*Catatan ini hanya sebagai pembantu dalam belajar dan bukan menjadi satu-satunya sumber dalam belajar. Sekiranya ini hanya sebagai reminder dan teman-teman bisa belajar dari sumber lain:) Saran dan komentar sangat terbuka untuk saya. Selamat Belajar :D
REMINDER !!!
Ø Proses yudisial dalam HAPER secara
garis besar :
1. Sidang hari pertama
2. Jawab menjawab
3. Pembuktian
4. Putusan
Ø Pasal 1365 KUHPer = Tiap perbuatan
yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang
yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian
tersebut.
Ø Unsur-unsur PMH :
-
Perbuatan yang melanggar hukum
-
Membawa kerugian bagi orang lain
Ø Pasal 1243 KUHPer = Perikatan
ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak
berbuat sesuatu.
Ø Bentuk-bentuk wanprestasi :
1. Tidak melaksanakan sesuai dengan apa
yang diperjanjikan
2. Melaksanakan isi perjanjian tetapi terlambat
3. Tidak melaksanakan sama sekali
Ø Isi gugatan terhadap perkara
wanprestasi = Si tergugat melaksanakan isi perjanjian sesuai dengan yang
dijanjikan + ganti rugi
Ø Gugatan provisional = Mengajukan agar
suatu gugatan diputus terlebih dahulu, namun bukan pokok perkaranya (Ex : Dalam
Sengketa perceraian dapat diajukan gugatan provisionil terhadap status anak,
karena pokok perkaranya adalah perceraian)
PEMBUKTIAN
Ø Pembuktian = Tahap setelah jawab
menjawab
Ø Pembuktian = Proses yang penting
untuk meyakinkan hakim
Ø Dasar hukum :
-
Pasal 162 – 177 HIR
-
Pasal 282 – 388 Rbg
-
Pasal 1865 – 1945 BW
Ø Hakim harus memiliki :
a. Pengetahuan tentang Hukum :
-
Hukum tertulis yang berlaku
-
Hukum kebiasaan
-
Kaedah-kaedah hukum asing
b. Pengetahuan tentang Fakta
-
Dalam hal hakim menjatuhkan putusan verstek (Fakta = Tergugat tidak hadir)
-
Dalam hal tentang mengakui kebenaran (P-99)
-
Dalam hal tidak ada penyangkalan
Ø Fakta :
a. Notair = Fakta yang tidak perlu
pembuktian karena dianggap sudah diketahui oleh umum (Ex : Fakta 17 Agustus adalah
hari libur, begeitid / format surat yang tanggalnya salah)
b. Prosesuil = Fakta yang terjadi dalam
proses dan disaksikan sendiri oleh hakim (Ex : Tidak datangnya Penggugat /
Tergugat, pengakuan dalam persidangan)
Ø Titik pembuktian = Pasal 162 HIR =
Tentang bukti dan hal menerima atau menolak alat bukti dalam perkara perdata,
pengadilan negeri wajib memperhatikan peraturan pokok tersebut
Ø Beban pembuktian = Pasal 163 HIR =
Barangsiapa mengaku mempunyai suatu hak, atau menyebutkan suatu kejadian untuk
meneguhkan hak itu atau untuk membantah
hak orang lain, harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu.
(KUHPerd. 1865.)
Ø Asas Pembuktian = “Siapa yang
mendalilkan, dia yang harus membuktikan”
Ø Yang punya beban pembuktian pada
surat gugatan adalah penggugat
Ø Dalam kasus, beban pembuktian ada di
penggugat untuk membuktikan gugatan dan juga pada tergugat yang harus
membuktikan jawaban
Ø Macam-macam alat bukti : (semakin ke
bawah semakin lemah kekuatan pembuktiannya)
1. Bukti surat (165 – 167 HIR)
2. Bukti saksi (168 – 172 HIR)
3. Persangkaan (173 – 174 HIR)
4. Pengakuan (175 – 176 HIR)
5. Sumpah (177 jo. 155, 156 HIR)
6. Pemeriksaan setempat (153 HIR, 211
Rv)
Ø Alat bukti yang memiliki kekuatan
pembuktian sempurna :
a. Akta otentik (bagian dari surat)
b. Pengakuan di persidangan
Ø Surat terdiri dari dua macam, yaitu :
1. Akta :
-
Dibuat untuk tujuan sebagai alat bukti
-
Terdiri dari
a. Akta Otentik = Paling Sempurna
b. Akta Di Bawah Tangan
2. Bukan akta
Ø Akta otentik :
-
Dasar hukum = 165 HIR / 285 Rbg
-
Kekuatan = Bukti yang sempurna
-
Memiliki bentuk tertentu
-
Hakim tidak dapat mengesampingkan Akta Otentik, kecuali dapat dibuktikan lain
- Ex :
Surat-surat yang dibuat notaris, Surat yang dibuat Panitera Pengadilan, Surat
tanah oleh BPN, Akta lahir oleh Kantor Catatan Sipil, Akta Notaris oleh PPAT
- Yang
menyangkal Akta Otentik adalah mereka yang tidak punya akta
Ø Akta di bawah tangan
-
Dibuat langsung oleh para pihak (tanpa campur tangan pihak yang berwenang)
-
Pacta sunt servanda
-
Kalau tidak ada masalah, sifatnya sempurna
Ø Kalau objek perjanjiannya memiliki
nilai yang besar, lebih baik ke Notaris
Ø Kalau objek perjanjiannya tanah,
lebih baik ke PPAT
Ø Akta notaris tidak boleh ada space
kosong (kalau harus enter, biasanya diberi garis panjang), supaya tidak ada penyelewengan
/ ditambagin
Ø Fotocopy akta tidak berlaku / tidak
dapat digunakan untuk alat bukti (Dasar hukum = Pasal 188 BW dan Putusan MA No.
112 K / pdt / 1996)
Ø Keterangan saksi = Apa yang saksi
lihat, dengar, dan alami sendiri (171 HIR)
Ø Keterangan saksi terbatas pada
peristiwa-peristiwa yang dialaminya sendiri (pendapat / persangkaan lewat
berfikir bukan kesaksian, namun keterangan ahli !)
Ø Asas keterangan saksi = Unus Testis,
nullus testis (satu saksi bukanlah saksi) (169 HIR)
Ø Pihak yang tidak dapat didengar
sebagai saksi :
1. keluarga sedarah dan keluarga semenda salah satu pihak dalam garis lurus;
2 . istri atau suami salah satu pihak, meskipun sudah bercerai;
3 . anak-anak yang umumnya tidak dapat diketahui pasti, bahwa mereka sudah berusia Lima belas tahun;
4 . orang gila, meskipun kadang-kadang ingatannya terang (Pasal 145 HIR)
1. keluarga sedarah dan keluarga semenda salah satu pihak dalam garis lurus;
2 . istri atau suami salah satu pihak, meskipun sudah bercerai;
3 . anak-anak yang umumnya tidak dapat diketahui pasti, bahwa mereka sudah berusia Lima belas tahun;
4 . orang gila, meskipun kadang-kadang ingatannya terang (Pasal 145 HIR)
Ø Pihak-pihak yang dapat mengundurkan
diri dalam memberi kesaksian : (Pasal 146 HIR)
1. saudara dan ipar dari salah satu pihak, baik laki-laki maupun perempuan;
2. keluarga sedarah dalam garis lurus dan saudara laki-laki dan perempuan dari suami atau istri salah satu pihak;
3. sekalian orang yang karena kedudukan, pekerjaan atau jabatannya yang sah, diwajibkan menyimpan rahasia, tetapi semata-mata hanya tentang hal yang diberitahukan kepadanya karena kedudukan, pekerjaan atau jabatannya itu. (IR. 277.)
1. saudara dan ipar dari salah satu pihak, baik laki-laki maupun perempuan;
2. keluarga sedarah dalam garis lurus dan saudara laki-laki dan perempuan dari suami atau istri salah satu pihak;
3. sekalian orang yang karena kedudukan, pekerjaan atau jabatannya yang sah, diwajibkan menyimpan rahasia, tetapi semata-mata hanya tentang hal yang diberitahukan kepadanya karena kedudukan, pekerjaan atau jabatannya itu. (IR. 277.)
Ø Saksi Ahli :
-
Dasar hukum = 154 HIR
-
Harus dibedakan dengan saksi biasa
-
Keterangan saksi ahli didasarkan pada bidang ilmu pengetahuan yang dimilikinya
/ bidang keahliannya
Ø Persangkaan terdiri atas dua :
1. Persangkaan Hakim :
- Ex :
Dalam hal perkara gugatan perceraian, hakim berpersangka dilakukan atas dasar
perzinahan
2. Persangkaan Undang Undang :
- Ex :
Pasal 1394 BW, hanya perlu simpan 3 kuitansi terakhir, sudah dapat membuktikan
suatu perbuatan hukum kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya
Ø Pengakuan = Alat bukti yang memiliki kekuatan mengikat sempurna
bagi hakim SELAIN Akta otentik
Ø Pengakuan tidak dapat ditarik kembali
Ø Macam2 pengakuan :
a. Murni
b. Dengan suatu kualifikasi :
-
Memakai keterangan tambahan
- Ex :
“Iya saya bayar, tapi nanti, iya saya bayar, tapi baru utang pokoknya aj
yaa...”
c. Dengan suatu klausula
-
Membebaskan sifatnya
- Ex :
“Iya saya utang, tapi sudah lunas...”
Ø Sumpah dalam Haper bukanlah sumpah
secara agama, artinya keterangan / dalil yang diucapkan sebelumnya dikuatkan
dengan sumpah
Ø Penggunaan sumpah sudah jarang saat
ini (karena zaman dulu, sumpah dipakai sebagai alat bukti karena alat bukti
lain masih sedikit)
Ø Pembagian sumpah :
a. Supletoir = Untuk melengkapi bukti
lain yang telah ada di tangan salah satu pihak
b. Decissoir = Yang dimohonkan oleh
pihak lawan
Ø Pemeriksaan langsung = Hakim langsung
memeriksa di tempat yang bersangkutan
(Ex : Dalam permohonan adopsi, hakim turun ke lapangan menuju rumah adopter
untuk melihat apakah adopternya layak atau tidak untuk adopsi anak
PUTUSAN
Ø Putusan = pernyataan hakim yang
diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan
dan mengakhiri perkara perdata. (Ridwan Syahrani, S.H.)
Ø
Putusan
= suatu pernyataan yang oleh
hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan dipersidangan dan
bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para
pihak (Sudikno)
Ø A priori =
Ø Putusan = Ujung dari rangkaian proses
HAPER
Ø Putusan hakim harus dibacakan di
depan persidangan yang terbuka untuk umum !!! (bila hal tersebut tidak
dilaksanakan, maka terhadap putusan tersebut terancam batal) (Namunk dalam
penetapan, hal tersebut tidak perlu dilakukan)
Ø Perbedaan antara putusan dan
keputusan :
a. Vonis :
-
Vonis
-
Wewenang hakim
-
Bagian dari hukum acara perdata
b. Keputusan :
-
Beschiking
-
Bukan wewenang hakim
-
Bukan bagian dari hukum acara perdata
-
Salah satu sumber dari pengajuan gugatan ke PTUN (HAN)
Ø Berdasarkan pasal 184 HIR suatu putusan hakim harus
berisi:
a.
Suatu keterangan singkat tetapi jelas
dari isi gugatan dan jawaban.
b.
Alasan-alasan yang dipakai sebagai dasar
dari putusan hakim.
c.
Keputusan hakim tentang pokok perkara
dan tentang ongkos perkara.
d.
Keterangan apakah pihak-pihak yang
berperkara hadir pada waktu keputusan itu dijatuhkan.
e.
Kalau keputusan itu didasarkan atas
suatu undang-undang, ini harus disebutkan.
f.
Tandatangan hakim dan panitera.
Ø Struktur putusan :
1. Kepala = “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”
2. Identitas = Harus dimuats ecara
jelas, yaitu nama, alamat, pekerjaan dan sebagainya, serta nama kuasanya bila
yang bersangkutan mengkuasakan kepada orang lain
3. Pertimbangan (didasarkan pada
pembuktian) = Dasar dari suatu putusan yang terdiri dari
2 (dua) bagian yaitu :
a. pertimbangan
tentang duduk perkaranya (Feitelijke gronden) adalah tentang apa yang terjadi
di depan pengadilan seringkali gugatan dan jawaban dikutip secara lengkap
b. pertimbangan
hukum (rechts gronden) yang menentukan nilai dari suatu putusan.
4. Amar putusan
Ø Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 638 k/Sip/1969, tanggal 22 Juli 1970 jo
No. 492 k/Sip/1970, tanggal 16 Desember 1970, menyatakan bahwa jika suatu
putusan pengadilan kurang cukup pertimbangannya, hal tersebut dapat dijadikan
alasan untuk mengajukan kasasi yang berakibat batalnya putusan tersebut
Ø Penggolongan Putusan :
a. Putusan akhir :
-
Putusan
yang mengakhiri perkara perdata pada tingkat pemeriksaan tertentu
-
Menyelesaikan
sengketa perdata pada suatu tahap tertentu (dikatakan tertentu karena bisa saja
putusan akhir tidak selalui berada di akhir karena bisa saja ada upaya hukum)
b. Putusan Sela :
-
putusan
yang dijatuhkan sebelum putusan akhir dengan tujuan untuk memungkinkan atau
mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Semua putusan sela diucapakan dalam
sidang dan merupakan bagian dari berita acara persidangan. Terhadap salinan
otentik dari putusan sela tersebut kedua belah pihak dapat memperolehnya dari
berita acara yang memuat putusan sela tersebut
-
untuk
melancarkan jalannya persidangan (bukan untuk mengadili sengketa)
Ø Putusan Perdamaian = Putusan yang
dijatuhkan hakim yang isinya menghukum para pihak yang berperkara untuk
melaksanakan isi perjanjian perdamaian yang sebelumnya telah disetujui oleh
para pihak
Ø Putusan gugur = Putusan yang
dijatuhkan kepada Penggugat oleh hakim dalam hal Penggugat tidak hadir pada
hari sidang pertama tanpa alasan yang sah dan tidak pula menyuruh wakilnya
untuk hadir padahal penggugat telah dipanggil secara sah dan patut (Pasal 124
HIR).
Ø Putusan verstek = putusan yang
dijatuhkan oleh hakim karena tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama dan
tidak mengirimkan wakilnya yang sah walaupun telah dipenggil secara sah dan
patut (pasal 125 HIR).
Ø Putusan serta merta = UVB / Uitvoerbaar
Bij Voorraad = putusan yang dapat dilaksanakan terlebih
dahulu (uit voerbaar bij voorraad)
walaupun terhadap putusan tersebut ada upaya hukum lain (baik upaya hukum biasa
maupun luar biasa).
Ø Putusan sela bisa menjadi putusan
akhir ( tinggal ganti format aja)
Ø 3 sifat amar putusan (Macam-macam
putusan akhir) :
1. Putusan
Declaratoir = putusan
yang menyatakan suatu keadaan sebagai suatu keadaan yang sah menurut hukum. Putusan
ini bersifat hanya menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata.
2. Putusan
Constitutief = putusan
yang menciptakan suatu keadaan hukum baru. Keadaan hukum baru tersebut dapat
berupa meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang
baru.
3. Putusan
Condemnatoir = putusan
yang bersifat menghukum para pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi.
Ø Macam-macam putusan sela :
1. Putusan
Preparatoir = putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan guna melancarkan
proses persidangan hingga tercapai putusan akhir.
2. Putusan
Interlocutoir = putusan yang isinya memerintahkan pembuktian, isi putusan ini
mempengaruhi putusan akhir.
3. Putusan
Incidentieel = putusan
yang berhubungan dengan insiden, yitu peristiwa yang menghentikan prosedur
peradilan biasa. Putusan ini belum berhubungan dengan pokok perkara, masih
bersifat formil belum menyangkut materil suatu perkara.
4. Putusan
Provisionieel = putusan
yang menjawab tuntutan provisi, yaitu permintaan pihak yang berperkara supaya
diadakan tindakan pendahuluan untuk kepentingan salah satu pihak sebelum
putusan akhir dijatuhkan.
Ø Putusan sela belum tentu ada dalam
suatu gugatan, tetapi bisa digunakan jika dibutuhkan
Ø 178 HIR :
(1) Pada waktu bermusyawarah, hakim,
karena jabatannya, wajib melengkapi segala alasan hukum yang tidak dikemukakan
oleh kedua belah pihak. (RO. 39, 41; IR. 184.) (2) Hakim itu wajib mengadili
semua bagian tuntutan.
(3) Ia dilarang menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak dituntut,
atau memberikan lebih daripada yang dituntut. (Rv. 50.)
Ø Pasal 184 HIR :
(1)
Dalam putusan hakim har-us dicantumkan ringkasan yangjelas dari tuntutan dan
jawaban serta dari alasan keputusan itu; begitu juga, harus dicantumkan
keterangan tersebut pada ayat (14) pasal 7 "Reglemen susunan kehakiman dan
kebijaksanaan mengadili di Indonesia", keputusan pengadilan negeri tentang
pokok perkara dan besarnya biaya, serta pemberitahuan tentang hadir tidaknya
kedua belah pihak itu pada waktu dijatuhkan keputusan itu.
(2)
Dalam putusan hakim yang berdasarkan peraturan undang-undang yang pasti,
peraturan itu harus disebutkan. (RO. 7, 30 dst.; Rv. 61; Sv. 174; IR. 178 dst.,
181 dst., 185 dst., 319.)
(3)
Putusan hakim itu ditandatangani oleh ketua dan panitera pengadilan. (RO. 43;
Sv. 174-71; IR. 116, 186 dst., 319-61.)
Ø NO = Gugatan tidak dapat diterima
karena kesalahan formil
EKSEKUSI
Ø Dalam suatu putusan hakim, termuat
kekuatan eksekutorial
Ø Eksekusi = Melaksanakan putusan
Ø Eksekusi =Tindakan hukum yang
dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yg kalah dalam suatu perkara, merupakan
aturan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan yg berkesinambungan dari
keseluruhan proses hukum acara perdata (Yahya Harahap)
Ø Eksekusi = Melaksanakan putusan yang
sudah tidak dapat diubah lagi itu, ditaati secara sukarela oleh pihak yang
bersengketa. Jadi di dalam makna perkataan eksekusi sudah mengandung arti pihak
yang kalah mau tidak mau harus mentaati putusan itu secara sukarela, sehingga
putusan itu harus dipaksakan kepadanya dengan bantuan kekuatan umum, dimana
kekuatan umum ini berarti polisi (Subekti)
Ø Eksekusi = Hukum yang mengatur cara
dan syarat-syarat yang dipakai oleh alat-alat negara guna membantu pihak yang
berkepentingan untuk menjalankan putusan hakim, apabila pihak yang kalah tidak
bersedia memenuhi bunyinya putusan dalam waktu yang ditentukan (Supomo)
Ø Dasar hukum = 195 – 208 HIR
Ø Yang melaksanakan eksekusi =
Pengadilan negeri yang menangani kasus tersebut
Ø Asas Eksekusi = Pelaksanaan putusan
hanya dapat dilakukan terhadap suatu putusan yg telah berkekuatan hukum tetap
(BHT)
Ø Macam-macam eksekusi :
A. Punya title eksekutorial :
1. Eksekusi yang bentuk hukumannya
membayar sejumlah uang (Pasal 196 HIR)
2. Eksekusi yang bentuk hukumannya
melakukan suatu perbuatan (Pasal 225 HIR)
3. Eksekusi yang bentuk hukumannya
melaksanakan prestasi yang ditentukan dalam putusan hakim secara langsung
(Pasal 1033 RV jo. Pasal 200 ayat (11) HIR)
B. Tidak punya title eksekutorial
(khusus) :
1. Parate eksekusi = Apabila seorang kreditur menjual
barang-barang tertentu milik debitur tanpa adanya title eksekutorial (Ct: Pasal 1155 KUHPerdata)
Ø Parate eksekusi :
-
Dalam
hal gadai, apabila seorang kreditur menjual barang-barang tertentu milik
debitur tanpa adanya title “eksekutorial”
-
Tidak
perlu bantuan pengadilan agar eksekusi dapat dilaksanakan
-
Dasar
hukum = Pasal 1155 KUHPer (diatur dalam hukkum perdata materil)
Ø Syarat putusan dapat dieksekusi :
1. Terhadap putusan Berkekuatan hukum
tetap (Dikatakan putusan BHT jika tidak ada lagi ajuan upaya hukum biasa (banding atau kasasi) oleh terdakwa terhadap
putusan tersebut)
2. Terhadap putusan yang bersifat
condemnatoir
3. Tidak dilaksanakan secara sukarela
(Tidak sukarela karena kalau terdakwa / yang kalah rela dengan hukumannya, maka
tidak perlu yang namanya eksekusi, cukup para pemohon dan termohon saja yang
menyelesaikan sengketa dan tidak perlu bantuan pengadilan untuk melaksanakan
putusan
Ø Pengecualian terhadap syarat eksekusi
:
1. Terhadap pelaksanaan putusan serta
merta
2. Pelaksanaan putusan provisi
3. Pelaksanaan akta perdamaian
4. Pelaksanaan Grosse Akta
Ø Grosse Akta :
-
Dasar
hukum = 224 HIR
-
Suatu
surat grosse dari hipotik dan pengakuan utang yang dibuat oleh...
-
Salah
satu salinan akta untuk pengakuan utang dengan kepala Akta “Demi keadilan
berdasarkan Ketuhanan YME” yang mempunyai kekuatan eksekutorial (Pasal 1 angka
11 UU 2/2014)
-
Perlu
digunakan untuk utang sederhana
-
Tidak
ada lagi hipotik sekarang ini
Ø Prosedur eksekusi :
1. Surat permohonan eksekusi
-
Pasal
196 HIR = Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai memenuhi keputusan
itu dengan baik, maka pihak yang dimenangkan mengajukan permintaan kepada ketua
pengadilan negeri tersebut pada pasal 195 ayat (1), baik dengan lisan maupun
dengan surat, supaya keputusan itu dilaksanakan. Kemudian ketua itu akan
memanggil pihak yang kalah itu serta menegurnya, supaya ia memenuhi keputusan
itu dalam waktu yang ditentukan oleh ketua itu, selama-lamanya delapan hari.
2. Aarmaning
-
Memberi
peringatan kepada pihak yang kalah
-
Dilakukan
oleh KPN
-
Dasar
hukum = Pasal 196 HIR
3. Sita eksekusi :
-
Dasar
hukum = Pasal 197 ayat (1) HIR
-
jika
dalam tempo yg ditentukan itu pihak yg
dikalahkan belum memenuhi isi putusan, atau jika ia sudah dipanggil dengan
patut tidak datang menghadap, maka Ketua karena jabatannya dapat memberi surat
penetapan supaya disita barang-barang bergerak milik orang yg dikalahkan atau
jika tidak ada barang bergerak yang disita barang tetap (untuk kemudian dilelang)
sebanyak jumlah nilai uang dalam putusan ditambah dengan semua biaya untuk
menjalankan putusan
-
Untuk
menjamin pelaksanaan putusan
4. Lelang :
-
Penjualan
barang sitaan milik termohon (debitur) di muka umum
-
Cara
penjualan lelang :
a. Dilakukan langsung di hadapan juru
lelang
b. Dilakukan dengan perantaraan atau
bantuan kantor lelang
Ø Tata cara sita eksekusi :
1. Berdasarkan
Surat Perintah Ketua Pengadilan Negeri .
2. Dilaksanakan
oleh Juru Sita.
3. Pelaksanaan
dibantu Dua Orang Saksi.
4. Sita
Eksekusi Dilakukan di Tempat.
5. Pembuatan
Berita Acara Sita Eksekusi.
6. Penjagaan
Yuridis Barang yang Disita.
7. Ketidakhadiran
Tersita Tidak Menghalangi Sita Eksekusi .
Ø Syarat sita eksekusi :
1. Barang yang disita benar-benar milik pihak tersita
(termohon)
2. Mendahulukan penyitaan barang yang bergerak, dan apabila tidak mencukupi
baru dilanjutkan terhadap barang yang tidak bergerak, sampai mencapai batas
jumlah yang dihukum kepada pihak yang kalah.
Ø Jika debitur tidak dapat melaksanakan
putusan karena bangkrut / sudah jatuh miskin, maka solusinya adalah diajukan ke
Pengadilan Niaga
Ø Penangguhan eksekusi :
-
Pasal 66 ayat (2) UU 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 tahun 2004 jo. UU 3 / 2009
Tentang Mahkamah Agung
-
Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan / menghentikan eksekusi
UPAYA HUKUM
Ø Upaya hukum dapat dilakukan terhadap
suatu putusan hakim
Ø Tujuan upaya hukum = Demi kebenaran
dan keadilan karena suatu putusan bisa saja keliru, khliaf, bahkan memihak
Ø Pembagian Upaya Hukum
a. UH Biasa :
-
Objek = Putusan yang belum berkekuatan hukum tetap
- Ex =
Perlawanan / Verzet, Banding, dan Kasasi
b. UH Luar biasa
-
Objek = Putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi
- Ex =
Peninjauan Kembali, Perlawanan Pihak Ketiga (Derdenverzet)
Ø Upaya hukum biasa bisa menangguhkan
eksekusi, namun upaya hukum luar biasa tidak bisa menangguhkan eksekusi
Ø Suatu Putusan dikatakan berkekuatan
hukum tetap jika :
1. Sudah tidak ada upaya hukum biasa
terhadap putusan itu,
2. Masa pengajuan upaya hukum biasa
sudah habis, atau
3. Para pihak menerima putusan secara
sukarela
Ø Verzet :
-
Upaya
hukum terhadap verstek (putusan yang dijatuhkan karena tergugat tidak hadir
dalam sidang pertama SETELAH
dipanggil secara sah dan patut, artinya surat pemanggilan sudah disampaikan ke
tergugat secara langsung dan disampaikan pada waktu yang tidak melebihi batas
maksimal pemanggilan H-3 Sidang)
-
Dasar
hukum = Pasal 129 HIR
Ø Banding :
-
Banding
dilakukan jika salah satu pihak tidak puas terhadap putusan PN
-
Dasar
hukum = UU 20 / 1947 & UU 14 / 1970 jo. UU 4 / 2004
-
Permohonan
banding harus diajukan ke Panitera dari PN yang menjatuhkan putusan atas
perkara pemohon banding
-
Permohonan
banding harus diajukan max. 14 hari setelah Putusan PN dijatuhkan
-
Pihak
yang mengajukan banding BOLEH mengajukan
memori banding, sebaliknya pihak yang dibanding BOLEH mengajukan kontra memori banding (hal ini tidak wajib karena
dalam banding, yang dilakukan adalah pemeriksaan ulang berkas perkara / judex fictie)
-
Memori
banding diberikan ke Pengadilan Tinggi (PT ada 1 di setiap provinsi)
Ø Memori banding berisi alasan-alasan
mengapa pemohon banding mengajukan banding disertai bukti-bukti baru bila ada
Ø Kontra memori banding berisi
dalil-dalil yang terbanding untuk mematahkan memori banding
Ø Pasal 11 ayat (1) UU 20 tahun 1947 =
Kemudian selambat-lambatnya empat belas hari setelah permintaan pemeriksaan
ulangan diterima, Panitera memberi tahu kepada kedua belah fihak, bahwa mereka
dapat melihat surat-surat yang bersangkutan dengan perkaranya di kantor
Pengadilan Negeri selama empat belas hari.
Ø Kasasi :
-
Objek
permohonan = Putusan-putusan yang diberikan dalam tingkat akhir oleh
pengadilan-pengadilan lain daripada Mahkamah Agung demikian juga terhadap
putusan pengadilan yang dimintakan banding dapat dimintakan kasasi kepada MA
oleh pihak-pihak yang berkepentingan
-
Kasasi
memeriksa judex jurist (memeriksa apakah hakim sudah menerapkan hukum dengan
tepat)
-
Kasasi
tidak memeriksa ulang berkas perkara
-
Permohonan
kasasi diajukan kepada Panitera dari pengadilan yang menjatugkan putusan yang
dimohonkan
-
Jangka
waktu permohonan kasasi adalah 14 hari sejak putusan diterima oleh pemohon
(dikatakan sejak putusan diterima bukan sejak putusan dijatuhkan adalah karena
pemberitahuan hasil banding harus diberi tahu dulu ke Pengadilan Negeri, baru
nanti PN yang memberi tahu hasil banding ke pemohon)
-
Alasan
yang dipergunakan dalam permohonan kasasi : (Pasal 30 UU 14 / 1985 jo UU 5 /
2005)
1. Hakim tidak berwenang memutuskan
perkara
2. Hakim salah menerapkan / melanggar
hukum yang berlaku
3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang
diwajibkan oleh peraturan perundangundangan, yang mengancam atas kelalaian itu
dengan batalnya putusan yang bersangkutan
-
Memori
kasasi dan kontra memori kasasi bersifat wajib (jika memori kasasi tidak
dipenuhi, maka permohonan akan ditolak. Jika kontra memori kasasi tidak
dipenuhi, maka termohon dianggap menerima begitu saja permohonan kasasinya)
Ø Peninjauan Kembali :
-
Pasal
23 ayat (1) UU 4 / 2004 = Apabila terdapat hal-hal atau keadaan yang ditentukan
dengan UU, terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat
dimintakan PK kepada MA dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang
berkepentingan
-
Pengajuan
PK hanya dapat dilakukan SEKALI
(Pasal 66 ayat (1) UU 14 / 1985) (Tidak dapat diajukan Peninjauan Kembali
terhadap suatu putusan PK)
-
Tenggang
waktu Peninjauan Kembali yaitu harus diajukan dalam waktu 180 hari, dimana
range waktu ini untuk : (Pasal 69 UU No. 14 / 1985 jo. UU 5 / 2004)
1. Yg disebut dalam huruf a sejak diketahui
kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan hakim pidana memperoleh kekuatan
hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yg berperkara;
2. Yg disebut pada huruf b sejak ditemukan
surat-surat bukti, yang hari serta tanggal diketemukannya harus dinyatakan
di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yg berwenang;
3. Yg disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan
memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yg
berperkara.
Ø Pasal 70 UU 14 / 1985 jo UU 5 / 2004
:
-
Permohonan
PK diajukan oleh pemohon kepada MA melalui KPN yg memutus perkara dalam tk
pertama dengan membayar biaya perkara yg diperlukan;
-
MA memutus
permohonan PK pada tingkat pertama dan terakhir
Ø Derdenverzet :
-
Dasar
hukum = Pasal 378 RV
-
Terjadi
apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikan kepentingan dari pihak ketiga,
maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan
tersebut
GUGATAN PERWAKILAN
Ø Dasar hukum gugatan perwakilan =
Perma Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok (mengatur
class actions)
Ø Gugatan perwakilan kelompok = Suatu
tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili
kelompok mengajukan gugatan untuk diri sendiri atau diri diri mereka sendiri
dan sekaligus mewakili kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok
dan anggota kelompok dimaksud (Pasal 1 huruf a Perma 1 / 2002)
Ø Wakil kelompok = Satu
orang atau lebih yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus
mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya (Pasal 1 huruf b Perma 1 / 2002)
Ø Anggota kelompok = Sekelompok
orang dalam jumlah banyak yang menderita kerugian yang kepentingannya diwakili
oleh wakil kelompok di pengadilan (Pasal
1 huruf c Perma 1 / 2002) = Class member
Ø Sub kelompok = Pengelompokan
anggota kelompok ke dalam kelompok yang lebih kecil dalam satu gugatan berdasarkan
perbedan tingkat penderitaan dan atau jenis kerugian (Pasal 1 huruf d Perma 1 / 2002)
Ø Notifikasi = Pemberitahuan yang
dilakukan oleh panitera atas perintah Hakim kepada anggota kelompok melalui
berbagai cara yang mudah dijangkau oleh anggota kelompok yang didefinisikan
dalam surat gugatan (Pasal 1 huruf e Perma 1 / 2002)
Ø Notifikasi perlu diadakan :
1. Segera setelah hakim memutuskan bahwa
pengajuan tata cara gugatan perwakilan kelompok dintakan sah
2. Pada tahap penyelesaian dan
pendistribusian ganti rugi ketika gugatan dikabulkan
3. Untuk memberi kesempatan bagi anggota
kelas yang ingin menyatakan keluar dari kelompok tersebut
4. Cara pemberitahuan dibuat seefektif
atas persetujuan hakim dengan tujuan agar anggota kelas mengetahui adanya
prosedur class action
Ø Macam-macam pemberitahuan :
a. Opt out = Prosedur di mana anggota
kelas / kelompok yang didefinisikan secara umum dalam anggota class actions
diberitahukan di media massa (cetak / elektronik) – public notice pihak-pihak
yang termasuk dalam definisi umum, diberi kesempatan dalam jangka waktu
tertentu untuk menyatakan keluar dari kasus gugatan class actions apabila tidak
ingin dilibatkan dalam gugatan class action, sehingga putusan pengadlian tidak
memihak dirinya (Dalam model op out,
anggota kelompok yang memutuskan tidak mau ikutan perkara, bisa mengajukan
pengunduran diri dari perkara)
b. Opt in = Prosedur yang mensyaratkan
penggugat (wakil kelas) untuk memperlihatkan persetujuan tertulis dari seluruh
anggota kelas. Apabila diberlakukan prosedur ini, prosedurnya sama dnegan
gugatan perdata biasa yang bersifat massal, di mana masing-masing anggota kelas
memberikan surat kuasa kepada kuasa hukum.
Ø Indonesia memakai jenis opt out
Ø Penggunaan
mekanisme Opt-out dirasakan lebih sesuai dengan tujuan digunakannya class
action sebab apabila yang digunakan adalah mekanisme Opt-In (semua
anggota kelas memberikan kuasa secara tertulis, hal ini sesuai Pasal 123 HIR)
maka gugatan class actions tersebut tidak akan ada bedanya dengan
gugatan biasa dengan jumlah penggugat yang banyak.
Ø Prosedur gugatan perwakilan di
Indonesia :
1. Pemberian
Kuasa, tidak semua anggota kelas (class members) harus memberikan
persetujuan secara tertulis. Pemberian kuasa cukup diwakilkan oleh wakil kelas
(class representative) yang jumlahnya relatif lebih sedikit.
2. Bagian-bagian
dalam gugatan harus lebih diperjelas secara formal tentang identitas
pihak-pihak (persamaan fakta, hukum, dan tuntutan). Pada bagian
posita dan Petitum dijelaskan tentang mekanisme pendistribusian ganti rugi.
3. Akan ada
penetapan terlebih dahulu untuk memutuskan apakah suatu gugatan dapat diajukan
dengan cara class action atau tidak.
4. Pemberitahuan
(Notifikasi) dapat dilakukan dengan berbagai cara yang sifatnya lebih
efektif agar semua anggota kelas (class members) mengetahui akan adanya
gugatan class action tersebut.
5. Bunyi
putusan lebih terperinci dan dapat dilaksanakan. Mekanisme yang digunakan dalam
notifikasi adalah mekanisme Opt-Out yaitu bagi anggota kelas (class
Members) yang tidak setuju atau tidak ingin diikutkan dalam perkara tersebut
dapat menyatakan keluar dari gugatan tersebut secara tertulis.
Ø Berbagai UU yang telah mengakui
pengaturan class action di Indonesia :
a. Pasal 37 UU 23 / 1997 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup :
-
Menggunakan
istilah gugatan perwakilan
-
Pasal
37 ini sebenarnya mengatur tiga hal yang satu sama lain berbeda,yaitu :
§ Hak mengajukan gugatan secara
perwakilan
§ Hak masyarakat mengajukan laporan
mengenai permasalahan lingkungan hidup yang merugikan diri mereka
§ Perwakilan dari instansi pemerintah
yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup untuk bertindak
mengatasnamakan masyarakat
b. Penjelasan Pasal 46 UU 8 / 1999 tentang
Perlindungan Konsumen = Menggunakan istilah gugatan kelompok
c. Pasal 71 UU 41 / 1999 tentang
Kehutanan = Menggunakan istilah gugatan perwakilan
d. Penjelasan Pasal 38 UU 18 / 1999 tentang
Jasa Konstruksi = Menggunakan istilah gugatan perwakilan
e. Pasal 36 UU 18 / 2008 tentang
Pengelolaan Sampah
f.
Pasal
9 UU 5 / 1983 tentang ZEE
Ø Syarat gugatan class action :
a.
Jumlah
anggota kelompok sedemikian banyak.
b.
Terdapat
kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan.
c.
Ada
kesamaan jenis tuntutan diantara wakil kelompok dengan anggota kelompok.
d.
Wakil
kelompok harus memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan
anggota kelompok yang diwakili.
Ø Jumlah anggota kelompok sedemikian
banyak (jumlahnya uncountable)
Ø Terdapat kesamaan fakta / peristiwa
dan kesamaan dasar hukum yang digunakan
Ø Ada kesamaan jenis tuntutan diantara
wakil kelompok dengan anggota kelompok
Ø Wakil kelompok harus memiliki
kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang
diwakili
Ø Dalam opt out tidak perlu surat kuasa
dari anggota kelompok kepada wakil kelompok (Kalau sistem opt in kebalikannya)
Ø Verifikasi = Pada awal proses pemeriksaan,
persidangan, hakim wajib memeriksa dan mempertimbangkan kriteria gugatan
perwakilan kelompok
Ø Keuntungan class action :
1. Lebih ekonomis dan efisien bagi
tergugat dan penggugat
2. Pengadilan tidak memerlukan banyak
Majelis Hakim untuk menangani perkara sejenis
3. Memberikan Akses kepada keadilan dan
mengurangi hambatan2 bagi penggugat individual yang pada umumnya berposisi
lebih lemah untuk memperjuangkan haknya di pengadilan
4. Perubahan sikap pelaku pelanggaran
(merugikan kepentingan masyarakat luas yang diharapkan ada efek jera)
5. Menghindari putusan yang bertentangan
satu sama lain atau tidak konsisten dalam satu perkara sejenis
Ø Groupsacties = gugatan dari
sekelompok orang yang masing-masing mempunyai kepentingan dan masing-masing
kepentingan itu dapat diindividualisir
Ø Algemeen Belang = gugatan yang dapat
diajukan oleh sekelompok orang dengan tidak perlu diindividualisir, sebab
kepentingan disini merupakan bagian dari hidup setiap orang atau anggota
masyarakat.
Ø Bagan prosedur gugatan kelompok :
Ø di akhir prosedur, harus ada
mekanisme ganti rugi !!
PERADILAN NIAGA
Ø Prinsipnya, hukum acara yang berlaku
pada Pengadilan Niaga adalah Hukum Acara Perdata
Ø Penjelasan Pasal 280 ayat (1) UU
Kehakiman = Kewenangan absolut untuk menerima, memeriksa, dan mengadili permohonan
kepailitan ada pada Pengadilan Niaga
Ø Pengadilan niaga berada di lingkungan
peradilan umum
Ø Di Indonesia, pengadilan niaga ada di
Jakarta, Semarang, Surabaya, Makasar, dan Medan berdasarkan Keppres No. 97
Tahun 1999 (PN inilah yang menjadi kompetensi relatif Peradilan Niaga)
Ø Sejarah peradilan niaga :
-
Awalnya
pengaturan kepailitan diatur dalam 2 macam peraturan kepailitan akibat dari
pembedaan antara pedagang dan bukan pedagang, yaitu :
1. Untuk pedagang Indonesia diatur dalam
Buku ketiga KUHD
2. Untuk bukan pedagang diatur dalam
Buku Ketiga Rv
-
Lalu,
kedua aturan itu dicabut oleh Faillissement Verordening S 1906 – 348 (Peraturan
Kepailitan)
-
Setelah
bangsa Indonesia merdeka, Faillissement
Verordening masih tetap berlaku untuk kepailitan
-
Namun,
peraturan tersebut sudah tidak mampu lagi memenuhi perkembangan. Akhirnya Faillissement
V. diganti dengan ditetapkannya Perpu 1 / 1998 tentang Perubahan atas UU
Kepailitan yang kemudian disahkan menjadi UU 4 / 1998
-
Ternyata
UU 4 / 1998 juga memiliki kelemahan. Karena itu UU 4 / 1998 diganti dengan UU
37 / 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU)
Ø Namun, harusnya memang dibedakan
antara pedagang dan bukan pedagang, karena :
1. Perusahaan (Pedagang) terdiri dari
dua harta, yaitu harta pengurus dan harta perusahaan (jika suatu perusahaan
terbukti mengalami pailit dikarenakan bukan
kesalahan pengurus, maka harta yang terkena imbas pailit hanya harta perusahaan
2. Perseorangan (bukan pedagang) hanya
memiliki satu jenis harta dan tidak dapat dipisahkan dari orangnya
Ø Kepailitan = Lembaga hukum perdata
yang merealisasikan 2 asas pokok mengenai jaminan yang diatur dalam Pasal 1131
(jaminan umum) dan 1132 KUHPer (jaminan khusus)
Ø Kepailitan adalah konsekuensi logis
dari adanya :
1. Pasal 1131 KUHPer = Segala
barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada
maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan
debitur itu.
2. Pasal 1132 KUHPer = Barang-barang itu
menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya hasil penjualan
barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali
bila di antara para kreditur itu ada alasan- alasan sah untuk didahulukan.
Ø Pailit = Sita umum atas semua
kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh
kurator dan dibawah pengawas hakim pengawas (UUKPKPU)
Ø Filosofi Pailit = Kepailitan adalah
jalan keluar bagi debitur yang tidak mampu membayar utangnya daripada
permasalahan utangnya (agar tidak terus-terusan dikejar-kejar hutang)
Ø Syarat Pailit : (Pasal 2 ayat (1)
UUKPKPU)
a. Debitur sedikitnya mempunyai 2
kreditur / lebih (concursus creditorium) :
-
Kalau
cuma 1, maka tidak perlu lembaga pailit karena harta kekayaan milik debitur
menjadi jaminan pelunasan hutang kreditur tanpa perlu membaginya dengan
kreditur lain
-
Urutan
prioritas :
1. Kreditur Separatis = Kreditor
pemegang hak jaminan kebendaan, yang tidak terkena akibat putusan pernyataan
pailit, artinya hak-hak eksekusi mereka tetap dapat dijalankan seperti tidak
ada kepailitan debitor (Ex : pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,
dan hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya)
2. Preferred Creditor = kreditor yang
memiliki hak istimewa atau hak prioritas (hak yang oleh undang-undang diberikan
kepada seorang berpiutang sehingga tingkatannya lebih tinggi daripada orang
berpiutang lainnya.)
3. Concurrent Creditor = kreditor yang
harus berbagi dengan para kreditor lainnya secara proporsional (pari passu),
yaitu menurut perbandingan besarnya masing-masing tagihan, dari hasil penjualan
harta kekayaan debitor yang tidak dibebani dengan hak jaminan. = unsecured
creditor.
b. Debitur tidak membayar sedikitnya
satu hutang kepada salah satu krediturnya
c. Hutang itu telah jatuh tempo dan
telah dapat ditagih
Ø Utang = kewajiban yang dinyatakan)
atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun
mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari
atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib
dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk
mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor (UUKPKPU)
Ø Kreditur lebih baik melalui lembaga
pailit daripada lewat gugat wanprestasi jika debitur mandek, karena biaya
gugatannya tidak worth it dibanding hutangnya.
Ø Pihak yang dapat mengajukan
permohonan pailit (Pasal 2 ayat (1) – (5) UUKPKPU :
1. Debitur itu sendiri
2. Dua / lebih kreditur
3. Kejaksaan untuk kepentingan umum
4. BI dalam hal debitur adalah bank
5. Ketua Bappepam dalam hal debitur
adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring, dan penjamin, lembaga
penyimpanan dan penyelesaian
6. Menteri Keuangan dalam hal debitur
adalah perusahaan asuransi, reasuransi, dana pensiun, atau BUMN yang bergerak
di bidang kepentingan umum
Ø Dalam teori, sebenarnya BUMN bisa
dipailitkan, namun dalam prakteknya, MA pernah membatalkan pailit sebuah BUMN
karena banyak UU lain (Ex : UU Perbendaharaan Negara) yang menyatakan harta
negara tidak dapat dipailitkan dan harta negara tidak dapat disita
Ø Permohonan pernyataan pailit harus
diajukan oleh seorang advokat, kecuali dalam hal permohonan diajukan oleh
Kejaksaan, BI, Bapepam dan Menteri Keuangan (Pasal 7 ayat (2) UUKPKPU)
Ø Prosedur permohonan pailit :
Ø Proses persidangan perkara perdata
niaga tidak jauh beda dengan perkara perdata umum, HANYA di dalam sidang
permohonan pailit tidak ada tahap replik
dan duplik
Ø Prosedur Persidangan Pailit :
1.
Sidang
I, Pemohon Pailit membacakan
permohonannya.
2.
Sidang
selanjutnya, Termohon Pailit dapat mengajukan jawaban (tanggapan) atau
mengajukan permohonan PKPU
3.
Sidang
selanjutnya, proses pembuktian pembuktian ini dilakukan secara sederhana
4.
Sidang
selanjutnya, kesimpulan dari para pihak
5.
Sidang
terakhir, pembacaan putusan.
Ø Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU = Permohonan
pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang
terbukti secara sederhana bahwa persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
ayat (1) telah dipenuhi
Ø Alat bukti dalam Peradilan Niaga
Mengacu kepada alat-alat bukti dalam perkara perdata umum di Pasal 164 HIR
Ø PKPU= Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang diatur dalam Pasal 222-264 UUKPKPU
Ø PKPU dapat diajukan oleh Debitur dan
Kreditur
Ø Macam PKPU :
1. PKPU Sementara (Pasal 226 UUKPKPU)
2. PKPU Tetap (Pasal 229 ayat (1)UUKPKPU)
Ø Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
dan bersifat serta merta (Pasal 8 ayat (7) UUKPKPU)
Ø Putusan Diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah
tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan (Pasal 8 ayat (5) UUKPKPU)
Ø Dalam putusan, harus diangkat Kurator
dan seorang Hakim Pengawas (Pasal 15 ayat (1) UUKPKPU)
Ø Tugas Kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau
pemberesan harta pailit (Pasal 69 UUKPKPU)
Ø Tugas Hakim Pengawas mengawasi pengurusan dan
pemberesan harta pailit (Pasal 65 UUKPKPU)
Ø Kurator berwenang melaksanakan tugas
pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit
diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan
kembali (Pasal 16 dan Pasal 69 UUKPKPU)
Ø segala perbuatan Kurator tetap sah meski putusan
dibatalkan akibat adanya Kasasi atau Peninjauan Kembali (Pasal 16 ayat (2)
UUKPKPU)
Ø Sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan
maka Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus
kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. (Pasal 24 ayat (1) UUKPKPU)
Ø Debitor yang pailit memiliki hak
untuk menawarkan perdamaian kepada semua kreditor
Ø Dalam perkara perdata niaga, yang melaksanakan
putusan pailit adalah Kurator bukan KPN dan dalam perkara kepailitan tidak ada
yang memimpin eksekusi, sebab UU hanya menyatakan bahwa dalam melakukan
pemberesan dan pengurusan harta pailit, Kurator diawasi oleh Hakim Pengawas.
Ø Tata Cara Eksekusi :
1. Panitia Kreditor
2. Verifikasi
= Piutang-piutang Kreditor atau utang-utang Debitor
yang dinyatakan pailit didata oleh Kurator untuk dicocokkan mengenai benar
tidaknya pengakuan sebagai Kreditor, besarnya piutang Kreditor maupun
kedudukannya sebagai Kreditor.
3. Pelaksanaan Pemberesan oleh Kurator
4. Penjualan di muka umum harta pailit
(Lelang) = Dilakukan oleh Kurator/Balai Harta Peninggalan (BHP) dengan
perantaraan Kantor Lelang Negara (juru lelang) dengan seizin Hakim Pengawas
(penjualan di bawah tangan dapat dilakukan hanya dengan izin Hakim Pengawas)
Ø Setelah
kepailitan berakhir, Debitor Pailit/ ahli warisnya berhak mengajukan
rehabilitasi ke PNiaga yg memutus.
Ø Rehabilitasi
= pemulihan nama baik Debitor Pailit, melalui putusan pengadilan yg berisi
keterangan bahwa Debitor telah memenuhi kewajibannya.
Ø Upaya hukum yang bisa dilakukan
terhadap Putusan Pailit hanya :
1. Kasasi
2. Peninjauan Kembali
Ø Prosedur upaya hukum dalam perkara
perdata niaga tidak jauh berbeda dengan perkara biasa, namun waktu pengajuannya
beda dengan biasa
PENGETAHUAN UMUM
Ø
Anak yang sah adalah anak yang lahir dari
perkawinan sah kedua orangtuanya, kecuali dikemudian hari dapat dibuktikan lain
Ø
1917 BW = Pemilik benda bergerak adalah orang
yang memiliki kekuatan fisik
Ø
Pasal 5 UU 11 / 2008 = Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum
yang sah.
TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia.
~ Ratapan 3:25
No comments:
Post a Comment