*Catatan ini hanya sebagai pembantu dalam belajar dan bukan menjadi satu-satunya sumber dalam belajar. Sekiranya ini hanya sebagai reminder dan teman-teman bisa belajar dari sumber lain:) Saran dan komentar sangat terbuka untuk saya. Selamat Belajar :D
Perdata
·
Prosedur
Pertanggungjawaban Perdata di Indonesia :
1.
Hak Gugat
a.
Perseorangan
b.
Badan Usaha
c.
Pemerintah /
Pemda = Pasal 90 (1) UUPPLH
2.
Gugatan
Perwakilan
a.
Class Action
b.
Citizen Law
Suit
c.
Hak gugat
organisasi
3.
Mediasi
4.
Anti SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public
Participation) = Pasal 66 UUPPLH (Setiap orang yang memperjuangkan hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun
digugat secara perdata)
·
Dalam Hukum
Lingkungan, yang dibahas HANYA NON
CONTRACTUAL LIABILITY (karena dalam hal lingkungan, pelanggaran yang
terjadi pasti hanya dalam hal non contractual liability. Ga mungkin manusia
melakukan perjanjian [contract] dengan lingkungan)
·
Pertanggungjawaban
Perdata di Amerika (Common Law) :
a.
Contractual
Liability
b.
Non
Contractual Liability (Tort) :
1.
Negligence = BASED ON FAULT, Duty, Breach of duty,
Damage, Causation
2.
Nuisance = Something
offensive or annoying to individuals or to the community, especially in
violation of their legal rights.
3.
Trespass = a
wrongful entry upon the lands of another; an unlawful act causing injury to the
person, property, or rights of another, committed with force or violence,
actual or implied.
4.
Strict
Liability = Liability without fault
·
Pertanggungjawaban
perdata di Indonesia :
a.
Kontraktual =
Wanprestasi
b.
Non
Kontraktual :
1.
Perbuatan Melawan Hukum (PMH), unsur2nya :
-
Kesalahan
-
Kerugian
-
Kausalitas
2.
Strict Liability, unsur-unsurnya :
- Kerugian
-
Kausalitas
·
Liability :
a.
Based on
Fraud
1.
PMH = Pasal
1365 BW / 87 UUPPLH
b.
With not
Fraud
1.
Strict
Liability = Pasal 88 UUPPLH
2.
Absolute
Liability
·
Sesuai dengan
ketentuan dalam pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum
haruslah mengandung unsur – unsur
sebagai berikut:
1.
Adanya suatu perbuatan;
2.
Perbuatan tersebut melawan hukum;
3.
Adanya kesalahan dari pihak pelaku;
4.
Adanya kerugian bagi korban;
5.
Adanya hubungan kausal antara perbuatan – perbuatan dengan kerugian;
·
Pasal 87
UUPPLH = Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan
perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan KERUGIAN pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti
rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu = PMH
·
Penjelasan
Pasal 87 UUPPLH = Ketentuan dalam ayat ini merupakan realisasi asas yang ada
dalam hukum lingkungan hidup yang disebut asas pencemar membayar. Selain diharuskan
membayar ganti rugi, pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup dapat pula
dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah
untuk:
a.
memasang atau
memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu
lingkungan hidup yang ditentukan;
b.
memulihkan
fungsi lingkungan hidup; dan/atau
c.
menghilangkan
atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup.
·
Kalau tidak ada kesalahan, maka tidak ada PMH !!!
·
Pasal 88
UUPPLH = Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup BERTANGGUNG JAWAB MUTLAK atas kerugian yang terjadi tanpa perlu
pembuktian unsur kesalahan = Strict Liability
·
Penjelasan
Pasal 88 UUPPLH = Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab mutlak” atau strict liability
adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai
dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam
gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti
rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup
menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu.
·
STRICT LIABILITY :
1.
LIABILITY WITHOUT FAULT
2.
Tanggung Jawab mutlak
3.
Tidak dibahas unsur kesalahannya
4.
Pertanggungjawaban tanpa kesalahan
·
Berdasarkan
strict liability, kecelakaan reaktor nuklikr Fukushima yang meskipun force
majeur adalah tanggung jawab si pemilik reaktor (bodo amat dengan force majeur)
(sepanjang lu berani “bermain” dengan barang berbahaya, lu harus bertanggung
jawab atas risiko-risikonya)
·
Kesalahan
tidak perlu dibuktikan dalam Strict Liability
·
Unsur
Kesalahan = schuldelement = Suatu
kegagalan seseorang untuk hidup dengan sikap yang ideal, yakni sikap yang biasa
dan normal dalam suatu pergaulan masyarakat. Sikap yang demikian kemudian
mengkristal dalam istilah hukum yang disebut dengan standar “manusia yang
normal dan wajar (reasonable man)”.
·
Suatu
tindakan dianggap oleh hukum mengandung unsur kesalahan jika memenuhi unsur –
unsur sebagai berikut:
a.
Adanya unsur
kesengajaan atau adanya unsur kelalaian (negligence,
culpa), dan
b.
Tidak ada
alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsgrond),
seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain – lain;
·
Strict
Liability bukanlah PMH tanpa kesalahan !!!
·
Unsur Strict
Liability menurut Munir Fuady adalah :
1.
PMH
2.
Kerugian
3.
Kausalitas
·
Pendapat
Munir Fuady ini adalah SALAH karena harusnya dalam Strict Liability tidak
dibahas apakah ada PMH atau tidak.
·
Contoh
ketentuan strict liability yang SALAH
dalam peraturan perundang-undangan Indonesia :
a.
Pasal 28 UU
No. 8 / 1999 = (Masih ada unsur kesalahannya)
b.
Pasal 35 (1)
UU No. 18 / 2008 = (Tidak ada ketentuan strict
liabilitynya)
·
Jika ada unsur
kesalahan dalam suatu kasus, maka digunakan PMH untuk menyelesaikan kasus
tersebut.
·
Alasanya
hadirnya Strict Liability :
1.
Pembuktian
kesalahan sulit, sehingga seringkali korban gagal memperoleh ganti rugi
2.
Karena
kemungkinan lepas dari tanggung jawab perdata maka pelaku usaha seringkali
menjadi tidak hati-hati (sehingga butuh Strict Liability untuk membuat pelaku
usaha lebih berhati-hati)
·
Kegunaan
Strict Liability = Dapat digunakan ketika terjadi pencemaran / kerugian namun
sulit untuk membuktikan adanya kesalahan izin.
·
Yang harus
dibuktikan oleh Penggugat jika menggunakan Strict Liability menurut UUPPLH :
(Pasal 88 UUPPLH) (Semua harus terpenuhi !!!)
1.
Membuktikan
bahwa kegiatan tergugat masuk dalam Abnormally
Dangerous Activity
2.
Adanya
Kerugian
3.
Adanya
Kausalitas (Harus ada hubungan antara kerugian seseorang dengan kerugian yang
dideritanya)
·
Abnormally
Dangerous Activity = Ancaman Serius = Terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang dampaknya berpotensi tidak dapat dipulihkan kembali.
·
Suatu usaha
dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL PASTI DAPAT DIKENAKAN STRICT LIABILITY
(Karena usaha dan / atau kegiatan yang jawib AMDAL pasti memiliki dampak
penting dan besar terhadap lingkungan)
·
Cara
menghitung kerugian : (Permen Lingkungan Hidup 13 / 2011):
a.
Use Value
b.
Existence
Value
1.
Option Value
2.
Vicarious
Value
3.
Intertemporal
Value (Generasi yang akan datang)
c.
Instrinsic
Value
·
Use Value and
Exsistence Value = Berhubungan dengan manusia.
·
Intrinsic
Value adalah abstrak / filosofis.
·
Mekanisme
kompensasi kerugian :
1.
Tanggung
jawab dan asuransi tanggung jawab = Sama kayak model asuransi pada umumnya
(Ketika perusahaan harus membayar denda lingkungan, maka pihak asuransi yang
bayarin)
2.
Perjanjian
Pembagian Risiko (Risk Sharing Agreement)
3.
Asuransi
Pihak Pertama (First Party Insurance)
4.
Asuransi
Kerugian Lingkungan (Environmental Damage
Insurance)
·
Dana
Kompensasi :
1.
Guarantee
Funds
2.
Complementary
& Autonomous Compensation Funds
3.
Limitation
Fund
4.
Advancement
Fund
5.
General
Compentastion Systems
6.
Direct
Compensation by the state
·
Teori Kausalitas
:
a.
Conditio Sine
Qua Non = tiap-tiap syarat yang menjadi penyebab suatu akibat yang tidak dapat
dihilangkan (weggedacht) dari rangkaian faktor-faktor yang menimbulkan akibat
harus dianggap “causa” (akibat). (Von Buri)
b.
Adequate
Theory = perbuatan harus memiliki keseimbangan dengan akibat yang sebelumnya
dapat diketahui, setidak-tidaknya dapat diramalkan dengan pasti oleh pembuat = yang
menjadi sebab dari rangkaian faktor-faktor yang berhubungan dengan terwujudnya
delik, hanya satu sebab saja yang dapat diterima, yakni yang sebelumnya telah
dapat diketahui oleh pembuat) . (Von Kries)
·
Dalam UUPPLH
yang baru, tidak ada alasan pengecualian strict
liability layaknya UUPPLH yang lama (Buka Pasal 35 UUPPLH lama)
·
Karena tidak
ada pembatasan, maka seolah-olah tercipta Absolute Liability
·
Absolute
Liability = Strict Liability tanpa pembatasan / pengecualian
·
Jika
Penggugat mendasarkan positanya dengan strict liability, maka petitumnya
adalah, “Menyatakan Tergugat Bertanggung Jawab Mutlak” (DIKSINYA JANGAN, “MENYATAKAN TERGUGAT BERSALAH MELAKUKAN PERBUATAN
MELAWAN HUKUM”)
·
MA menganggap
bahwa :
1.
Strict
Liability sebagai bagian dari pembuktian
2.
Masih ada defence atau pengecualian terhadap
Strict Liability, yakni jika :
-
Kegiatan tergugat tidak menggunakan B3, tidak menghasilkan limbah B3, atau
tidak menimbulkan ancaman serius lainnya
-
Pencemaran / Kerusakan tidak disebabkan oleh force majeur.
·
TIDAK ADA
PEMBUKTIAN TERBAIK DALAM STRICT LIABILITY !!!
·
Res Ipsa
Loquitur = The Thing Speaks For Itself = benda tersebut yang berbicara = Suatu
doktrin dalam bidang pembuktian perdata yang menentukan bahwa pihak korban dari
suatu PMH dalam bentuk kelalaian dalam kasus-kasus tertentu tidak perlu
membuktikan adanya unsur kelalaian dari pihak pelaku, tetapi cukup dengan
menunjukkan fakta yang terjadi dan menarik diri sendiri kesimpulan bahwa pihak
pelaku kemungkinan besar melakukan PMH tersebut.
·
Perbedaan :
a.
Doktrin Res
Ipsa Loquitur = Yang ditekankan adl. Penunjukkan fakta kejadian oleh korban,
meskipun diberikan hak kepada pihak yang disangka sebagai pelaku untuk
membuktikan ketidak bersalahannya.
b.
Doktrin
Tanggungjawab Mutlak = Yang ditekankan adl. Penunjukkan fakta kejadian oleh
korban dan tanggungjawab oleh pihak yang disangka sebagai pelaku, tanpa
diberikan hak kepada yang disangka sebagai pelaksana untuk membuktikan ketidak
bersalahannya.
·
Alasan Strict
Liability dan PMH sering dimasukkan bersama-sama dalam suatu gugatan :
1.
Strict
Liability belum terlalu dikenal di Indonesia (sehingga suka dicampur aduk)
2.
Sebagai upaya
terakhir ketika hakim memandang tidak ada kesalahan di kasus a quo
·
Pasal 89 (1) UUPPLH
= Tenggat kedaluwarsa untuk mengajukan gugatan ke pengadilan mengikuti tenggang
waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dihitung
sejak diketahui adanya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
·
Pasal 89 (2)
UUPPLH = Ketentuan mengenai tenggat kedaluwarsa tidak berlaku terhadap
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha
dan/atau kegiatan yang menggunakan dan/atau mengelola B3 serta menghasilkan
dan/atau mengelola limbah B3
PIDANA
·
Karakteristik
Tindak Pidana :
1.
Abstract
Endangerment :
-
Administratively dependant crimes
- Yang
dipidana bukan pencemaran, tetapi pelanggaran ketentuan administratif
2.
Concrete
endangerment :
-
Administratively dependant crimes
- Ada
ancaman pencemaran / kerusakan lingkungan
3.
Serious
Environmental Pollution
-
Administratively Indpendent Crimes = Yang dipidana adalah pencemaran (akibat
perbuatan) tanpa memerhatikan ada atau tidak pelanggaran syarat administrasi
oleh terdakwa
-
Perbuatan mengakibatkan / menimbulkan risiko / ancaman munculnya pencemaran /
kerusakan lingkungan yang sangat serius
-
Pidana dapat dijatuhkan meskipun tidak ada ketentuan administratif yang
dilanggar (tidak ada syarat melanggar hukum)
4.
Vague Norms (abu-abu)
:
-
Pelanggaran terhadap duty of care
- Duty
of care bersifat umum dan kewajibannya tidak ditentukan detail di UU
GENERAL
CRIME
|
SPECIFIC
CRIME
|
Independent Administrative
|
Dependent
Administrative
|
Aktual
|
Faktual
|
Materiil
|
Formil
|
Ancaman Berat
|
Ancaman Lebih
Ringan
|
Mati, Tecemar
|
Sakit, tercemar
|
·
Delik Formil
= perbuatan yang melanggar hukum terhadap aturan-aturan hukum administrasi,
jadi untuk pembuktian terjadinya delik formil tidak diperlukan pencemaran atau
perusakan lingkungan hidup seperti delik materil, tetapi CUKUP DENGAN
MEMBUKTIKAN PELANGGARAN HUKUM ADMINISTRASI.
·
Delik
Materiil = perbuatan melawan hukum YANG MENYEBABKAN PENCEMARAN ATAU PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP yang tidak perlu
memerlukan pembuktian pelanggaran aturan-aturan hukum administrasi seperti
izin.
·
Pidana di
UUPPLH dicampur antara ultimum remidium dan primum remidium
·
Ultimum
Remidium = Administrasi dulu baru pidana
·
Primum
Remidimum = Tidak ada administrasi dulu
·
Melawan hukum
= Bakar hutan, buang limbah, dll
·
Melawan
peraturan perundang-undangan (administratif) = Melanggar izin, dl
·
Penyidik :
(Pasal 94 (1) UUPPLH) (Hanya dua ini yang boleh melakukan penyidikan)
1.
Pejabat Polri
2.
Pejabat
Pegawai Sipil (PPNS)
·
Sistem
Penyidikan oleh PPNS = PPNS à Penyidikan (Koordinasi dengan Pejabat Polri) à JPU (PPNS saling kerja sama juga dengan pejabat
Polri. Sistemnya begini karena dulu pas tidak saling kerjasama, sering setelah
PPNS menyidik, malah sering di stop di POLRI)
·
Pelaku Pidana
dalam UUPPLH :
a.
Orang
b.
Korporasi
-
Pemberi Perintah
-
Badan Hukum
-
Pemimpin Korporasi
·
Orang = “Barangsiapa”
menurut UUPPLH ditambah dengan “Pelaku Pidana” dalam KUHP : “Barangsiapa” :
Orang + Pasal 55 KUHP :
1.
Yang
melakukan = Menurut R. Soesilo Seseorang yang sendirian telah berbuat
mewujudkan segala anasir atau elemen dari tindak pidana, serta pelaku telah
memenuhi semua unsur delik yang ia lakukan.
2.
Yang menyuruh
melakukan = Disini ada 2 orang yaitu yang menyuruh dan yang disuruh, dimana
seseorang mempunyai kehendak untuk melakukan tindak pidana, tetapi dia tidak
melaksanakannya sendiri melainkan menyuruh oranglain utnuk melakukannya. Dalam
hal doenpleger, yang menyuruh diancam pidana sebagaimana seorang pelaku, namun
yang disuruh itu tidak dapat dijatuhi hukum pidana, karena yang disuruh
tersebut mempunyai syarat jika dalam keadaan overmacht, sakit jiwa, perintah
jabatan dan lain-lain.
3.
Yang turut
melakukan = Dalam turut melakukan dalam arti kata bersama-sama melakukan,
sedikit-dikitnya ada dua orang yaitu orang yang melakukan dan orang yang turut
melakukan. Dalam turut melakukan, beberapa orang bersama-sama melakukan tindak
pidana = Adanya kerjasama secara sadar
4.
Yang membujuk
= seseorang mempunyai kehendak untuk melakukannya sendiri, melainkan
menggerakkan orang lain untuk melaksanakan niatnya itu
Dan pasal 56 KUHP
5.
Yang membantu
melakukan = Niat tindak pidana ada di yang dibantu, si pembantu sebatas membantu saja
·
Pasal 116
ayat (1) UUPPLH = Apabila tindak pidana lingkungan
hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan
sanksi pidana dijatuhkan kepada: a. badan usaha; dan/atau b. orang yang memberi
perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak
sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
·
Pasal 116
ayat (1) UUPPLH :
a.
Badan Usaha
b.
Orang :
1.
Pemberi
perintah untuk melakukan tindak pidana
2.
Pemimpin
kegiatan tindak pidana
·
Pasal 117 = Jika
tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf b, ancaman pidana yang dijatuhkan
berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga
·
Pasal 118 = Terhadap
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi
pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang
mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan selaku pelaku fungsional
·
Pemimpin
faktual / Pemberi perintah dapat dianggap memenuhi syarat untuk dipidana jika :
(Kriteria Slavenburg)
1.
Memiliki kewenangan
2.
Melakukan
Perbuatan sesuai dengan kewenangannya tersebut
3.
Telah lalai
mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mencegah terjadinya perbuatan
pidana tersebut
4.
Secara sadar menerima bahwa ada perbuatan pidana yang kemungkinan akan
terjadi
·
Kriteria
Tanggung Jawab Korporasi :
1.
Power
2.
Acceptance
·
Pemimpin
Faktual tidak harus CEO, yang penting punya Power
& Acceptance
·
Konstruksi
Tindak Pidana Korporasi menurut UUPPLH :
1.
Konstruksi 1
(Pasal 116 (1) huruf a jo. Pasal 118 UUPPLH)
a.
Subjek = Badan
Usaha dan Pemimpin Badan Usaha
b.
Syarat :
-
Wewenang, dan
-
Menerima (menyetujui, membiarkan, tidak cukup melakukan pengawasan, atau
memiliki kebijakan yang memungkinkan tindak pidana terjadi)
2.
Konstruksi 2
(Pasal 116 (1) huruf b jo. Pasal 117)
a.
Subjek =
Orang yang memerintahkan Tindak Pidana dan Orang yang memimpin tindak pidana
b.
Syarat :
1.
Untuk, oleh,
atau atas nama badan usaha (Pasal 116 (1) UUPPLH), atau
2.
Bekerja dalam
lingkup badan usaha berdasarkan hubungan kerja atau hubungan lain (Pasal 116
(2)
c.
Yang dipidana
:
1.
Pemimpin /
Pemberi Perintah tindak pidana = Pasti diperberat + Sanksi 1/3
2.
Badan Usaha
tidak akan kena
3.
Pelaku
langsung bisa kena bisa tidak
4.
Pemimpin
Badan Usaha kena
·
Pasal 119 = Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap
badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:
a. perampasan
keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
b. penutupan seluruh
atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;
c. perbaikan akibat
tindak pidana;
d. pewajiban
mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
e. penempatan
perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
·
Keberadaan
Pasal 119 masih debateable karena di
satu sisi terkesan ada double pidana
kepada perusahaan sebagai subjek hukum, namun Pasal 119 ini juga sebagai alat
mematikan perusahaan itu (tidak Cuma mematikan pengurusnya aja)
PEMIDANAAN KORPORASI
·
Teori
Pemidanaan Korporasi :
1.
Respondeat
Superior = Allous imposition of corporation liability for criminal acts
performed by officers & agents in the course of their employment, without
regard to their status in the corporation hierarchy or if there was an absence
of management complicity
2.
Direct
Liability :
a.
Lord Reid = “A
living person has a mind which can have knowledge or intention or be negligent
and he has hands to carry out his intentions. A corporation has none of them.
Then, the person who acts is not speaking or acting for the company.
b.
Yang diuji
adalah apakah seseorang merepresentasikan “the
directing mind and will of the company”
3.
Delegation
Principle :
a.
Menurut Pinto
& Evans, dalam Prinsip ini, “an
offence can only be committed by the office holder, but he can’t avoid his
statutory obligations by delegating to another” (Bahwa ada kewajiban hukum
yang dipikul oleh the office holder)
4.
Organizational
/ Corporate Cultural Model :
a.
Diterima di
Australia :
b.
Sjahdeni =
Pendekatan ini memfokuskan pada kebijakan korporasi yang mempengaruhi cara
korporasi menjalankan usahanya
c.
Korporasi
bertangung jawab atas tindak pidana pegawai, apabila pegawai ini meyakini bahwa
orang yang memiliki kekuasaan di dalam korporasi telah memberinya wewenang ata
mengizinkan dilakukan tindak pidana itu
5.
Aggregation
Model :
a.
Pertanggung
jawaban korporasi didasarkan pada penjumlahan “state of mind” atau “culpability”
dari tiap individu yang mewakili korporasi (representatives).
Agregasi ini tidak berarti benar-benar menjumlah semua pikiran, tetapi adalah
membandingkan pikiran satu orang dengan orang lainnya
b.
Contoh kasus
: US VS Bank of New England (Bank dianggap tahu semuanya karena dianggap
bertanggung jawab atas kegagalan melakukan laporan)
PENGETAHUAN UMUM
·
Bagian
Pembuktian dalam penegakan hukum di bidang PPLH didasarkan pada Keputusan Ketua
MA No. 36 / KMA / SK / II / 2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan
Perkara Lingkungan Hidup
·
Format
gugatan primer / subsider hanya ada di hukum pidana ! Harusnya Strict Liability
tidak bisa dimasukkan bersama dengan gugatan PMH.
·
Melewati baku
mutu belum tentu pencemaran !!!! (karena bisa saja melewati batas karena faktor
alam, namun di UUPPLH setiap melewati baku mutu bisa dipidana. Hal ini tentunya
tidak adil )
·
Yang
menentukan terjadinya pencemaran / tidak adalah Baku Mutu Ambien (BUKAN BAKU
MUTU EFFLUENT !!!)
·
·
Pasal 163 HIR
= Barang siapa, yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu
perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain,
maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu.
·
Pasal 1865 BW
= Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa
untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib
membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.
·
Pasal 42 (1)
UUPPLH = Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi
lingkungan hidup.
Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan. (Amsal 4:23)
No comments:
Post a Comment