*Catatan ini hanya sebagai pembantu dalam belajar dan bukan menjadi satu-satunya sumber dalam belajar. Sekiranya ini hanya sebagai reminder dan teman-teman bisa belajar dari sumber lain:) Saran dan komentar sangat terbuka untuk saya. Selamat Belajar :D
Pengantar
Ø Hukum harus dibuktikan dengan FAKTA & LOGIKA
Ø CITA
NEGARA INDONESIA = CITA “NEGARA PERSATUAN”
Ø Normalnya, kekuasaan pembentukan peraturan
perundang-undangan ada di organ legislatif, hal ini dikarenakan secara teori
filosofis, Peraturan perundang-undangan adalah pembatasan kebebasan warga
negara, sehingga pembentuukan UU adalah menjadi hak rakyat sendiri untuk
membentuknya. Suatu UU harus dibentuk oleh kehendak umum, di mana dalam hal ini
seluruh rakyat mengambil bagian dalam pembentukan aturan masyarakat. Lembaga
legislatif adalh wakil rakyat.
Ø Bukti Indonesia menganut sistem presidensil =
Pasal 4 ayat (1) UUD NRI 1945
Ø Sistem Presidensiil :
1.
Presiden
adalah KEPALA PEMERINTAHAN dan kepala negara tertinggi
2.
Lembaga-lembaga
pemerintah berada di bawah Presiden dan bertanggung jawab ke Presiden
Ø Atribusi Kewenangan = Penyerahan Kewenangan /
Pemberian kewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang
diberikan oleh UUD / UU kepada suatu lembaga negara / pemerintahan (melekat
terus menerus, dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu
diperlukan, dan sesuai dengan batas-batas yang diberikan) = Ex : Perihal Perpu
(Pasal 22 ayat (1) UUD 1945)
Ø Delegasi = Pelimpahan Kewenangan membentuk
peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
(diwakilkan, sementara, dapat diselenggarakan sepanjang pelimpahan itu masih
ada) = Ex : Perihal PP dan Peraturan
Kepala Daerah (PP untuk melaksanakan UU dan tetap hidup selama UU itu hidup,
Peraturan Kepalda Daerah untuk melaksanakan Perda dan tetap hidup selama Perda
itu hidup).
Ø KESIMPULAN ILPER !!! = Karakteristik dari
Peraturan Perundang-undangan adalah :
1.
Normanya
bersifat pengaturan (abstrak, umum, dan terus menerus)
2.
Dibentuk oleh
lembaga pembentuk yang berwenang (Bisa lembaga pemerintah, bisa lembaga negara)
3.
Sumber
kewenangan lembaga tersebut bisa berasal dari atribusi ataupun delegasi.
Hierarki peraturan perundang-undangan
Ø Definsi peraturan perundang-undangan pertama kali
diperkenalkan pada TAP MPRS XX / 1996 (Lahir sebagai janji Soeharto untuk
menghadirkan pemerintah yang konsekuen dan konsisten)
Ø Di UUD, hanya disebutkan 3 jenis peraturan
perundang-undangan, yakni PP, UU, dan Perpu.
Ø Hierarki peraturan perundang-undangan diatur dalam
Pasal 7 UU 12 / 2011 :
TAP MPRS XX / 1966
|
TAP MPR III / 2000
|
UU 10 / 2004
|
UU 12 / 2011
|
UUD 1945
|
UUD 1945
|
UUD NRI 1945
|
UUD NRI 1945
|
Ketetapan MPR
|
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia
|
Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang;
|
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
|
Undang-Undang/Perpu
|
Undang-Undang
|
Peraturan Pemerintah
|
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang;
|
Peraturan Pemerintah
|
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
|
Peraturan Presiden
|
Peraturan Pemerintah;
|
Keputusan Presiden
|
Peraturan Pemerintah
|
Peraturan Daerah
|
Peraturan Presiden;
|
Peraturan Pelaksana lainnya; seperti Peraturan
Menteri, Instruksi Menteri dan lain-lainnya.
|
Keputusan Presiden
|
Peraturan Daerah Provinsi;
|
|
Peraturan Daerah
|
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
|
Ø Kesalahan dalam Hierarki UU No. 12 Tahun 2011 :
1.
Menjadikan
UUD di hierarki peraturan perudnag-undangan
2.
Diakuinya
aturan-aturan yang dibuat oleh MK, KY, BPK dalam hierarki peraturan
perundang-undangan (Produk hukum yudikatif dan BPK HARUSNYA TIDAK BISA
MEMBENTUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN) (Kalau lembaga yudikatif bisa berwenang
membentuk peraturan perundang-undanga, maka akan menyimpangi kekuasaannya)
(Yudikatif dan BPK tidak berwenang membentuk peraturan perundang-undangan
karena di UUD tidak ada kewenangan itu bagi mereka)
3.
Peraturan MK
diletakknaya di bawah UU (seolah-olah MK dibawah Presiden dan DPR)
Ø HIERARKI PERATURAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TIDAK SERTA MENJADI DASAR KEBERLAKUAN DAN KEWENANGAN PEMBENTUKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN ITU (Ex : TAP MPR disebut dalam hierarki menurut UU 12 /
2011, namun tidak menjadikan MPR berwenang membentuk TAP MPR)
Ø Hampir semua hal dapat diatur oleh UU, namun ada
pembatasan oleh UUD
Ø Urgensi pembentukan UU = UU menjadi alat penguasa
untuk melegalkan pembatasan hak konstitusional warga negara DEMI KEPENTINGAN
UMUM
Ø Contoh UU yang salah = UU Pramuka (emang apa
urgensinya ??? Emangnya kalau ga ikut pramuka bisa dipidana ??)
Ø SEBENARNYA TIDAK BOLEH DIBUAT UU PAYUNG !!! UU
SATU SAMA LAIN SEIMBANG KEDUDUKANNYA !! Hal ini karena Indonesia tidak seperti
Belanda yang mengenal UU Pokok / Raamwet / Moedemet (Ex UU Payung = UU Kekuasaan
Kehakiman)
Ø Indonesia tidak mengenal adanya pembagian UU dalam
arti formil dan materiil (kalau Belanda kenal pembagian ini) (UU Indonesia
mencakup 2 hal itu sekaligus).
Ø Peraturan Kapolri :
-
Termasuk dalam rezim peraturan perundang-undangan
-
Bersumber dari delegasi kewenangan
Ø Keberadaan Perpres masih debatable (karena berdasarkan interpretasi Pasal 4 ayat (1) UUD
1945)
Ø Instruksi Menteri / Instruksi Presiden SEHARUSNYA
BUKAN TERMASUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (Hal ini karena sifat dari produk hukum
itu bersifat atasan-bawahan (vertikal) dan tidak abstrak / umum)
Ø Peraturan Daerah = Dibentuk oleh Kepala Daerah +
DPRD
Ø Peraturan Kepala Daerah = Dibentuk oleh Kepala
Daerah
Lembaga negara di bidang peraturan perundang-undangan
Ø Lembaga negara di bidang peraturan
perundang-undangan adalah lembaga negara yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan
Ø TIDAK SEMUA LEMBAGA NEGARA BERWENANG MEMBENTUK
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.
Ø Susunan penguasa negara sebelum amandemen :
a.
Konstitutif =
MPR
b.
Legislatif =
DPR + Presiden
c.
Eksekutif =
Pemerintah (Presiden)
d.
Yudikatif =
MA
e.
Adminiistratif
= Administrator negara (Presiden)
f.
Militer =
Presiden (membawahi angkatan perang
g.
Konsultatif =
DPA
h.
Inspektif =
BPK
Ø Sebelum amandemen, Presiden adalah mandataris MPR
Ø Sebelum amandemen, TAP MPR adalah
Perintah-perintah MPR yang harus dilaksanakan oleh Presiden sebagai Mandataris
MPR
Ø Dulu, Objek dari TAP MPR BUKANLAH MASYARAKAT MELAINKAN PRESIDEN (TAP MPR dilaksanakan oleh
Presiden melalui pembentukan peraturan perundang-undangan)
Ø Sebelum amandemen, DPA memberikan nasiihat dan
saran kepada Presiden
Ø Sebelum dan setelah amandemen konstitusi, hanya
ada 2 lembaga negara di bidang peraturan perundang-undangan MENURUT KONSTITUSI, yakni Presiden BERSAMA DPR (harus bersama-sama dalam
menjalankan legislative power tersebut)
(Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 UUD 1945)
Ø Perbedaan peran Presiden dan DPR dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan sebelum dan sesudah amandemen :
SEBELUM
AMANDEMEN
|
SETELAH
AMANDEMEN
|
|
PRESIDEN
|
·
Mengajukan RUU
/ membentuk RUU
|
·
Mengajukan RUU
·
Memberikan
persetujuan RUU bersama DPR
|
DPR
|
·
Memberikan persetujuan
RUU / Ratifikasi
|
·
Mengajukan RUU
·
Memberikan
persetujuan RUU bersama presiden
|
Ø Sebelum amandemen, Presidenlah yang melaksanakan
kekuasaan pembentukan UU, sedangkan DPR melaksanakan pemberian persetujuannya
(Agar UU itu dapat terbentuk, maka kedua kewenangan tersebut harus dilaksanakan
bersama-sama).
Ø Maksud memberi persetujuan di sini tidak berarti
DPR harus selalu setuju dengan RUU dari Presiden, tapi artinya adalah DPR
menyatakan apakah menerima atau menolaK RUU itu.
Ø Konstitusi kita jelas tidak menganut ajaran Trias
Politica Montesquie yang mengatakan
bahwa di dalam suatu negara terdapat tiga kekuasaan yang terpisah satu sama
lain.
Ø KITA HANYA MENGANUT PEMBAGIAN KEKUASAAN /
DISTRIBUTION OF POWER
Ø Bukti pernyataan di atas :
1.
Presiden
bersama dengan DPR membentuk Undang Undang (Pasal 20 ayat (2) UUD 1945)
2.
Di Indonesia,
yang menjalankan fungsi legislatif ada di Presiden & DPR.
Ø Yang perlu kita ketahui bersama adalah PEMBENTUKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ADALAH RANAH LEGISLATIF (Artinya Presiden yang
merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi menjalankan fungsi
legislatif juga)
Ø Montesquie membagi kekuasaan dalam negara menjadi
:
a.
Kekuasaan
Legislatif = Kekuasaan membentuk dan menetapkan ketentuan-ketentuan hukum
b.
Kekuasaan
Eksekutif = Kekuasaan melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum
c.
Kekuasaan
Yudikatif = Kekuasaan mengawasi penerapan ketentuan-ketentuan hukum dan
menjatuhkan sanksi hukum bagi pelanggarnya.
Ø Pemegang kekuasaan negara di Indonesia :
a.
Kekuasaan
Legislatif = PRESIDEN dengan
persetujuan DPR
b.
Kekuasaan
Eksekutif = Presiden
c.
Kekuasaan
Yudikatif = MA, Badan Peradilan di bawahnya, dan MK
Ø Pemisahan kekuasaan ala Trias Politica Montesquie
= Kekuasaan negara harus dipisah-pisahkan dan masing-masing dilakukan oleh
organ tersendiri = Satu lembaga satu fungsi
Ø Montesquie memandang bahwa fungsi dan organ itu ADALAH SAMA / IDENTIK
Ø Kalau pemisahan kekuasaan, harusnya satu kekuasaan
tidak akan mengambil wewenang kekuasaan lainnya (saling kedap).
Ø Montesquie menganut pemisahan kekuasaan secara
kedap karena kesal dengan sistem pemerintahan Perancis.
Ø Sering kali dalam pemiasahan kekuasaan terjadi
kebuntuan politik, akhirnya diciptakan Check & Balances (pertama kali
diciptakan oleh AS)
Ø Namun, Presiden TIDAK DAPAT DIKATAKAN SEBAGAI ORGAN
KEKUASAAN LEGISLATIF, karena Presiden hanya memiliki fungsi legislasi (Pasal 5
ayat (1) UUD NRI 1945) (Suatu lembaga dikatakan sebagai organ kekuasaan
legislatif jika memenuhi 4 unsur, yakni legislasi, budgeting, monitoring, dan
approving)
Ø MPR TIDAK BERWENANG MEMBENTUK PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN (saat ini hanya berwenang membentuk peraturan internal saja)
Ø Mahkamah Konstitusi (MK) telah menegaskan posisi
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam proses pembahasan RUU bersama DPR dan
Presiden (Dalam putusan bernomor 79/PUU-XII/2014, ditetapkan bahwa DPD DAPAT
MENGAJUKAN RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara
DPR dan Presiden.)
Ø PERATURAN LEMBAGA NEGARA DI LUAR EKSEKUTIF DAN
LEGISLATIF HARUSNYA HANYA MENGATUR INTERNAL MEREKA
Lembaga pemerintah di bidang peraturan perundang-undangan
Ø Fungsi pemerintah : (Jellinek)
1.
Formil =
Mengatur (umum, abstrak, terus menerus) dan mengurus (individual, konkret,
sekali selesai)
2.
Materiil = Memerintah
dan melaksanakan
Ø Pemerintahan dalam arti luas (Van Vollenhoven) =
Ketataprajaan, keamanan/kepolisian, dan PENGATURAN.
Ø Oleh karenanya, Presiden yang memegang kekuasaan
pemerintahan memiliki arti bahwa Presiden bertugas menyelenggarakan pemerintah
termasuk juga pengaturan. Presiden dapat membentuk peraturan perundang-undangan
yang diperlukan oleh karena Presiden juga merupakan PEMEGANG KEKUASAAN PENGATURAN.
Ø Lembaga pemerintah = Lembaga di bidang eksekutif
Ø Yang termasuk lembaga pemerintah : (SETELAH
AMANDEMEN)
Layer 1
|
Presiden
|
TINGKAT
PUSAT
|
Layer 2
|
Wakil Presiden
|
|
Layer 3
|
Para Menteri, Lembaga Pemerintah Non Kementrian
/ LPNK, Jaksa Agung, Kapolri (bertanggung jawab ke Presiden)
|
|
Layer 4
|
Kepala Daerah & DPRD (Pemerintahan Daerah)
|
TINGKAT DAERAH
|
Ø Yang menjadi bawahan Presiden di daerah tidak
hanya kepala daerah, namun juga DPRD. Makanya disebut Pemerintahan Daerah (BUKAN PEMERINTAH DAERAH !!! Karena
kalau Pemda cuma refers to Kepala Daerah)
Ø Yang termasuk lembaga pemerintah di bidang
peraturan perundang-undangan :
1.
Presiden
2.
Para Menteri
3.
Lembaga
Pemerintah Non Kementrian
4.
Dirjen
5.
Pemerintahan
Daerah
Ø Sumber kewenangan dari SELURUH LEMBAGA PEMERINTAH DI BAWAH PRESIDEN YANG BERWENANG MEMBENTUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN adalah dari DELEGASI KEWENANGAN.
Ø Presiden :
a.
Sebagai
kepala negara = Presiden (bersama DPR) berwenang membentuk UU
b.
Sebagai
kepala pemerintahan = Presiden berwenang membentuk PP (Pasal 5 ayat (2) UUD),
Perpu (Pasal 22 UUD), dan Perpres (Interpretasi dari Pasal 4 ayat (1) UUD)
Ø Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 = Presiden menetapkan
peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.
(Aturan ini hampir ada di konstitusi setiap negara yang lahir setelah perang
dunia II)
Ø PP lahir bisa karena diperintah secara eksplisit
maupun implisit oleh suatu UU (yang penting tugas PP adalah menjelaskan UU)
Ø Perpu dan PP sama-sama dibentuk oleh Presiden,
namun :
a.
Fungsinya
beda
1.
PP berfungsi
untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya
2.
Perpu
berfungsi dalam keadaan genting memaksa
b.
Sumber
kewenangan
1.
PP dari
delegasi kewenangan
2.
Perpu dari
Atribusi Kewenangan
Ø PERPU LAHIR KETIKA DITETAPKAN OLEH PRESIDEN
(PENGESAHAN DPR SUPAYA PERPU ITU DIJADIKAN UU. OLEH KARENA ITU PERPU BERSIFAT
SEMENTARA)
Ø Alasan hadirnya Perpu :
1.
Ga ada Uunya
(mengisi kekosongan hukum); atau
2.
Norma di UU
tidak jelas
Ø PERPU TIDAK BISA MENGGANTI SUATU PASAL / SUATU UU
!!!
Ø UU dan Perpu setingkat karena materi muatannya
sama. Selain itu juga butuh persetujuan DPR untuk dapat diberlakukan
Ø Perbedaan UU dan Perpu :
1.
UU berlaku
permanen
2.
Perpu tidak
berlaku permanen (kalau tidak disetujui DPR, maka tidak berlaku. Ketika
disetujui DPR, maka langsung berubah menjadi UU)
Ø Sebenarnya Dekrit Presiden tidak ada dasar
hukumnya, namun publik nurut2 aja
Ø Wakil Presiden :
1.
Pembantu
Presiden (namun fungsinya tidak jelas karena tidak ada pengaturannya di
konstitusi)
2.
TIDAK BERWENANG MEMBENTUK PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
Ø Maklumat Wapres pada 1946 harusnya tidak sah
secara hukum karena Wapres tidak berwenang membentuk peraturan
perundang-undangan, namun, waktu itu belum diatur definisi dari peraturan
perundang—undangan dan hierarki peraturan perundangan-undangan. Selain itu maklumat
presiden tidak dianggap salah oleh masyarakat (publik nurut2 aja).
Ø Jenis-jenis menteri (SEBELUM AMANDEMEN) :
a.
Menteri
Departemen / Menteri Teknis = Memiiki kekuasaan pembentukan peraturan
perundang-undangan (kaarena mengurusi langsung masyarakat)
b.
Menteri
Negara = Tidak memiliki kekuasaan pembentukan peraturan perundang-undangan
(tidak mengurusi langsung masyarakat)
c.
Menteri
Koordinatoor
Ø Pemerintah melalui Peraturan Presiden No 47/2009
tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, mengubah semua bentuk
Departemen, Kantor Menteri Negara dan Kantor Menteri Koordinator menjadi
Kementerian Negara.
Ø Dengan Perpres 47/2009 itu, Pemerintah mengubah
sebutan Departemen, Kantor Menteri Negara dan Kantor Menteri Koordinator
menjadi Kementerian, yang terdiri dari tiga kantor Kementerian Koordinator,
yaitu Kementerian Koordinator Bidang Polhukam, Kementerian Perekonomian, dan
Kementerian Kesra.
Ø Sudi Silalahi (Mantan Sekneg) = “penggantian nama
ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas kerja di
masing-masing kementerian. Kebijakan atau kegiatan yang
tadinya tumpang tindih akan menjadi satu. Misalnya, ada satu fungsi yang sudah
ada di kementerian ini dan sana, kita koordinasikan. Selain itu, digantinya nama departemen menjadi
kementerian akan menghemat anggaran negara. Sebab, dengan digantinya nama itu
akan mengurangi tumpang-tindih tugas antara departemen dan kementerian negara. ”
Ø TIDAK ADA YANG NAMANYA PERATURAN MENTERI NEGARA
Ø Namun, ketika Zaman Soeharto, beberapa menteri
negara merangkap sebagai menteri departemen ( Ex : Menteri agraria merangkap
sebagai kepala BPN. Sebagai menteri agraria, menteri itu tidak berhak membentuk
peraturan perundang-undangan. Namun, sebagai kepala BPN, dia berhak membentuk
peraturan perundang-undangan)
Ø Sering kali muncul peraturan dengan judul “PERATURAN
MENTERI NEGARA AGRARIA / KEPALA BPN (INI SALAH BESAR KARENA SEBAGAI
MENTERI NEGARA, DIA TIDAK BERHAK MENGELUARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN !!!
HARUSNYA DIKSI “MENTERI NEGARA AGRARIA” DIHAPUS !!!)
Ø Contoh LPNK = BPOM, BAREKRAF, BNP2TKI, dll
Ø Setiap kepala LPNK memiliki kewenangan membentuk
peraturan perundang-undangan
Ø YANG BENAR ADALAH KEPALA LPNK-LPNK !! (BUKAN
KEPALA-KEPALA LPNK !!! Karena nanti seolah-olah kepala sebuah LPNK ada banyak)
Ø Kepala Daerah berwenang membentuk peraturan
perundang-undangan
Ø Lembaga Non struktural / LNS = Berada di bawah
Presiden namun tidak bertanggung jawab ke Presiden (dibilang di bawah Presiden
karena ruh dari sistem presidensil adalah Presiden sebagai kepala Pemerintahan
tertinggi, artinya tidak ada lembaga pemerintah setingkat Presiden).
Ø LNS sejatinya tidak berwenang membentuk peraturan
perundang-undangan, namun sekarang dalam prakteknya LNS memiliki kewenangan
untuk membentuk peraturan perundang-undangan (sumber kewenangannya adalah
Atribusi Kewenangan)
Ø Contoh LNS = Ombudsman, KONI, KOI, KPI, KPPU, dll
Materi Muatan / Alasan Pembentukan
Ø Materi muatan yang harus diatur dalam UU : (Pasal
10 UU 12/2011)
1.
Pengaturan
lebih lanjut mengenai ketentuan UUD (baik eksplisit [Ex : Pasal 23 UUD] maupun
penafsiran [Pasal 33 ayat (3) UUD]);
2.
Perintah
suatu UU agar suatu materi diatur dengan UU;
3.
Pengesahan
perjanjian internasional tertentu (Konvensi internasional baru bisa
diimplementasikan di Indonesia jika sudah ada hukum positif (UU) yang
menyatakan konvensi itu berlaku);
4.
Tindak lanjut
atas putusan MK (Ex: UU 9/2009 yang cuma berumur 1 bulan karena dibatalkan
seluruhnya oleh MK. Alasannya adalah dianggap liberalisasi pendidikan. MK lalu
menyuruh membentuk UU baru yang materinya ada di UU 9/2009 itu); dan/atau
5.
Pemenuhan
kebutuhan hukum dalam masyarakat (Ex : UU Tipikor dan UU KPK, dimana di UUD
tidak dibahas sama sekali soal korupsi).
Ø Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang- Undang sama dengan materi muatan Undang-Undang. (Pasal 11 UU 12/2011)
Ø Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi
untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya (Pasal 12 UU 12/2011).
Oleh karena itu, satu PP hanya menjalankan satu UU (Ga mungkin satu PP
menjalankan 2 / lebih UU sekaligus karena PP tidak mungkin lahir dari 2 induk)
Ø Materi muatan PP adalah materi muatan yang
diperintah UU untuk diatur dalam PP, termasuk halnya jika UU memberikan
wewenang pada PP untuk memuat ketentuan pidana maka PP dapat memuat ketentuan
pidananya (kalau tidak memberi wewenang, maka tidak boleh)
Ø Materi muatan PP :
1.
TIDAK BOLEH
MENGATUR MELEBIHI APA YANG DIATUR OLEH UU
2.
TIDAK BOLEH
MENGATUR SUATU HAL YANG TIDAK PERNAH DIATUR OLEH UU
3.
TIDAK BOLEH
MENGATUR SUATU HAL YANG BERTENTANGAN DENGN UU
Ø Materi muatan Perpres : (Pasal 13 UU 12/2011)
1.
Menjalankan
Peraturan Perundang-undangan di atasnya (materi yang diperintahkan oleh
Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah)
2.
Untuk
menjalankan kekuasaan pemerintahan (Penafsiran dari Psal 4 ayat (1) UUD 1945
dan Konsep Pemerintah Jellinek [MENGATUR
dan mengurus])
Ø Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi
khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi. (Pasal 14 UU 12/2011)
Ø Materi muatan Peraturan Desa :
1.
Menjabarkan
peraturan perundang-undangan di atasnya
2.
Mengatur
perjalanan urusan pemerintahan desa
Pengetahuan umum
Ø Norma hukum yang bersifat penetapan adalah norma
yang keberlakuannya sekali selesai.
Ø Keputusan :
a.
Dikeluarkan
oleh eksekutif
b.
Sifatnya
aktif (karena keputusan ada berdasarkan inisiatif pemerintah)
c.
Terbagi atas
:
1.
Abstrak,
umum, terus menerus (Ex : Keppres)
2.
Penetapan
Ø Putusan :
a.
Dibentuk oleh
yudikatif
b.
Sifatnya
pasif (karena putusan ada kalau ada yang berperkara)
c.
Bersifat
individual konkret
Ø Dalam sistem parlementer, menteri bertanggung
jawab kepada Perdana Menteri (tidak ada pembagian kekuasaan)
Ø Ciri-ciri konstitusi Indonesia :
- Dapat
diubah (tidak seperti Amerika yang dianggap sakral dan tidak bisa diubah)
-
Gabungan pandangan barat dan timur
Ø DPD tetap dikatakan sebagai lembaga negara yang
berwenang membentuk peraturan perundang-undangan karena DPD bisa juga berinisiatif
mengusulkan UU !! (Namun, posisi DPD lebih rendah dari DPR dalam kekuasaan
pembentuk peraturan perundang-undangan)
Ø BPK mensupport kerjanya DPR (Bagi DPR, BPK adalah
supporting body DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan DPR. Bagi Presiden, BPK
seolah DPA dalam hal keuangan negara)
Ø Setelah amandemen, DPA dibubarkan
Ø Pejabat setingkat menteri = Jaksa Agung,
Kapolri,dll
Ø Perbedaan kotamadya dan kabupaten = Dari aspek
struktur pemerintahan, di wilayah kotamadya dibentuk kecamatan dan kelurahan,
sementara di wilayah kabupaten terdapat kecamatan, kelurahan, dan DESA ATAU
KAMPUNG ATAU GAMPONG.
CONTOH SOAL
?) Apakah ketika
Perpu dikeluarkan oleh DPR pada 1 Januari, lalu terjadi pelanggaran terhadap
Perpu itu pada 1 Februari dan memenuhi ketentuan pidana di Perpu itu, kemudian
Perpu dicabut oleh DPR pada 1 April, apakah kejahatan itu bisa diproses
berdasarkan Perpu itu ?
+) Tergantung pada
ketentuan RUU Pencabut Perpu tersebut, apakah kejahatan itu bisa diproses
berdasarkan Perpu itu atau tidak. Pasal 52 ayat (6) dan ayat (7) UU 12/2011 berbunyi:
(6) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), DPR atau Presiden mengajukan
Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang.
(7) Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
mengatur segala akibat hukum dari
pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
Dari pasal-pasal
di atas dapat kita ketahui bahwa secara hukum, DPR atau Presidenlah yang
mengajukan Rancangan Undang-Undang ("RUU") tentang pencabutan PERPU. RUU YANG DIAJUKAN ITU MENGATUR SEGALA
AKIBAT HUKUM DARI PENCABUTAN PERPU. Sebagai contoh dapat kita temui dalam
UU No. 3 Tahun 2010 tentang Pencabutan PERPU No. 4 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(“UU 3/2010”). Pasal 3 UU a quo menyatakan
bahwa, “Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pimpinan Sementara Komisi
Pemberantasan Korupsi dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya
berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sampai dengan tanggal 4 Maret 2010 TETAP SAH DAN MENGIKAT. ”
Lukas 16 : 10
"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar."
No comments:
Post a Comment