Tuesday, 13 December 2016

RANGKUMAN HUKUM LINGKUNGAN – PASCA UTS

 *Catatan ini hanya sebagai pembantu dalam belajar dan bukan menjadi satu-satunya sumber dalam belajar. Sekiranya ini hanya sebagai reminder dan teman-teman bisa belajar dari sumber lain:) Saran dan komentar sangat terbuka untuk saya. Selamat Belajar :D


Perdata
·         Prosedur Pertanggungjawaban Perdata di Indonesia :
1.       Hak Gugat
a.       Perseorangan
b.      Badan Usaha
c.       Pemerintah / Pemda = Pasal 90 (1) UUPPLH
2.       Gugatan Perwakilan
a.       Class Action
b.      Citizen Law Suit
c.       Hak gugat organisasi
3.       Mediasi
4.       Anti SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation) = Pasal 66 UUPPLH (Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata)
·         Dalam Hukum Lingkungan, yang dibahas HANYA NON CONTRACTUAL LIABILITY (karena dalam hal lingkungan, pelanggaran yang terjadi pasti hanya dalam hal non contractual liability. Ga mungkin manusia melakukan perjanjian [contract] dengan lingkungan)
·         Pertanggungjawaban Perdata di Amerika (Common Law) :
a.       Contractual Liability
b.      Non Contractual Liability (Tort) :
1.       Negligence = BASED ON FAULT, Duty, Breach of duty, Damage, Causation
2.       Nuisance = Something offensive or annoying to individuals or to the community, especially in violation of their legal rights.
3.       Trespass = a wrongful entry upon the lands of another; an unlawful act causing injury to the person, property, or rights of another, committed with force or violence, actual or implied.
4.       Strict Liability = Liability without fault
·         Pertanggungjawaban perdata di Indonesia :
a.       Kontraktual = Wanprestasi
b.      Non Kontraktual :
1.       Perbuatan Melawan Hukum (PMH), unsur2nya :
- Kesalahan
- Kerugian
- Kausalitas
2.       Strict Liability, unsur-unsurnya :
- Kerugian
- Kausalitas
·         Liability :
a.       Based on Fraud
1.       PMH = Pasal 1365 BW / 87 UUPPLH
b.      With not Fraud
1.       Strict Liability = Pasal 88 UUPPLH
2.       Absolute Liability
·         Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur – unsur  sebagai berikut:
1.     Adanya suatu perbuatan;
2.     Perbuatan tersebut melawan hukum;
3.     Adanya kesalahan dari pihak pelaku;
4.     Adanya kerugian bagi korban;
5.     Adanya hubungan kausal antara perbuatan – perbuatan dengan kerugian;
·         Pasal 87 UUPPLH = Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan KERUGIAN pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu = PMH
·         Penjelasan Pasal 87 UUPPLH = Ketentuan dalam ayat ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum lingkungan hidup yang disebut asas pencemar membayar. Selain diharuskan membayar ganti rugi, pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk:
a.       memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan;
b.      memulihkan fungsi lingkungan hidup; dan/atau
c.       menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
·         Kalau tidak ada kesalahan, maka tidak ada PMH !!!
·         Pasal 88 UUPPLH = Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup BERTANGGUNG JAWAB MUTLAK atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan = Strict Liability
·         Penjelasan Pasal 88 UUPPLH = Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab mutlak” atau strict liability adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu.
·         STRICT LIABILITY :
1.       LIABILITY WITHOUT FAULT
2.       Tanggung Jawab mutlak
3.       Tidak dibahas unsur kesalahannya
4.       Pertanggungjawaban tanpa kesalahan
·         Berdasarkan strict liability, kecelakaan reaktor nuklikr Fukushima yang meskipun force majeur adalah tanggung jawab si pemilik reaktor (bodo amat dengan force majeur) (sepanjang lu berani “bermain” dengan barang berbahaya, lu harus bertanggung jawab atas risiko-risikonya)
·         Kesalahan tidak perlu dibuktikan dalam Strict Liability
·         Unsur Kesalahan = schuldelement = Suatu kegagalan seseorang untuk hidup dengan sikap yang ideal, yakni sikap yang biasa dan normal dalam suatu pergaulan masyarakat. Sikap yang demikian kemudian mengkristal dalam istilah hukum yang disebut dengan standar “manusia yang normal dan wajar (reasonable man)”.
·         Suatu tindakan dianggap oleh hukum mengandung unsur kesalahan jika memenuhi unsur – unsur sebagai berikut:
a.       Adanya unsur kesengajaan atau adanya unsur kelalaian (negligence, culpa), dan
b.      Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsgrond), seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain – lain;
·         Strict Liability bukanlah PMH tanpa kesalahan !!!
·         Unsur Strict Liability menurut Munir Fuady adalah :
1.       PMH
2.       Kerugian
3.       Kausalitas
·         Pendapat Munir Fuady ini adalah SALAH karena harusnya dalam Strict Liability tidak dibahas apakah ada PMH atau tidak.
·         Contoh ketentuan strict liability yang SALAH dalam peraturan perundang-undangan Indonesia :
a.       Pasal 28 UU No. 8 / 1999 = (Masih ada unsur kesalahannya)
b.      Pasal 35 (1) UU No. 18 / 2008 = (Tidak ada ketentuan strict liabilitynya)
·         Jika ada unsur kesalahan dalam suatu kasus, maka digunakan PMH untuk menyelesaikan kasus tersebut.
·         Alasanya hadirnya Strict Liability :
1.       Pembuktian kesalahan sulit, sehingga seringkali korban gagal memperoleh ganti rugi
2.       Karena kemungkinan lepas dari tanggung jawab perdata maka pelaku usaha seringkali menjadi tidak hati-hati (sehingga butuh Strict Liability untuk membuat pelaku usaha lebih berhati-hati)
·         Kegunaan Strict Liability = Dapat digunakan ketika terjadi pencemaran / kerugian namun sulit untuk membuktikan adanya kesalahan izin.
·         Yang harus dibuktikan oleh Penggugat jika menggunakan Strict Liability menurut UUPPLH : (Pasal 88 UUPPLH) (Semua harus terpenuhi !!!)
1.       Membuktikan bahwa kegiatan tergugat masuk dalam Abnormally Dangerous Activity
2.       Adanya Kerugian
3.       Adanya Kausalitas (Harus ada hubungan antara kerugian seseorang dengan kerugian yang dideritanya)
·         Abnormally Dangerous Activity = Ancaman Serius = Terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dampaknya berpotensi tidak dapat dipulihkan kembali.
·         Suatu usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL PASTI DAPAT DIKENAKAN STRICT LIABILITY (Karena usaha dan / atau kegiatan yang jawib AMDAL pasti memiliki dampak penting dan besar terhadap lingkungan)
·         Cara menghitung kerugian : (Permen Lingkungan Hidup 13 / 2011):
a.       Use Value
b.      Existence Value
1.       Option Value
2.       Vicarious Value
3.       Intertemporal Value (Generasi yang akan datang)
c.       Instrinsic Value
·         Use Value and Exsistence Value = Berhubungan dengan manusia.
·         Intrinsic Value adalah abstrak / filosofis.
·         Mekanisme kompensasi kerugian :
1.       Tanggung jawab dan asuransi tanggung jawab = Sama kayak model asuransi pada umumnya (Ketika perusahaan harus membayar denda lingkungan, maka pihak asuransi yang bayarin)
2.       Perjanjian Pembagian Risiko (Risk Sharing Agreement)
3.       Asuransi Pihak Pertama (First Party Insurance)
4.       Asuransi Kerugian Lingkungan (Environmental Damage Insurance)
·         Dana Kompensasi :
1.       Guarantee Funds
2.       Complementary & Autonomous Compensation Funds
3.       Limitation Fund
4.       Advancement Fund
5.       General Compentastion Systems
6.       Direct Compensation by the state
·         Teori Kausalitas :
a.       Conditio Sine Qua Non = tiap-tiap syarat yang menjadi penyebab suatu akibat yang tidak dapat dihilangkan (weggedacht) dari rangkaian faktor-faktor yang menimbulkan akibat harus dianggap “causa” (akibat). (Von Buri)
b.      Adequate Theory = perbuatan harus memiliki keseimbangan dengan akibat yang sebelumnya dapat diketahui, setidak-tidaknya dapat diramalkan dengan pasti oleh pembuat = yang menjadi sebab dari rangkaian faktor-faktor yang berhubungan dengan terwujudnya delik, hanya satu sebab saja yang dapat diterima, yakni yang sebelumnya telah dapat diketahui oleh pembuat) . (Von Kries)
·         Dalam UUPPLH yang baru, tidak ada alasan pengecualian strict liability layaknya UUPPLH yang lama (Buka Pasal 35 UUPPLH lama)
·         Karena tidak ada pembatasan, maka seolah-olah tercipta Absolute Liability
·         Absolute Liability = Strict Liability tanpa pembatasan / pengecualian
·         Jika Penggugat mendasarkan positanya dengan strict liability, maka petitumnya adalah, “Menyatakan Tergugat Bertanggung Jawab Mutlak” (DIKSINYA JANGAN, “MENYATAKAN TERGUGAT BERSALAH MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM”)
·         MA menganggap bahwa :
1.       Strict Liability sebagai bagian dari pembuktian
2.       Masih ada defence atau pengecualian terhadap Strict Liability, yakni jika :
- Kegiatan tergugat tidak menggunakan B3, tidak menghasilkan limbah B3, atau tidak menimbulkan ancaman serius lainnya
- Pencemaran / Kerusakan tidak disebabkan oleh force majeur.
·         TIDAK ADA PEMBUKTIAN TERBAIK DALAM STRICT LIABILITY !!!
·         Res Ipsa Loquitur = The Thing Speaks For Itself = benda tersebut yang berbicara = Suatu doktrin dalam bidang pembuktian perdata yang menentukan bahwa pihak korban dari suatu PMH dalam bentuk kelalaian dalam kasus-kasus tertentu tidak perlu membuktikan adanya unsur kelalaian dari pihak pelaku, tetapi cukup dengan menunjukkan fakta yang terjadi dan menarik diri sendiri kesimpulan bahwa pihak pelaku kemungkinan besar melakukan PMH tersebut.
·         Perbedaan :
a.       Doktrin Res Ipsa Loquitur = Yang ditekankan adl. Penunjukkan fakta kejadian oleh korban, meskipun diberikan hak kepada pihak yang disangka sebagai pelaku untuk membuktikan ketidak bersalahannya.
b.      Doktrin Tanggungjawab Mutlak = Yang ditekankan adl. Penunjukkan fakta kejadian oleh korban dan tanggungjawab oleh pihak yang disangka sebagai pelaku, tanpa diberikan hak kepada yang disangka sebagai pelaksana untuk membuktikan ketidak bersalahannya.
·         Alasan Strict Liability dan PMH sering dimasukkan bersama-sama dalam suatu gugatan :
1.       Strict Liability belum terlalu dikenal di Indonesia (sehingga suka dicampur aduk)
2.       Sebagai upaya terakhir ketika hakim memandang tidak ada kesalahan di kasus a quo
·         Pasal 89 (1) UUPPLH = Tenggat kedaluwarsa untuk mengajukan gugatan ke pengadilan mengikuti tenggang waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dihitung sejak diketahui adanya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
·         Pasal 89 (2) UUPPLH = Ketentuan mengenai tenggat kedaluwarsa tidak berlaku terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan dan/atau mengelola B3 serta menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3
PIDANA
·         Karakteristik Tindak Pidana :
1.       Abstract Endangerment :
- Administratively dependant crimes
- Yang dipidana bukan pencemaran, tetapi pelanggaran ketentuan administratif
2.       Concrete endangerment :
- Administratively dependant crimes
- Ada ancaman pencemaran / kerusakan lingkungan
3.       Serious Environmental Pollution
- Administratively Indpendent Crimes = Yang dipidana adalah pencemaran (akibat perbuatan) tanpa memerhatikan ada atau tidak pelanggaran syarat administrasi oleh terdakwa
- Perbuatan mengakibatkan / menimbulkan risiko / ancaman munculnya pencemaran / kerusakan lingkungan yang sangat serius
- Pidana dapat dijatuhkan meskipun tidak ada ketentuan administratif yang dilanggar (tidak ada syarat melanggar hukum)
4.       Vague Norms (abu-abu) :
- Pelanggaran terhadap duty of care
- Duty of care bersifat umum dan kewajibannya tidak ditentukan detail di UU
GENERAL CRIME
SPECIFIC CRIME
Independent Administrative
Dependent Administrative
Aktual
Faktual
Materiil
Formil
Ancaman Berat
Ancaman Lebih Ringan
Mati, Tecemar
Sakit, tercemar

·         Delik Formil = perbuatan yang melanggar hukum terhadap aturan-aturan hukum administrasi, jadi untuk pembuktian terjadinya delik formil tidak diperlukan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup seperti delik materil, tetapi CUKUP DENGAN MEMBUKTIKAN PELANGGARAN HUKUM ADMINISTRASI.
·         Delik Materiil = perbuatan melawan hukum YANG MENYEBABKAN PENCEMARAN ATAU  PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP yang tidak perlu memerlukan pembuktian pelanggaran aturan-aturan hukum administrasi seperti izin.
·         Pidana di UUPPLH dicampur antara ultimum remidium dan primum remidium
·         Ultimum Remidium = Administrasi dulu baru pidana
·         Primum Remidimum = Tidak ada administrasi dulu
·         Melawan hukum = Bakar hutan, buang limbah, dll
·         Melawan peraturan perundang-undangan (administratif) = Melanggar izin, dl
·         Penyidik : (Pasal 94 (1) UUPPLH) (Hanya dua ini yang boleh melakukan penyidikan)
1.       Pejabat Polri
2.       Pejabat Pegawai Sipil (PPNS)
·         Sistem Penyidikan oleh PPNS = PPNS à Penyidikan (Koordinasi dengan Pejabat Polri) à JPU (PPNS saling kerja sama juga dengan pejabat Polri. Sistemnya begini karena dulu pas tidak saling kerjasama, sering setelah PPNS menyidik, malah sering di stop di POLRI)
·         Pelaku Pidana dalam UUPPLH :
a.       Orang
b.      Korporasi
- Pemberi Perintah
- Badan Hukum
- Pemimpin Korporasi
·         Orang = “Barangsiapa” menurut UUPPLH ditambah dengan “Pelaku Pidana” dalam KUHP : “Barangsiapa” : Orang + Pasal 55 KUHP :
1.       Yang melakukan = Menurut R. Soesilo Seseorang yang sendirian telah berbuat mewujudkan segala anasir atau elemen dari tindak pidana, serta pelaku telah memenuhi semua unsur delik yang ia lakukan.
2.       Yang menyuruh melakukan = Disini ada 2 orang yaitu yang menyuruh dan yang disuruh, dimana seseorang mempunyai kehendak untuk melakukan tindak pidana, tetapi dia tidak melaksanakannya sendiri melainkan menyuruh oranglain utnuk melakukannya. Dalam hal doenpleger, yang menyuruh diancam pidana sebagaimana seorang pelaku, namun yang disuruh itu tidak dapat dijatuhi hukum pidana, karena yang disuruh tersebut mempunyai syarat jika dalam keadaan overmacht, sakit jiwa, perintah jabatan dan lain-lain.
3.       Yang turut melakukan = Dalam turut melakukan dalam arti kata bersama-sama melakukan, sedikit-dikitnya ada dua orang yaitu orang yang melakukan dan orang yang turut melakukan. Dalam turut melakukan, beberapa orang bersama-sama melakukan tindak pidana =  Adanya kerjasama secara sadar
4.       Yang membujuk = seseorang mempunyai kehendak untuk melakukannya sendiri, melainkan menggerakkan orang lain untuk melaksanakan niatnya itu
Dan pasal 56 KUHP
5.       Yang membantu melakukan = Niat tindak pidana ada di yang dibantu, si pembantu sebatas membantu saja
·         Pasal 116 ayat (1) UUPPLH = Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada: a. badan usaha; dan/atau b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
·         Pasal 116 ayat (1) UUPPLH :
a.       Badan Usaha
b.      Orang :
1.       Pemberi perintah untuk melakukan tindak pidana
2.       Pemimpin kegiatan tindak pidana
·         Pasal 117 = Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf b, ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga
·         Pasal 118 = Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selaku pelaku fungsional
·         Pemimpin faktual / Pemberi perintah dapat dianggap memenuhi syarat untuk dipidana jika : (Kriteria Slavenburg)
1.       Memiliki kewenangan
2.       Melakukan Perbuatan sesuai dengan kewenangannya tersebut
3.       Telah lalai mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mencegah terjadinya perbuatan pidana tersebut
4.       Secara sadar menerima bahwa ada perbuatan pidana yang kemungkinan akan terjadi
·         Kriteria Tanggung Jawab Korporasi :
1.       Power
2.       Acceptance
·         Pemimpin Faktual tidak harus CEO, yang penting punya Power & Acceptance
·         Konstruksi Tindak Pidana Korporasi menurut UUPPLH :
1.       Konstruksi 1 (Pasal 116 (1) huruf a jo. Pasal 118 UUPPLH)
a.       Subjek = Badan Usaha dan Pemimpin Badan Usaha
b.      Syarat :
- Wewenang, dan
- Menerima (menyetujui, membiarkan, tidak cukup melakukan pengawasan, atau memiliki kebijakan yang memungkinkan tindak pidana terjadi)
2.       Konstruksi 2 (Pasal 116 (1) huruf b jo. Pasal 117)
a.       Subjek = Orang yang memerintahkan Tindak Pidana dan Orang yang memimpin tindak pidana
b.      Syarat :
1.       Untuk, oleh, atau atas nama badan usaha (Pasal 116 (1) UUPPLH), atau
2.       Bekerja dalam lingkup badan usaha berdasarkan hubungan kerja atau hubungan lain (Pasal 116 (2)
c.       Yang dipidana :
1.       Pemimpin / Pemberi Perintah tindak pidana = Pasti diperberat + Sanksi 1/3
2.       Badan Usaha tidak akan kena
3.       Pelaku langsung bisa kena bisa tidak
4.       Pemimpin Badan Usaha kena
·         Pasal 119 = Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
b. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;
c. perbaikan akibat tindak pidana;
d. pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
e. penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
·         Keberadaan Pasal 119 masih debateable karena di satu sisi terkesan ada double pidana kepada perusahaan sebagai subjek hukum, namun Pasal 119 ini juga sebagai alat mematikan perusahaan itu (tidak Cuma mematikan pengurusnya aja)
PEMIDANAAN KORPORASI
·         Teori Pemidanaan Korporasi :
1.       Respondeat Superior = Allous imposition of corporation liability for criminal acts performed by officers & agents in the course of their employment, without regard to their status in the corporation hierarchy or if there was an absence of management complicity
2.       Direct Liability :
a.       Lord Reid = “A living person has a mind which can have knowledge or intention or be negligent and he has hands to carry out his intentions. A corporation has none of them. Then, the person who acts is not speaking or acting for the company.
b.      Yang diuji adalah apakah seseorang merepresentasikan “the directing mind and will of the company
3.       Delegation Principle :
a.       Menurut Pinto & Evans, dalam Prinsip ini, “an offence can only be committed by the office holder, but he can’t avoid his statutory obligations by delegating to another” (Bahwa ada kewajiban hukum yang dipikul oleh the office holder)
4.       Organizational / Corporate Cultural Model :
a.       Diterima di Australia :
b.      Sjahdeni = Pendekatan ini memfokuskan pada kebijakan korporasi yang mempengaruhi cara korporasi menjalankan usahanya
c.       Korporasi bertangung jawab atas tindak pidana pegawai, apabila pegawai ini meyakini bahwa orang yang memiliki kekuasaan di dalam korporasi telah memberinya wewenang ata mengizinkan dilakukan tindak pidana itu
5.       Aggregation Model :
a.       Pertanggung jawaban korporasi didasarkan pada penjumlahan “state of mind” atau “culpability” dari tiap individu yang mewakili korporasi (representatives). Agregasi ini tidak berarti benar-benar menjumlah semua pikiran, tetapi adalah membandingkan pikiran satu orang dengan orang lainnya
b.      Contoh kasus : US VS Bank of New England (Bank dianggap tahu semuanya karena dianggap bertanggung jawab atas kegagalan melakukan laporan)
PENGETAHUAN UMUM
·         Bagian Pembuktian dalam penegakan hukum di bidang PPLH didasarkan pada Keputusan Ketua MA No. 36 / KMA / SK / II / 2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup
·         Format gugatan primer / subsider hanya ada di hukum pidana ! Harusnya Strict Liability tidak bisa dimasukkan bersama dengan gugatan PMH.
·         Melewati baku mutu belum tentu pencemaran !!!! (karena bisa saja melewati batas karena faktor alam, namun di UUPPLH setiap melewati baku mutu bisa dipidana. Hal ini tentunya tidak adil )
·         Yang menentukan terjadinya pencemaran / tidak adalah Baku Mutu Ambien (BUKAN BAKU MUTU EFFLUENT !!!)
·         

·         Pasal 163 HIR = Barang siapa, yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu.
·         Pasal 1865 BW = Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.

·         Pasal 42 (1) UUPPLH = Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup.


Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan. (Amsal 4:23)

No comments:

Post a Comment