UU (namun birokrat tidak bisa menolak
pekerjaan dengan dalih tidak ada dasar peraturan perundang-undangan / birokrat
tidak boleh menolak tugas. Disinilah diskresi diperlukan)
2.
Fairness = Melayani
dengan adil tanpa membedakan SARA
3.
Rationality =
Rasional
4.
Opennes =
Transparan
5.
Efficiency = Kalau
bisa cepat, kenapa diperlama ?
Ø Pembuat Keputusan :
1.
Fair, transparent,
lawfulness
2.
Accountable
3.
Non Arbitrary
4.
To Protect the
right & interest of citizen
Maladministrasi
Ø Maladministrasi :
- Gagalnya
aparatur pemerintah dalam melakukan tugas / sesuatu yang seharusnya dilakukan
tapi tidak dilakukan (UU Ombudsman 7 / 2008)
- Suatu
diantara tugas ombudsman melakukan investigasi, karena warga kecewa terhadap
hasil tuntutan formal dan lembaga peradilan
Ø Penyebab maladministrasi :
1.
Kegagalan, dalam
hal :
a.
mengikuti prosedur
b.
menyediakan
informasi
c.
membuat kompilasi
dan memelihara catatan / arsip
d.
memutus dengan cara
yang benar
e.
investasi
f.
mempertimbangkan
tindakan yang mungkin dapat dilakukan
2.
Kekeliruan
3.
Lambat bertindak
4.
Ingkar janji
5.
Memperlakukan warga
/ konsumen secara tidak jujur / adil
6.
Antar departemen /
korporasi terjadi kendala dalam menunjuk penghubung yang layak
Pengetahuan
Umum
Ø Keputusan
yang sudah ditetapkan tidak dapat ditunda pelaksanaannya, kecuali jika
berpotensi menimbulkan kerugian negara;
kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
konflik sosial. (Pasal 65 (1) UU
30 / 14)
Ø Penundaan
Keputusan dapat dilakukan OLEH
Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan dan/atau Atasan Pejabat (Pasal
65 (2) UU 30/14)
Ø Penundaan
Keputusan dapat dilakukan BERDASARKAN
Permintaan Pejabat Pemerintahan terkait atau Putusan Pengadilan. (Pasal 65 (3) UU 30/14)
Ø Ombudsman :
- Tidak dapat
melakukan investigasi terhadap mutu keputusan
- Yang dapat
dilakukan adalah investigasi terhadap prosedur yang dilakukan aparatur
pemerintah.
Ø A.n / Atas Nama dalam beschikking
terjadi jika kepada pejabat tertentu didelegasikan wewenang resmi secara
umum
Ø U.p / Atas Perintah dalam beshikking terjadi bila atasan memerintahkan bawahannya untuk
melakukan sesuatu :
a.
Tanggung jawab
ekstern pada pemberi perintah
b.
Tanggung jawab
intern pada pihak yang diperintah kepada pihak yang memberi perintah
Ø Untuk Beliau
dalam beshikking terjadi bila kepada
pejabat berdasarkan kewenangan delegasi untuk urusan tertentu yang menjadi
tugasnya (Ex : Urusan kepegawaian)
a.
Tanggung jawab
ekstern pada pihak pemberi wewenang
b.
Tanggung jawab
intern pada pihak penerima wewenang terhadap pemberi wewenang.
Yakobus 5 : 16 = Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.
No comments:
Post a Comment