*Catatan ini hanya sebagai pembantu dalam belajar dan bukan menjadi satu-satunya sumber dalam belajar. Sekiranya ini hanya sebagai reminder dan teman-teman bisa belajar dari sumber lain:) Saran dan komentar sangat terbuka untuk saya. Selamat Belajar :D
REMINDER
Ø Perbedaan acqusatoir dan inquisitoir
:
a. Adversarial Acqusatoir :
- Berlaku di Common Law
- Intime Conviction
- Due procces of Law = Kemerdekaan hakim menilai alat bukti
- Unlimited but admissible evidence
- Asal = Code Napoleon
b. Inquisitoir :
- Berlaku di Civil Law
- Conviction Raisonee
- Crime Control Model
- Pembatasan alat bukti yang sah (Limitation of Legal
Evidence)
- Asal = Code D’ Instruction Criminele
Ø Sistem peradilan pidana Indonesia :
- Pembatasan alat bukti yang sah (hanya 5 jenis alat bukti
yang diakui) (Pasal 184 KUHAP)
- Diadopsi dari HIR / Code d’instruction Criminele
PEMERIKSAAN
Ø Pemeriksaan =
Ø Macam-macam acara pemeriksaan :
a. Biasa
b. Singkat = Untuk perkara di luar Pasal
205 KUHAP dan Pembuktian serta penerapan hukumnya rendah serta sifatnya
sederhana (Pasal 203 ayat (1) KUHAP)
c. Cepat = Untuk kasus tindak pidana
ringan dan pelanggaran lalu lintas
Ø Pasal 203 KUHAP ayat (1) = Yang
diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau
pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205 dan yang menurut penuntut
umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
Ø Ciri-ciri pemeriksaan singkat :
(Pasal 203 ayat (3) KUHAP)
- Penuntut tidak membuat surat dakwaan
- Hakim dapat meminta PU untuk medapat keterangan tambahan
- Hakim membuat surat yang memuat amar putusan tersebut
- Isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama
seperti putusan pengadilan dalam acara biasa.
Ø Prinsip peradilan pidana :
- Terbuka untuk umum (namun ada pengecualian terhadap
beberapa perkara seperti perkara perceraian, perkara asusila, dan perkara anak)
- Terdakwa wajib hadir
- Ketua sidang memimpin pemeriksaan
- Langsung dan lisan (memakai teleconfrence termasuk langsung
dan lisan)
- Pemeriksaan secara bebas
- Lebih dulu mendengar keterangan saksi (Pertama saksi
korban, kedua saksi pelapor (Jika delik aduan), dan seterusnya)
Ø Proses ajudikasi perkara pidana :
1. Pembacaan surat dakwaan
2. Eksepsi / keberatan
3. Tanggapan atas eksepsi
4. Putusan sela (tidak wajib)
5. Pembuktian
6. Requisitor / Surat tuntutan
7. Pledoi / Pembelaan
8. Replik Duplik
9. Putusan
Ø Proses pembacaan surat dakwaan :
1. JPU, PH, dan Panitera siap sedia
2. Majelis Hakim masuk ke ruang sidang
3. PU Memanggil terdakwa masuk
4. Pemeriksaan identitas terdakwa
5. Hakim menjelaskan dengan sederhana
dan mudah dimengerti tentang duduk perkara kepada terdakwa
Ø Struktur tuntutan :
a. Pendahuluan
b. Opening Statement
c. Fakta Persidangan
d. Analisa Fakta
e. Analisa Yuridis
f.
Kesimpulan
g. Permohonan
Ø Eksepsi bisa diajukan oleh : (hanya
boleh salah satu / tidak boleh dua2nya) (Pasal 156 KUHAP)
1. Terdakwa, atau
2. Penasehat Hukum
Ø Alasan eksepsi :
- Dakwaan tidak dapat diterima
- Dakwaan batal demi hukum / harus dibatalkan
- Pengadilan tidak berwenang mengadili
Ø Macam-macam alasan dalam eksepsi :
1. Obscuurlibel = Surat gugatan tidak
jelas
2. Error in persona = dakwaan/gugatan
tersebut dialamatkan kepada orang yang salah.
3. Premptoir = eksepsi yang menghalangi
dikabulkannya gugatan, ex : daluarsa
4. Litispenendita = gugatan yang
diajukan sama dengan perkara yang sedang diperiksa oleh pengadilan
5. Perkara yang diajukan Bukan Tindak
Pidana
6. Premateur = Ada faktor hukum yang
menangguhkan tuntutan tersebut
7. UU Tidak tepat
Ø Putusan sela dapat diputus setelah
tanggapan dari JPU / bersama-sama dengan putusan akhir
Ø Proses pembuktian :
Ø Pasal 160 KUHAP =
a. Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang
menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah
mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum;
b. Yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban
yang menjadi saksi;
c. Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang
memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau
yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama
berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang
wajib mendengar keterangan saksi tersebut.
(2) Hakim ketua sidang menanyakan kepada saksi keterangan
tentang nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan, selanjutnya apakah ia kenal
terdakwa sebelum terdakwa melakukan perbuatan yang menjadi dasar dakwaan serta
apakah ia berkeluarga sedarah atau semenda dan sampai derajat keberapa dengan
terdakwa, atau apakah ia suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai
atau terikat hubungan kerja dengannya.
(3) Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan
sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan
keterangan yang sebenarnya dan tidak
lain daripada yang sebenarnya.
(4) Jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli
wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberi
keterangan
Ø Syarat saksi yang bisa memberikan
keterangan di persidangan :
1. Tidak boleh ada hubungan darah dengan
Penggugat / tergugat
2. Bukan sebagai pegawai atau mantan
pegawai dari penggugat / tergugat
3. Memberi keterngan di bawah sumpah /
janji
Ø Struktur pembelaan / pledoi :
1. Pendahuluan
2. Fakta Persidangan
3. Analisa fakta
4. Analisa yuridis
5. Permohonan :
a. Bebas (terbukti tidak bersalah)
b. Lepas dari segala tuntutan (ada
alasan pembenar / pemaaf)
c. Clemency (memohon untuk diringankan)
Ø Struktur putusan :
a. Kepala Putusan, setiap putusan
pengadilan harus mempunyai kepala putusan yang berbunyi : “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa” (Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004). Kepala
putusan memiliki kekuatan eksekutorial kepada putusan pengadilan. Pencantuman
kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam
putusan pengadilan oleh pembuat Undang-Undang juga dimaksudkan agar hakim
selalu menginsafi, bahwa karena sumpah jabatannya ia tidak hanya bertanggung
jawab pada hukum, diri sendiri, dan kepada rakyat, tetapi juga bertanggung
jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa (Penjelasan Umum angka 6 UU No.14/1970) .
b. Identitas pihak-pihak yang
berperkara, dalam putusan pengadilan identitas pihak penggugat, tergugat dan
turut tergugat harus dimuat secara jelas, yaitu nama, alamat, pekerjaan, dan
sebagainya serta nama kuasanya kalau yang bersangkutan menguasakan kepada orang
lain.
c. Pertimbangan (alasan-alasan), dalam
putusan pengadilan terhadap perkara perdata terdiri atas 2 (dua) bagian, yaitu
:
1. Pertimbangan tentang duduk perkaranya
(feitelijke gronden), adalah bukan pertimbangan dalam arti sebenarnya, oleh
karenanya pertimbangan tersebut hanya menyebutkan apa yang terjadi didepan
pengadilan. Seringkali dalam prakteknya gugatan penggugat dan jawaban tergugat
dikutif secara lengkap, padahal dalam Pasal 184 HIR/Pasal 195 RBg menentukan
bahwa setiap putusan pengadilan dalam perkara perdata harus memuat ringkasan
gugatan dan jawaban dengan jelas.
2. Pertimbangan tentang hukumnya
(rechtsgronden), adalah pertimbangan atau alasan dalam arti yang sebenarnya,
pertimbangan hukum inilah yang menentukan nilai dari suatu putusan pengadilan,
yang penting diketahui oleh pihak-pihak yang berperkara dan hakim yang meninjau
putusan tersebut dalam pemeriksaan tingkat banding dan tingkat kasasi
d. Amar Putusan, dalam gugatan penggugat
ada yang namanya petitum, yakni apa yang dituntut atau diminta supaya
diputuskan oleh hakim. Jadi Amar putusan (diktum) itu adalah putusan pengadilan
merupakan jawaban terhadap petitum dalam gugatan penggugat.
PEMBUKTIAN
Ø Sistem / Teori Pembuktian :
a. Positieve Wettelijk Bewijs Theory :
- Normatif berdasar alat bukti saja
- Tidak perlu keyakinan hakim
- Ex : Dalam perkara Kakek 70 tahun dituntut perkosa gadis 17
tahun, bila alat bukti sudah terpenuhi, maka kakek dianggap bersalah walaupun
hal ini tidak masuk di akal sehat
b. Intime Conviction :
- Keyakinan hakim berdasar alat bukti yang sah
- Unlimited Hut Admissible = Keyakinan hakim tidak terbatas /
luas, namun tetap berdasar alat bukti yang sah
c. Conviction La Rasionee :
- Pertimbangan hakim berdasar hanya kepada Pertimbangan hakim
yang logis
d. Negatieve Wettelijk Bewijs Theory :
- 2 alat bukti yang sah ditambah keyakinan hakim
- Ex : Indonesia (Dasar hukum : Pasal 183 KUHAP = Hakim tidak
boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya. )
Ø Dasar menetapkan tersangka / terdakwa
bersalah :
a. Saat penyidikan = Keyakinan penyidik
b. Saat Pra penuntutan = Keyakinan
Penyidik
c. Saat Persidangan = Keyakinan Hakim
Ø Isi berkas perkara adalah kesalahan
terdakwa membuat hakim tidak netral (seolah JPU melakukan brainwash ke hakim
untuk menjatuhkan hukuman kepada terdakwa)
Ø Beban pembuktian :
a. Siapa yang mendalilkan, dia yang
membuktikan
b. Dalam kasus pidana
Ø Jenis beban-beban pembuktian :
a. Beban pembuktian biasa
b. Beban pembuktian berimbang / terbatas
c. Pembalikan beban pembuktian = Reversal
Burden of Proof = Shifting the burden of proof
Ø Beban pembuktian di Indonesia :
1. Pasal 12B UU 20 / 2001 =Setiap
gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian
suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau
lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan
oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
2. Penjelasan UU PTPK = (JPU aktif dalam
membuktikan dakwaannya dan terdakwa juga dibebani pembuktian) = Pembuktian
berimbang
3. Pasal 35 UU Tindak Pidana Pencucian
Uang = Terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaan
bukan merupakan hasil tindak pidana” (Pembalikan beban pembuktian)
Ø Money Laundring Scheme :
Ø Skema sidang pembuktian :
Ø Barang bukti :
-
Merujuk
kepada pendapat para sarjana & KUHAP
-
Hubungan
barang bukti dengan alat bukti = Barang bukti pendukung data formil
-
Kategori
:
a. Barang bukti yang digunakan untuk
melakukan tindak pidana (Ex : Pisau)
b. Barang bukti yang digunakan untuk
membantu melakukan tindak pidana (Ex : Pistol yang digunakan untuk mengancam
saja)
c. Barang bukti yang tercipta oleh suatu
tindak pidana (Ex : Ijazah palsu)
d. Barang bukti yang merupakan tujuan
suatu tindak pidana (Ex : Uang curian)
e. Informasi dalam arti khusus
Ø Saksi = orang yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu
perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami
sendiri.
Ø Syarat sah saksi :
a. Formil : (Pasal 160 KUHAP dan Pasal
171 KUHAP)
b. Materiil : (Pasal 1 butir 26 dan
butir 27 KUHAP)
Ø Pengecualian saksi :
1. Absolut = Yang boleh diperiksa untuk
memberi.keterangan tanpa sumpah ialah:
a. anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum
pernah kawin;
b. orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang
ingatannya baik kembali. (Pasal 171 KUHAP)
2. Relatif = Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka
tidak dapat didengar katerangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:
a. keluarga sedarah atau semanda dalam garis lurus ke atas
atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama
sebagai terdakwa;
b. saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai
terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan
karena parkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;
c. suami atau isteri terdakwa maupun sudah bercerai atau yang
bersama-sama sebagai terdakwa. (Pasal 168 KUHAP jo Pasal 169 dan 170 KUHAP)
Ø Macam-macam saksi :
1. Saksi A Charge
2. Saksi Ade Charge
3. Saksi Korban
4. Saksi Pelapor
5. Saksi Mahkota
6. Saksi berantai
7. Saksi T. Auditu = Saksi yang
mendengar kejadian pidana dari saksi lain
8. Whistle Blower = Saksi khusus
9. Saksi verbal / lisan
Ø Saksi berantai :
- Dasar hukum = Pasal
185 ayat (4) KUHAP = Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri
tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti
yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain
sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan
tertentu.
- Suatu Tindak Pidana dengan beberapa saksi
- Beberapa Tindak Pidaa dengan beberapa saksi
Ø Di common law, saksi dan korban
dibedakan (kalau di Indonesia korban dianggap sebagai saksi korban)
Ø Justice Collaborator = salah satu
pelaku tindak pidana tertentu, mengakui yang dilakukannya, bukan pelaku utama
dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam
proses peradilan.
Ø Keterangan saksi tidak bisa
berdasarkan pemikiran / opini saksi tersebut (Pasal 185 ayat 5 KUHAP)
Ø Pasal 185 ayat (6) KUHAP = Dalam
menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh
memperhatikan:
a. persesuaian antara keterangan saksi
satu dengan yang lain;
b. persesuaian antara keterangan saksi
dengan alat bukti lain;
c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh
saksi untuk memberi keterangan yang tertentu;
d. cara hidup dan kesusilaan saksi serta
segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan
itu dipercaya;
Ø Pasal 185 ayat (7) KUHAP = Keterangan
dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak
merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan
dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah
yang lain. (sifatnya menambahkan / bukan melengkapi)
Ø State Obligation = Setiap warga
negara memiliki kewajiban menjadi saksi jika
dipanggil secara sah untuk menjadi saksi (Pasal 170 KUHAP)
Ø Keterangan saksi melalui
teleconference masih diperdebatkan (namun cara ini diakui oleh beberapa UU
khusus seperti UU Pemberantasan Terorisme, UU Perlindungan Saksi & Korban,
dll)
Ø Nulus Testis Ulus Testis = Satu saksi
bukanlah saksi (Pasal 185 ayat (2) KUHAP)
Ø Saksi yang pertama kali memberikan
keterangan di persidangan adalah saksi korban
Ø Advokat memiliki hak untuk tidak
mengungkapkan rahasia kliennya (kecuali jika kliennya yang menyuruh untuk
membuka rahasia, maka tidak ada alasan si advokat untuk menutup-nutupi rahasia
tersebut)
Ø Saat agenda persidangannya adalah
mendengarkan keterangan ahli, maka ahli dari JPU dulu yang memberikan
keterangan, baru selanjutnya ahli dari PH
Ø Perihal pendampingan saksi oleh kuasa
hukum :
- Tidak diatur di KUHAP
- Dalam UU Advokat, pengacara dapat mendampingi di setiap
proses peradilan
- Di PK Kapolri, diatur bahwa saksi boleh didampingi PH
UPAYA HUKUM
Ø Macam-macam produk hukum hakim :
a. Penetapan:
§ Sifatnya Mengatur / Administratif, misalnya: KPN menunjuk Majelis,
Penetapan Hari Sidang
§ Sifatnya Yudikatif, misalnya: Putusan sela, penentuan
perwalian, atau ahli waris.
b. Putusan / Vonis: Sifatnya mengakhiri
perkara (walaupun masih ada upaya hukum).
Ø Macam-macam isi putusan :
1. Menghukum.
2. Membebaskan = Apa
yang didakwakan tidak terbukti atau kurang terbukti. Dalam Hukum pidana, kurang terbukti disamakan
dengan tidak terbukti. (Asas In Dubio Proreo: Bila hakim
ragu-ragu, hakim lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah, daripada menghukum
1 orang tidak bersalah.)
3. Melepaskan, bila :
a. Apa yang didakwakan terbukti, tetapi
subyeknya tidak dapat dipertanggungjawabkan jiwanya secara hukum.
b. Apa yang dirumuskan dalam dakwaan
ternyata telah berubah sifatnya, bukan lagi tindak pidana.
c. Terdapat alasan pemaaf (misalnya
overmacht), atau pembenar (misalnya seorang pejabat memasuki rumah milik orang
lain dalam menjalankan tugas.)
Ø Hubungan putusan dan upaya hukum :
1. Putusan verstek, upaya hukumnya
verzet / perlawanan
2. Putusan menghukum, upaya hukumnya
banding dan kasasi
3. Putusan membebaskan / melepaskan,
upaya hukumnya kasasi
4. Putusan Berkekuatan Hukum tetap,
upaya hukumnya Peninjauan Kembali dan Kasasi Demi Kepentingan Hukum
Ø Dasar hukum upaya hukum = Pasal 1
angkat 12 jo Bab XVII dan Bab XVIII, Pasal 233-Pasal 269 KUHAP
Ø Jenis upaya hukum :
a. Upaya Hukum
Biasa (Pasal 233-Pasal 258)
- Perlawanan
- Banding
- Kasasi
b. Upaya Hukum
Luar Biasa (Pasal 259-Pasal 269)
- Kasasi Demi Kepentingan Hukum
(KDKH)
- Peninjauan Kembali (PK)
Ø Perlawanan / Verzet :
- Diajukan terhadap penetapan yang bersifat yudisial.
- Dasar hukum: Pasal 149, Pasal 156, Pasal 214
- Dilakukan dalam hal: Kompetensi relatif/absolut ataupun Pemeriksaan
Tipiring
Ø Banding :
a. Dasar Hukum = Pasal 233-Pasal
243
b. Pihak Yang Dapat Mengajukan :
- Terdakwa / Penasehat Hukum
- JPU
c. Tata cara
1. Jangka Waktu 7 hari (Pasal 233 (2)
KUHAP)
- Sejak diputus, atau
- Sejak diberitahukan kepada terdakwa
2. Dalam 14 hari harus sudah dikirim ke
PT
3. Tidak ada kewajiban membuat memori
banding, kontra memori banding wajib
Ø Isi Memori
Banding :
1.
Ditujukan pada Pengadilan Tinggi
2.
Pernyataan Banding telah dilakukan dlm tenggang waktu yang ditentukan.
3.
Kutipan Amar Putusan yang dibanding
4.
Rangkuman keberatan atas putusan (Aspek Formil dan Materiil).
5.
Kesimpulan dan Pendapat Hukum
6.
Permohonan
Ø Tata Cara
Penyerahan Memori Banding ada di Pasal 233-234 KUHAP
Ø Kasasi :
a. Dasar Hukum = Pasal 244-Pasal 258
b. Pihak Yang Mengajukan :
1. Terdakwa/PH (bila putusannya
menghukum)
2. Penuntut Umum (bila putusannya bebas
/ lepas)
c. Alasan Kasasi
1. Peraturan diterapkan atau tidak
diterapkan sebagaimana mestinya
2. Cara mengadili tidak dilakukan
menurut UU
3. Pengadilan melampaui batas kewenangan
d. Tata Cara
1. Jangka waktu 14 hari setelah
diberitahukan
2. Hanya dapat diajukan 1 kali
Ø Pernyataan
permohonan Kasasi diajukan 14 hari setelah putusan pengadilan yang dimintakan
kasasi itu diberitahukan pada terdakwa (Pasal 245
ayat (1) KUHAP).
Ø Penyerahan
Memori Kasasi adalah 14 hari setelah pernyataan permohonan Kasasi (Pasal 248 (1) KUHAP)
Ø Isi Memori Kasasi,
antara lain: (Ps. 248 KUHAP)
1.
Ditujukan pada MA
2.
Pernyataan Kasasi dam penyerahan MK telah
dilakukan dlm tenggang waktu yg ditentukan
3.
Kutipan Amar Putusan yang dikasasi
4.
Alasan Permohonan Kasasi (Ps.253 KUHAP)
5.
Alasan tambahan bahwa putusan bebas yang
dimintakan kasasi adalah putusan bebas
tidak murni. (Bila PU mengajukan Kasasi
thd Putusan Bebas).
6.
Pendapat hukum dan permohonan
Ø Tata Cara
Penyerahan Memori Kasasi: Pasal 248 KUHAP
Ø Kasasi Demi Kepentingan Hukum
a. Dasar Hukum = Pasal 259-Pasal 262
b. Pihak Yang Mengajukan : Jaksa Agung
c. Alasan = Putusan yang dijatuhkan dan
telah berkekuatan hukum tetap telah menimbulkan kerancuan dalam rangka
penegakan hukum
d. Tidak ada akibat hukum dalam arti
mengubah putusan tetapi putusan tersebut dibutuhkan agar tidak terjadi
kesalahan atau perbedaan pandangan dalam emnafsirkan hukum
Ø Peninjauan Kembali :
a. Dasar
Hukum = Pasal
263- Pasal 269
b. Pihak
Yang Mengajukan
- Terpidana atau ahli waris (menurut KUHAP)
- Penuntut Umum (UU No. 4/2004 Pasal 23, Praktik)
c. Alasan
- Novum
- Adanya pertentangan hukum antara satu putusan
dengan putusan lain.
- Adanya kekhilafan atau kekeliruan hakim
- Putusan bersalah tidak disertai dengan pemidanaan
d. Tata
Cara
-
Diajukan 1 kali
-
Tidak ada batasan waktu
-
Pidana yang dijatuhkan tidak boleh
lebih berat dari putusan sebelumnya
-
Pengajuan PK tidak menghentikan
eksekusi, kecuali hukum mati
Ø Eksekusi dilaksanakan oleh Jaksa
Ø Dasar hukum eksekusi : Pasal 270 –
Pasal 276
Ø Tata Cara :
1. Perampasan
barang bukti
2. Pidana
penjara dilakukan oleh LP
3. Pelaksanaan
Pidana Mati
HAK TERSANGKA DAN
TERDAKWA
Ø Miranda Rules = Terdakwa memiliki hak
untuk mengetahui semau hak yang dimilikinya
Ø Hak tersangka dan terdakwa = Pasal 50
– 68 KUHAP
Ø 6 Hak utama dari tersangka dan
terdakwa :
1. Hak untuk diam (namun kalau saksi
harus ngomong !)
2. Hak untuk menerima
3. Hak untuk menolak
4. Hak untuk tidak diancam / ditekan
5. Hak untuk mendapat informasi sesuai
dengan bahasa yang dimengerti
6. Hak untuk mendapat bantuan hukum
Ø Dalam hal tersangka atau terdakwa
disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati
atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak
mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai
penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat
pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka. (Pasal
56 KUHAP)
Ø Pasal 50 ayat (1) KUHAP = Tersangka
berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan
kepada penuntut umum.
Ø Hak untuk melakukan hubungan biologi
bagi tersangka / terdakwa tidak diatur di KUHAP (Ilegal)
GANTI RUGI
Ø Ganti rugi = hak seorang untuk
mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena
ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan
undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang
diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 1 angka 22
KUHAP)
Ø Besar ganti kerugian :
- Ganti kerugian atas upaya paksa yang tidak sah = Rp.
500.000 – Rp. 1.000.000
- Berakibat cacat / meninggal dunia = Rp. 3.000.000
Ø Tata cara ganti kerugian :
o
Diputus
dalam sidang praperadilan bila perkaranya tidak diajukan ke pengadilan
o
Diajukan
ke pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan
o
Pemeriksaan
sesuai acara praperadilan
o
Putusan
berbentuk penetapan
Ø Pasal 1 angka 23 KUHAP = Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat
pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang
diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap,
ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang
atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut
cara yang diatur dalam undang- undang ini.
KONEKSITAS
Ø Koneksitas = Proses pengadilan atas
tindak pidana yang dilakukan oleh sipil dan anggota TNI (ada 2 orang / lebih,
dimana ada yang orang sipil dan ada yang orang militer)
Ø Dasar hukum :
1. Pasal 22 UU 14 / 1970
2. Pasal 89 – 94 UU 8 / 1981
3. Pasal 23 UU N4 / 2004
Ø Ketika terjadi koneksitas, maka
hakimnya adalah campuran (ada hakim biasa dan ada hakim militer)
Ø Pasal 22 UU 14 / 1970 = Tindak pidana
yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan Peradilan Umum
dan lingkungan Peradilan Militer, diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum, kecuali jika menurut keputusan Menteri
Pertahanan/Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa
dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer.
Ø Tindak pidana yang dilakukan
bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan
peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan
umum, kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung
perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan
peradilan militer. (Pasal 24 UU 4 / 2004)
Ø Dalam koneksitas, pada prinsipnya
pemeriksaan dilakukan di pengadilan umum (bila kasusnya yang mengalami kerugian
lebih besar adalah si militer, maka diadili di Peradilan Militer)
PENGGABUNGAN PERKARA
Ø Penggabungan perkara (Pasal 98 – 101
KUHAP)
- Hak yang diberikan kepada pihak ketiga / korban tindak
pidana
Ø Tata cara penggabungan perkara :
a. Diajukan atas permintaan pihak ketiga
b. Diajukan sebelum requisitor atau
sebelum hakim menjatuhkan putusan
c. Penggabungan perkara perdata dan
pidana dapat dilakukan pada tahap banding
d. Hukum acara yang berlaku adalah hukum
acara perdata
Ø Kelebihan gugatan pidana dan perdata
dipisah :
- Berdiri sendiri
- Ganti kerugian bisa meliputi ganti rugi materiil dan
immateriil
- Dapat diajukan kapan saja
Ø Kekurangan gugatan pidana dan perdata
dipisah :
- Butuh waktu lama
- Biaya lama
- Proses tidak sederhana
- Pembuktian sulit
Ø Kelebihan penggabungan perkara :
Cepat, murah, sederhana
Ø Kekurangan penggabungan perkara :
1. Bergantung pada pokok perkara
2. Hanya kerugian materiil saja yang
dapat diganti
3. Diajukan paling lambat sebelum
requisitor
4. Upaya hukum tergantung pokok perkara
5. Apabila pidana tidak bandinh, maka
gugatan juga tidak bisa
KAPITA SELEKTA HUKUM
ACARA PIDANA
Ø KUHAP tidak mengatur Yurisdiksi
beracara WNI di luar negeri, dan juga sebaliknya ! (Ex : Jika dalam kasus
Jessica nantinya ditemukan alat bukti di Australia, maka penyidik tidak
memiliki dasar hukum di KUHAP untuk melakukan upaya paksa dalam rangka mendapat
alat bukti itu)
Ø Ekstradisi rata-rata dianggap sebagai
bagian Hukum internasional publik, namun seharusnya masuk hukum acara pidana
!!! (dikarenakan alasan esktradisi dll tidak masuk HIN Publik dan juga
perjanjian internasional tidak wajib diperlukan untuk melakukan ekstradisi !)
Ø Ekstradisi tidak harus melalui
perjanjian, namun juga bisa tidak melalui perjanjian (Ex : Bantuan Hukum Timbal
Balik)
Ø Pasal 3 ayat (1) UU 1 tahun 2006 =
Bantuan timbal balik dalam masalah pidana, yang selanjutnya disebut Bantuan,
merupakan permintaan Bantuan berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan
di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Negara Diminta
Ø Pasal 5 ayat (2) UU 1 tahun 2006 = Dalam
hal belum ada perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Bantuan dapat
dilakukan atas dasar hubungan baik
berdasarkan prinsip resiprositas
Ø Prinsip Resiprositas = Prinsip yang
mensyaratkan adanya perlakuan timbal balik diantara sesama negara
Ø Penjelasan Pasal 5 ayat (2) = Yang
dimaksud dengan “hubungan baik” dalam ketentuan
ini adalah hubungan bersahabat dengan berpedoman pada kepentingan
nasional dan berdasarkan kepada prinsipprinsip persamaan kedudukan, saling
menguntungkan, dan memperhatikan, baik hukum nasional maupun hukum internasional
yang berlaku.
Ø Ekstradisi = Pemanggilan paksa
tersangka di yurisdiksi asing
Ø Yang boleh meminta yurisdiksi hanya
negara kepada negara (swasta tidak boleh !!!)
Ø Prinsip ekstradisi :
a. Asas dual criminality = Perbuatan
yang dilakukan A adalah kejahatan di negara asalnya dan juga di negara asing
itu (yang tidak bisa diekstradisi adalah pelaku perkara politik, subversi, dan
militer)
b. Tidak boleh dipidana yang melebih
daripada ancaman yang ada di negara termohon ekstradisi
c. Suatu negara wajib melindungi warga
negaranya
Ø Di dunia, semua penyidik dibawah
Jaksa Aguung, kecuali Indonesia, (pas zaman Bung Karno ada komandan angkatan
kepolisian / komdak dengan alasan Presiden ingin menguasai langsung kepolisian)
Ø Kasus Nazarudin bukan pakai
ekstradisi namun expulsion (hal ini dikarenakan KPK yang
bukan bagian dari pemerintah, sehingga ia tidak bisa meminta
ekstradisi)
Ø KPK tidak dapat melakukan hubungan
internasional karena UU KPK sendiri tidak diakui di dunia internasional
Ø Sudut pandang ekstradisi :
a. Perjanjian dan non perjanjian
b. Formal dan informal :
1. Formal Perjanjian = Perjanjian
bilateral, Perjanjian Regional, Perjanjian Multilateral
2. Formal non perjanjian = Perjanjian
antar jaksa agung dua negara
3. Non formal = Agreement between Agency
to Agency
c. Admissibilitas dan Inzdmissibilitas
Ø Indonesia masih memakai konsep in
personam (Ex : Penyidikan di KUHAP = serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat
terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.)
Ø Beberapa perkembangan Hukum Acara
Pidana :
A. Civil Asset Forfeiture = In rem
forfeiture = Penyitaan perdata atas hasil kejahatan dengan prima facie / bukti
permulaan yang cukup, dimana sifatnya tidak ne bis in idem walau kasusnya sudah
selesai
B. Illictenrichment = Teknik pembuktian
untuk Tindak Pidana Narkotika (dunia) dan Tindak Pidana Korupsi ( khusus
Indonesia)
C. Penyidikan Finansial di tingkat
penuntutan / eksekusi = Dilakukan oleh kejaksaan dan tidak dianggap ne bis in
idem
Ø Penyidikan dibedakan antara :
1. In rem = Restoratif Justice
2. In Personam = Retributif / Pembalasan
= Diutamakan pidana beban
Ø Penyidikan finansial adalah contoh
dari In rem
Ø Penyidikan finansial belum diatur di
Indonesia
Ø RUPBASAN = US Marshal + LPSK
Ø ketika diaudit BPK, maka ketika ada
laporan kerusakan barang bukti / alat bukti adalah Jaksa dan bukannya RUPBASAN
(RUPBASAN hanya menyimpan alat bukti, dan yang memiliki kewenangan menghadirkan
barang bukti dan alat bukti di persidangan adalah JPU)
PENGETAHUAN UMUM
Ø Perbedaan alasan pembenar dan pemaaf
Ø Tingkat kesenioritas hakim dilihat
dari kapan dia masuk / menjadi hakim (Bukan lihat umurnya, jumlah uban, dll)
Ø Semua JPU pasti jaksa, namun tidak
semua jaksa adalah JPU (hanya jaksa yang telah ikut seleski tertentu yang dapat
menjadi JPU / ada license tertentu)
Ø Majelis Hakim di peradilan pidana
umum sebanyak 3 orang (1 hakim karier dan 2 hakim ad hoc) dan Majelis Hakim di
peradilan pidana khusus sebanyak 5 orang (2 hakim karier dan 3 hakim ad hoc)
Ø Penasehat Hukum dikenakan asas
“within sight & within hearing” (Pasal 71 ayat (2) dan Pasal 115 ayat (1)
KUHAP) = Dilakukan pada perkara tindak pidana umum biasa
Ø Penasehat hukum dikenakan asas
“within sight but not within hearing” = Dilakukan pada perkara tindak pidana
khusus
Mazmur 18:2 Ia berkata: “Aku mengasihi Engkau, ya TUHAN, kekuatanku!
No comments:
Post a Comment