*Catatan ini hanya sebagai pembantu dalam belajar dan bukan menjadi satu-satunya sumber dalam belajar. Sekiranya ini hanya sebagai reminder dan teman-teman bisa belajar dari sumber lain:) Saran dan komentar sangat terbuka untuk saya. Selamat Belajar :D
PENGETAHUAN DASAR HAPID
Ø Hukum Pidana materiil memuat :
- Siapa yang dapat di hukum
- Perbuatan yang dilarang apa
- Sanksinya apa
Ø Dalam hukum pidana diatur “bila”, “kepada siapa” dan “bagaimana” hakim dpt menjatuhkan pidana (pengertian
ini sempit karena hanya punishment oriented)
Ø Hukum Acara Pidana = Menegakkan hukum
pidana materiil
Ø Hukum Acara Pidana = Rangkaian peraturan2 yg memuat
cara bagaimana aparatur penegak hukum dlm sistem peradilan pidana
bertindak guna mencapai tujuan negara dgn mengadakan hkm pidana. (Wirjono Prodjodikoro)
Ø KUHAP tidak memberikan definisi pasti dari
Hapid, tetapi KUHAP mendefenisikan
ttg fungsi-fungsi Hapid yaitu penyelidikan, penyidikan, penuntutan, mengadili, praperadilan, putusan pengadilan,
upaya hukum, dll.
Ø Hk
acara pidana diadakan dengan
tujuan untuk menegakkan sekaligus dari :
1. Keadilan
2. Memberantas
kejahatan
3. Mencegah
Ø Tujuan Hapid = Mencari tahu apakah
seseorang itu benar atau salah (bukan memaksakan seseorang harus bersalah)
(dalam prakteknya, sering hakim yang memberi putusan bebas akan dipanggil dan
diperiksa oleh KY, sehingga seolah-olah adalah haram untuk menyatakan putusan
bebas)
Ø Penerapan Hapid harus seimbang antara
tersangka dan korban (sesuai dengan prinsip Equal Arms, yaitu semua pihak
(terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum) harus memiliki kesempatan yang sama untuk
membuktikan diri dan berargumen di pengadilan)
Ø Hapid ditinjau dari kriminologi :
a. Pencegahan (Preventif)
b. Penegakan hukum terhadap tindak
kejahatan / Law Enforcement
c. Edukatif, Pengembalian (Represif =
Pengulangan / penindakan)
Ø Pengertian
hukum
acara pidana sebagai rangkaian penegakan hukum yang diarahkan untuk mencapai ketiga
tujuannya disebut sistem peradilan pidana / “SPP” (pengertian
yang lebih luas dari hukum acara pidana)
Ø Hk
acara pidana harus beorientasi kesisteman, yaitu suatu sistem yang menegakkan
keadilan, memberantas kejahatan, dan mencegah kejahatan
Ø Sistem Peradilan Pidana Terpadu = CJS
Terintegrasi / terpadu
Ø Sistem Hukum = Legal System =
Rangkaian proses yang terdiri dari institusi hukum, prosedur, dan peraturan =
Refleksi dari tradisi hukum
Ø 2 Sistem hukum yang utama digunakan
oleh berbagai dunia :
a. Common Law :
-
Muncul di abad 12 di Inggris
-
Digunakan oleh negara berbahasa Inggris atau bekas jajahan Inggris
-
Adversarial
-
Hakim sebagai arbiter (membaca kasus dan menginterpretasi hukum yang berlaku,
termasuk yurisprudensi / Preseden yang dibuat berdasar kasus terdahulu) / Judges made law
- Aplikasi
Hukum = Khusus – umum, Flexible, dan umumnya dapat diprediksi
-
Menganut asas preseden (Prinsip bahwa kasus terdahulu dengan fakta yang mirip
dan hukum yang sama, mengikat pengadilan yang sama atau pengadilan di bawahnya)
b. Civil Law
-
Berasal dari Kerajaan Holy Roma.
-
Digunakan di negara Eropa Kontinental dan bekas jajahannya.
- Inquisitorial
-
Hakim sbg Ahli (investigasi kasus, aktif, dan mengaplikasikan hukum yang
berlaku)
-
Aplikasi hukum: Umum – Khusus dan lebih
mengutamakan dapat diprediksi daripada fleksibilitas.
- Pengadilan
tidak menganut preseden (Secara normatif putusan terdahulu baik dari tingkat
yang sama ataupun di atasnya, tidak mengikat pengadilan yang sama atau
dibawahnya)
Ø Indonesia legal system :
- Dikenal adanya Yurisprudensi (namun
bersifat ad hoc / khusus)
- Pernyataan mengenai interpretasi
atau masalah kebijakan untuk putusan dibuat oleh MA dalam bentuk Surat Edaran MA
Ø Legal Model = Pola hukum (Lebih luas
dari definisi “system”)
Ø 2 Model Hukum yang utama digunakan di
dunia :
a. Crime Control Model
-
Affirmative Model (Keberadaan Aparat Penegak Hukum (APH) dan kewenangan APH
secara maksimal untuk keamanan publik.)
- Tindakan
Preventif dari tindak pidana adalah fungsi yang paling penting selama proses
perkara pidana.
- Presumption
of Guilty = Pre-arrest, arrest, process verball, etc
- Cenderung
jauh bersifat administrative & managerial.
-
Tujuan = Hasil dan Efisiensi
b. Due Process Model
- Negative
model
- Pembatasan kewenangan aparat penegak
hukum lebih penting.
- Presumption of Innocence = Miranda
rules, plead bargain, etc.
- Lebih bersifat adversarial dan
peradilan daripada administratif.
- Tujuan = Proses yang adil dan tidak
memihak.
c. Family Model
Ø Perbedaan Crime Control Model (CCM)
dan Due Process Model (DPM) menurut Herbert L. Packer :
a. CCM = Tujuannya untuk memberantas
kejahatan
DPM =
Tujuannya untuk melindungi pihak terkait dari kewenangan negara
b. CCM = Proses pemeriksaan perkara
pidana terjadi dalam high speed instrumen of social control
DPM =
Proses pemeriksaan perkara pidana terjadi dalam low speed instruemn of social
control
c. DPM merupakan reaksi karena adanya keluhan
terhadap CCM
Ø Di Amerika, CCM dan DPM sudah pernah
diberlakukan di sana.
Ø Criminal Procedure System :
a. Inquisitorial
- Kebanyakan
berlaku di negara “civil law system” / Eropa Continental .
- Jaksa
memiliki kewenangan untuk membuktikan tuntutan/dakwaannya.
-
Hakim memiliki kewenangan untuk memeriksa kasus secara langsung dan menanyakan
para pihak serta saksi-saksi.
- No
plead bargain / non jury system
b. Adversarial
- Kebanyakan
berlaku di negara common law
- Dua
sisi (biasanya diwakili oleh advokat yang pintar, yang melakukan argumen di
depan persidangan)
-
Hakim tidak memiliki kewenangan untuk melakukan investigasi atau memeriksa
kasus secara langsung (Hanya bertanya kepada saksi jika terdapat keterangan
yang perlu diklarifikasi)
c. Plead bargain / jury system
Ø Prinsip dan Konsep dalam KUHAP /
Indonesia Criminal Procedure Code :
1. Equality before the law
2. Presumption of innocence = Belum
bersalah sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap
3. Remedy and rehabilitation
4. Fair, impartial, impersonal and
objective, legal assitance
5. Open trial
Ø Ketentuan Hapid dalam Hukum Positif
Indonesia :
a. UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana
b. Perundang-Undangan Sektoral Secara
Khusus
1. UU “Para Penegak Hukum” = UU Polri,
UU Kejaksaan RI, UU Peradilan Umum, dll
2. UU Substansial = UU Pengadilan HAM,
UU Pengadilan Tipikor, UU Terorisme, dll
c. Peraturan-peraturan pelaksanaan
lainnya = SEMA, SK Kapolri, SK Menteri Kehakiman, dll
Ø Prosedur Pemeriksaan Perkara Pidana :
1. Kejadian Hukum = Ada suatu peristiwa
2. Penyelidikan :
- Mencari
tahu apakah suatu kejadian yang diduga ada tindak pidana itu benar adanya
-
Masih curiga
3. Penyidikan :
-
Suatu kejadian yang pasti ada tindak pidana
-
Mencari alat bukti dan tersangka
- Ada
asas presumption of guilty (harus
suudzon)
4. Pra Peradilan :
- Bisa
menghentikan proses penyidikan (jika ketentuan2 mengenai penghentian itu
terpenuhi)
5. Pra Penuntutan
-
Polisi menyerahkan berkas ke kejaksaan
-
Sering terjadi bolak balik berkas polisi – jaksa (belum ada aturan terkait
batas maksimal jaksa menolak berkas polisi)
6. Persidangan :
-
Tersangka berubah menjadi terdakwa
-
Diadili
-
Advokat baru bisa membela kliennya di tahap ini
-
Terdakwa mengajukan bukti2 dan argumen2 tandingan
7. Putusan
-
Sudah dipidananya terdakwa (bila ia menerima putusan)
8. Upaya Hukum
-
Dilakukannya upaya banding / kasasi (bila terdakwa tidak menerima putusan)
9. Eksekusi
- Terdakwa
menjadi terpidanan
-
Dilakukannya hukuman penjara / kurang / denda
10. Pengawasan dan Pengamatan
-
Melihat apakah narapidanana itu baik atau tidak selama menjalani hukuman
- Ada
pemberian grasi, rehabilitasi, remisi, dll sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Ø Proses Ajudikasi Perkara Pidana :
1. Pembacaan Surat Dakwaan
2. Keberatan / Eksepsi (bisa langsung ke
tahap pembuktian bila tidak ada keberatan)
3. Tanggapan Eksepsi
4. Putusan Sela
5. Pembuktian
6. Tuntutan hukum
7. Pembelaan
8. Replik – Duplik
9. Putusan
Ø Perjalanan Orang Bebas menjadi
terpidana :
1. Orang bebas
2. Saksi
3. Tersangka (memiliki hak : Surat
keberatan, Praperadilan, Surat Pengalihan atau Penangguhan Penahanan dengan
jaminan uang / orang)
4. Terdakwa (memiliki hak : Eksepsi dan
Pledoii / Pembelaan)
5. Terpidana (memiliki hak : Remisi,
Asimilasi, dan pelepasan bersyarat)
Ø Aparat Hukum dalam Hapid :
- Penyelidik – penyidik
- Penasehat Hukum
- Hakim
- Penuntut Umum
Ø Hapid tanpa interpretasi / penafsiran
akan menjadi kering (interpretasi dibutuhkan agar tidak ada rekayasa),
contohnya ada ketentuan “Si tersangka bisa mendapat BAP” (kalau tidak ada
penafsiran, maka tidak dapat ditentukan kapan dia dapat BAP nya)
Ø PENGADILAN BUKAN MENCARI KESALAHAN
NAMUN MENCARI KEBENARAN!!!
PENYELIDIKAN
Ø Crime Scene Processing = Mencari
informasi, petunjuk, identitas pelaku + korban + saksi, barang2 bukti
(dilakukan dengan bantuan metode laboratorium forensik, ahli-ahli, dan dokter
forensik)
Ø PENYELIDIKAN TIDAK BOLEH BERDASARKAN
ASUMSI !!!
Ø Metode Penyelidikan :
a. Terbuka
1. Memperlihatkan ID (tidak perlu surat
tugas)
2. Menggunakan teknik interview (perlu
surat tugas)
3. Untuk pidana yang umum
b. Tertutup
-
Untuk tindak pidana tertentu yang sulit terungkap
-
Contoh kasus = Terorisme, Narkoba
-
Tahapan : Surveillance, lalu Undercover / Penjebakan, lalu Observation
Ø Yang menjadi penyelidik
a. Polri
b. UU Khusus lain = KPK (kasus korupsi),
OJK (kasus pasar modal), Komnas HAM (kasus HAM, TNI AL Khusus (kasus kelautan),
dll
Ø Tugas dan wewenang Penyelidik :
(Pasal 5 KUHAP)
1. menerima laporan atau pengaduan
dari seorang tentang adanya tindak pidana;
2. mencari keterangan dan barang
bukti;
3. menyuruh berhenti seorang yang
dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
4. mengadakan tindakan lain menurut
hukum yang bertanggung jawab.
Ø Yang dimaksud dengan "tindakan
lain" adalah tindakan dari penyelidik untuk kepentingan penyelidikan
dengan syarat : (Penjelasan Pasal 5 KUHAP)
a) tidak bertentangan dengan suatu
aturan hukum;
b) selaras dengan kewajiban hukum
yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan;
c) tindakan itu harus patut dan masuk
akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d) atas pertimbangan yang layak
berdasarkan keadaan memaksa;
e) menghormati hak asasi manusia.
Ø Pasal 108 KUHAP = Setiap orang yang
mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang
merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan
laporan atau pengaduan kepada
penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.
Ø Perbedaan pengaduan dan pelaporan :
1. Pengaduan = Hanya dapat Dilakukan
oleh orang tertentu, orang itu harus berhubungan langsung dengan kasus, dapat
dicabut kembali oleh pengadu
2. Pelaporan = Dapat Dilakukan oleh
semua orang (yang mengalami, melihat, dan mendengar suatu peristiwa pidana) dan
tidak dapat dicabut kembali oleh pembuat laporan
Ø Pasal 1 butir 24 KUHAP = Laporan adalah pemberitahuan yang
disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan
undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau
diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
Ø Pasal 1 butir 25 KUHAP = Pengaduan adalah pemberitahuan disertai
permintaan oleh pihak yang
berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum
seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.
Ø Macam-macam delik :
1. Delik biasa = (Pelaporan)
2. Delik aduan = (Ex : Perzinahan,
pembocoran rahasia perusahaan, dll)
3. Delik aduan relatif = Delik yang
harusnya bukan delik aduan namun bisa menjadi delik aduan karena hal tertentu
(Ex : Pencurian oleh anggota keluarga)
Ø Penyelidikan tidak boleh dilakukan
upaya paksa (kecuali tertangkap tangan)
PENYIDIKAN
Ø Pasal 1 butir 2 KUHAP = Penyidikan
adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya.
Ø Penyidikan = Tahap penentuan calon tersangka menjadi tersangka
Ø Sebelum menjadi tersangka, biasanya
dia adalah saksi
Ø Syarat penetapan tersangka = Minimal
ada dua alat bukti
Ø Bukti tidak sama dengan alat bukti
Ø Penyidik : (Pasal 1 butir 1 jo Pasal
6 KUHAP)
-
Polri
- PNS
Ø Proses Penyidikan tindak pidana :
1. Masyarakat
2. Kejadian
3. Aduan
4. Lidik (oleh penyelidik)
5. LHP
6. Gelar Perkara
7. Sidik
8. Riksa
9. Tap TSK
10. Tindak
11. Berkas
12. Serah Perkara
13. Penuntut Umum
Ø Wewenang Penyidik (Pasal 7 KUHAP) :
a. menerima-laporan atau pengaduan dari
seorang tentang adanya tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat
di tempat kejadian;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka
dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ;
d. melakukan penangkapan, penahanan,
penggeledahan dan penyitaan;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan
surat;
f.
mengambil
sidik jari dan memotret seorang;
g. memanggil orang untuk didengar dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h. mendatangkan orang ahli yang
diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i.
mengadakan
penghentian penyidikan;
j.
mengadakan
tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Ø Pemanggilan oleh penyidik :
·
Pemanggilan
tersangka / saksi
·
Pemanggilan
dengan surat panggilan yang sah
·
Tata
cara :
1. Disampaikan secara langsung kepada
orang yang dipanggil dengan cara datang langsung ke kediamannya
2. Disampaikan paling lambat 3 hari
sebelum tanggal pemeriksaan / persidangan
Ø Pemeriksaan oleh penyidik :
-
Pemeriksaan tersangka, saksi, korban, atau ahli
-
Pasal 113 KUHAP = Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi
alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang
melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya.
- tersangka
berhak untuk mendapat bantuan hukum (kalau saksi mendapat bantuan hukum belum
diatur)
-
Pasal 115 KUHAP = Dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap
tersangka, penasihat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara
melihat serta-mendengar pemeriksaan.
-
Pasal 116 ayat (2) KUHAP = Saksi diperiksa secara tersendiri, tetapi boleh
dipertemukan yang satu dengan yang lain dan mereka wajib memberikan keterangan
yang sebenarnya.
Ø Saksi boleh didampingi oleh kuasa
hukum, tetapi harus duduk diam saat pemeriksaan karena tugasnya hanya
mendampingi saksi / mengawasi pelaksanaan pemeriksaan (TIDAK BOLEH PENGACARANYA
BANYAK OMONG / BACOT !!!)
Ø Pasal 23 SPPA = Dalam setiap tingkat
pemeriksaan, Anak wajib diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh Pembimbing
Kemasyarakatan atau pendamping lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan dalam setiap tingkat pemeriksaan, Anak Korban atau Anak
Saksi wajib didampingi oleh orang tua dan/atau orang yang dipercaya oleh Anak
Korban dan/atau Anak Saksi, atau Pekerja Sosial = Pemberitahuan ini secara
tertulis
Ø Miranda Rules = hak-hak
konstitusional dari tersangka / terdakwa yang meliputi hak untuk tidak menjawab
atas pertanyaan pejabat bersangkutan dalam proses peradilan pidana dan hak
untuk didampingi atau dihadirkan Penasihat Hukum sejak dari proses penyidikan dan/atau
dalam semua tingkat proses peradilan.
Ø Di common law, ada kebolehan bagi
saksi untuk tidak menjawab pertanyaan penyidik (di Civil Law tidak bisa / saksi
harus menjawab semua pertanyaan penyidik dan jika tidak dijawab, maka penyidik
akan membuat asumsi sendiri)
Ø Alasan penghentian penyidikan :
a. Kurang bukti
b. Bukan merupakan tindak pidana
c. Batal demi hukum, jika :
- Ne
bis in idem (Pasal 76 KUHP)
- Tersangka
mati (Pasal 77 KUHP)
-
Hapusnya kewenangan menuntut pidana dan daluwarsa menjalankan pidananya (Pasal
78 KUHP)
UPAYA PAKSA
Ø Ciri-ciri upaya paksa :
-
Dipaksa
-
Melanggar HAM
-
Tidak sesuai kehendak objeknya
Ø Filosofi upaya paksa :
-
Melanggar HAM, sehingga pengunaannya harus dihindari
- Jika
memang terpaksa harus dilakukan, maka pelaksanaannya harus Due Process of Law /
diatur dengan aturan yang jelas)
-
Semakin banyak dilakukan upaya paksa, maka semakin jelek proses peradilan
pidana tersebut
Ø Tindakan Upaya Paksa :
-
Penangkapan
-
Penahanan
-
Penggeledahan
-
Penyitaan
-
Penyadapan
Ø Yang berhak melakukan upaya paksa :
-
Penggeledahan, penyitaan, penangkapan = Penyidik
-
Penahanan = Penyidik, Jaksa Penuntut Umum, Hakim
PENANGKAPAN
Ø Pasal 1 butir 20 KUHAP = Penangkapan
adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan
tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan
penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini.
Ø Yang dapat melakukan penangkapan :
1. Penyidik
2. Penyidik pembantu
Ø Lama penangkapan = 1 x 24 jam (Pasal
19 KUHAP)
Ø Syarat penangkapan : (Pasal 17 KUHAP)
(SEMUANYA HARUS TERPENUHI !!!)
- Diduga keras melakukan tindak
pidana
- Bukti permulaan yang cukup
Ø PENANGKAPAN TIDAK BOLEH BEDASARKAN
DUGAAN / ASUMSI BAHWA DIA BERSALAH !!! NAMUN HARUS ADA BUKTI JUGA !!!
Ø Perintah penangkapan tidak dapat
dilakukan dengan sewenang-wenang tetapi ditujukan kepada mereka yang
betul-betul melakukan tindak pidana
Ø Bukti permulaan yang cukup :
-
Bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi pasal 1
butir 14 (Penjelasan Pasal 17 KUHAP)
- Terdiri
atas Laporan + Minimal 2 alat bukti berupa keterangan saksi / keterangan ahli /
petunjuk / surat / keterangan terdakwa (Peraturan Kapolri)
Ø Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014
tentang Bukti permulaan yang cukup :
- alat
bukti yang sah diatur dalam pasal 184 KUHAP
-
Terkait dengan penetapan tersangka, selain harus ada dua alat bukti yang sah,
maka harus terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan atas calon tersangka
Ø Tata cara penangkapan :
1. Surat tugas
2. Surat perintah penangkapan (memuat
ID, Alasan penangkapan, uraian singkat tindak pidana)
3. Tembusan surat perintah penangkapan
Ø Larangan penangkapan :
-
Terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan kecuali dalam
hal ia telah dipanggil secara sah 2x berturut-turu tidak memenuhi panggilan itu
tanpa alasan yang sah (Pasal 19 ayat (2) KUHAP)
-
Tidak dapat dilakukan kepada pelaku pelanggaran
Ø Dalam RUU KUHAP, tersangka pidana
yang diancam pidana denda dilarang dilakukan penangkapan
PENAHANAN
Ø Penahanan = Penempatan di tempat
tertentu (Pasal 1 butir 21 KUHAP)
Ø Ketika seseorang ditahan, maka
seluruh masa penahanan harus ada kompensasi dalam bentuk pengurangan masa pemidanaan
/ kompensasi lainnya
Ø Penahanan tidak boleh ditafsirkan
sebagai bentuk penghukuman atau bertujuan untuk penghukuman atau cicilan
penghukuman
Ø Ditahan tidak sama dengan dipidana
Ø Tujuan penahanan = Untuk menjaga agar
barang bukti tidak hilang / rusak
Ø Penahanan tidak boleh dibenturkan
dengan rasa keadilan, membahayakan kesehatan, dan membahayakan keselamatan
tersangka / terdakwa
Ø Yang boleh melakukan penahanan :
- Penyidik
- Penuntut umum
- Hakim
Ø Syarat penahanan
a. Objektif / syarat hukum :
-
Pasal 21 ayat (1) KUHAP = Diduga keras melakukan tindak pidana + Bukti yang
cukup
-
Pasal 21 ayat (4) KUHAP :
1.
Tindak pidana yang sanksi penjaranya >= 5 tahun
2. Tindak
pidana tertentu yang sanksi penjaranya dibawah 5 tahun
-
Pasal 32 ayat (2) UU Peradilan Anak = Penahanan terhadap Anak hanya dapat
dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
a.
Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih
b.
diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun
atau lebih
b. Subjektif / Kepentingan = Dirasa tersangka
akan melarikan diri, merusak barang bukti, mengulang tindak pidana
Ø Penahanan tidak dapat dilakukan
terhadap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana dengan ancaman dibawah
5 tahun (namun ada pengecualian dalam Pasal 21 ayat (4) huruf B KUHAP)
Ø Penahahan tidak dapat dilakukan
kepada pelanggaran
Ø Macam-macam penahanan : (Pasal 22
KUHAP)
1. Rutan (Ketika nanti dia tersangka
ditetapkan menjadi terpidana, maka lama dia menjalani hukuman = Lama pidana yang
diputuskan hakim dikurangi (Full) Masa penahanan di Rutan)
2. Tahanan rumah (Ketika nanti dia
tersangka ditetapkan menjadi terpidana, maka masa hukuman dia = Lama pidana yang
diputuskan hakim dikurangi 1/3 dari masa penahanan di Rumah)
3. Tahanan kota (Ketika nanti dia
tersangka ditetapkan menjadi terpidana, maka masa hukuman dia = Lama pidana
yang diputuskan hakim dikurangi 1/5 dari masa penahanan di Kota)
Ø Rutan tidak sama dengan Lembaga
Permasyarakatan / LP / Lapas (Rutan untuk penahanan tersangka dan LP untuk eksekusi
putusan dari terpidana)
Ø Penahanan untuk anak = LPKS / Ruang
khusus (SPPA)
Ø Bapas = Balai Permasyarakatan = untuk
anak dibawah 12 tahun
Ø Jangka waktu penahanan : (Pasal 24 –
29 KUHAP)
- Penyidik = 20 hari
- PU = 20 hari
- Hakim PN = 30 hari
- Hakim PT = 30 hari
- Hakim Agung = 50 hari
TOTAL = 150 hari
Ø Hak tersangka / terdakwa (Pasal 30
KUHAP) = Apabila penahanan tidak sah, tersangka / terdakwa memiliki hak untuk
melakukan gugatan ganti kerugian
Ø Jangka waktu penahanan anak (SPPA) = 7 (tujuh) hari (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak)
Ø Penangguhan pengalihan penahanan = Atas
permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim,
sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan
dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang
ditentukan (Pasal 31 KUHAP)
Ø Jaminan Penangguhan Penahanan : (PP
no. 27 tahun 1983)
- Uang (Pasal 35)
- Orang (Pasal 36)
PENGGELEDAHAN
Ø Untuk kepentingan penyidikan,
penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau
penggeledahan badan menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini. (Pasal
32 KUHAP)
Ø Tujuan Penggeledahan = mencari
sesuatu yang berkaitan dengan Tindak Pidana
Ø Perbedaan makna penggeledahan di
Haper dan Hapid :
- Haper
= Barang diamankan supaya tidak berpindah hak milik
-
Hapid = Barang hanya untuk pembuktian (Barang disita untuk sementara dan akan
dikembalikan)
Ø Jenis penggeledahan :
a. Penggeledahan Rumah = Tindakan
penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk
melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam
hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 butir 17
KUHAP)
b. Penggeledehan Badan = Tindakan penyidik untuk mengadakan
pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang didup
keras ada pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita (Pasal 1 butir 18
KUHAP) = Memeriksa rongga-rongga dalam badan
c. Penggeledahan pakaian = Penggeledahan
baju
Ø Yang berwenang melakukan penggeledahan
= Penyidik
Ø Prosedur penggeledahan :
1. Izin ketua pengadilan negeri
2. 2 Saksi jika disetujui penghuni rumah
3. 2 saksi + ketua RT & RW jika
tidak disetujui penghuni rumah
4. Berita acara + turunannya
Ø Dalam Revisi KUHAP, penyidik baru
bisa menggeledah jika ada izin hakim pemeriksa pendahuluan (HPP)
Ø Tempat yang tidak boleh dilakukan
penggeledahan : (Pasal 35 KUHAP)
1. Ruangan yang sedang berlangsung rapat MPR / DPR, DPRD, dan/atau DPD
2. Ruangan yang sedang berlangsung ibadah
3. Ruangan yang sedang berlangsung sidang pengadilan
(jika
ruangan2 di atas tidak sedang
berlangsung salah satu dari 3 kegiatan di atas, maka dapat digeledah)
Ø Pengecualian penggeledahan (Pasal 34
ayat (1) KUHAP) = Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana
penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin
terlebih dahulu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 33 ayat (5) penyidik
dapat melakukan penggeledahan :
a.
pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada dan yang ada
di atasnya;
b.
pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada;
c. di
tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya;
d. di
tempat penginapan dan tempat umum lainnya.
PENYITAAN
Ø Penyitaan = Mengambil alih sementara
untuk pembuktian (Pasal 1 butir 16 KUHAP)
Ø Yang berwenang melakukan penyitaan =
Penyidik
Ø Prosedur penyitaan :
1. Izin ketua PN (Pasal 38 ayat (1)
KUHAP), namun ada pengecualian di Pasal 38 ayat (2) KUHAP)
2. Benda yang dapat disita : (Pasal 39
KUHAP)
a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa
yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai
hasil dari tindak pidana (Contoh benda hasil tindak pidana = Ijazah palsu,
surat palsu, dll)
b. benda yang telah dipergunakan secara
langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. benda yang dipergunakan untuk
menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
d. benda yang khusus dibuat atau
diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e. benda lain yang mempunyai hubungan
lansung dengan tindak pidana yang dilakukan.
3. Dalam hal tertangkap tangan penyidik
dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah
dipergunakan untuk melakukan tindak
pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti. (Pasal 40 KUHAP)
4. Dalam hal tertangkap tangan penyidik
berwenang menyita paket atau surat atau benda yang pengangkutannya atau
pengirimannya dilakukan oleh kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau
perusahaan komunikasi atau pengangkutan, sepanjang paket, surat atau benda
tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau yang berasal daripadanya dan untuk
itu kepada tersangka dan atau kepada pejabat kantor pos dan telekomunikasi,
jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan yang bersangkutan, harus
diberikan surat tanda penerimaan. (Pasal 41 KUHAP)
Ø Penyimpanan benda sitaan = Rupbasan
(Pasal 44 ayat (1) KUHAP)
Ø Tanggung jawab atas benda sitaan :
(Pasal 44 ayat (2) KUHAP)
a. Tanggung jawab fisik benda sitaan
(jangan sampai rusak)
b. Tanggung jawab yuridis
Ø Barang yang disita bisa dipinjam oleh
pemilik kepada polisi melalui pengajuan izin “peminjaman alat bukti” dengan
alasan yang sah (Ex : Pemilik motor meminta motornya dikembalikan sementara
karena dia abang Go – Jek)
Ø Benda sitaan yang cepat rusak :
(Pasal 45 KUHAP)
-
Tingkat penyidikan dan penuntutan
-
Tingkat persidangan = Izin hakim perkara
-
Disaksikan oleh tersangka / terdakwa
Ø Pengembalian benda sitaan : (Pasal 46
KUHAP)
-
Sebelum dan sesudah putusan dengan syarat-syarat
-
Dikembalikan, dirampas, dimusnahkan, atau dipakai kembali untuk perkara lain
Ø Bila terbukti bersalah, maka uang
terdakwa yang disita diambil oleh negara (masuk kas negara) (dirampas oleh
negara)
Ø Pengaturan Pemeriksaan surat = Pasal
47 – 49 KUHAP
PENYADAPAN
Ø Dasar hukum penyadapan :
- UU
31 / 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- UU
30 / 2002 tentang KPK
- UU 5
/ 1997 tentang Psikotropika
- UU
36 / 1999 tentang Telekomunikasi
- UU
18 / 2001 tentang Otonomi Khusus
- UU
11 /2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
- UU
21 / 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Ø Penyadapan / intersepsi melanggar HAM
(Pasal 12 Universal Declaration of Human Rights 1948)
Ø Perlindungan privasi dalam hukum
positif Indonesia :
-
Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 = Setiap orang berhak atas perlindungan diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
-
Pasal 32 UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM = Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan
surat-menyurat termasuk hubungan komunikasi sarana elektronika tidak boleh
diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan.
Ø Yang dapat melakukan penyadapan :
- KPK
- Polisi
- BNN
- KY
(menyadap percakapan hakim)
-
Kejaksaan
- BIN
Ø Revisi KUHAP = Penyadapan hanya boleh
untuk tindak pidana serius (ex : Korupsi, dll)
Ø Prosedur Penyadapan pada tahap
penyelidikan dan penyidikan = Transkrip hasil rekaman penyadapan dibuat oleh penyidik
yang melakukan penyadapan, lalu dimasukkan dalam BAP
Ø Rekaman hasil penyadapan dapat
diperdengarkan dalam proses pembuktian di persidangan dengan diajukan beserta
transkrip rekamannya
Ø Jangka waktu penyadapan :
a. Tindak Pidana intelijen :
- Oleh
BIN
- Waktu
= 6 bulan dan dapat diperpanjang
b. Tindak Pidana Terorisme :
- Oleh
penyidik TP itu
-
Waktu = maksimal 1 tahun dan hasil dipertanggungjawabkan kepada atasan penyidik
c. Tindak Pidana Korupsi
d. Tindak Pidana Psikotropika :
- dilaksanakan
setelah terdapat bukti permulaan yang cukup
- dilakukan
paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan diterima penyidik.
Ø Penyadapan hanya dilakukan terhadap
bagian yang dianggap berkaitan dengan Tindak Pidana !!! (tidak semua percakapan
disadap)
Ø Pasal 84 Revisi UU KUHAP :
(1) Dalam keadaan mendesak, penyidik dapat melakukan penyadapan tanpa
surat izin dari hakim komisaris, dengan
ketentuan wajib memberitahukan penyadapan tersebut kepada hakim komisaris melalui penuntut umum.
(2) Keadaan mendesak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. bahaya maut atau ancaman luka fisik
yang serius yang mendesak;
b. permufakatan jahat untuk melakukan
tindak pidana terhadap keamanan negara; dan/atau
c. permufakatan jahat yang merupakan
karakteristik tindak pidana terorganisasi.
(3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilaporkan kepada hakim komisaris paling lambat 2 (dua) hari
terhitung sejak tanggal penyadapan dilakukan untuk mendapatkan persetujuan.
(4) Dalam hal hakim komisaris tidak memberikan persetujuan
penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) maka penyadapan dihentikan.
PRA PENUNTUTAN
Ø Pra Penuntutan = Proses bolak balik
berkas perkara
Ø Pra penuntutan = Tindakan Penuntut
Umum untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan
dimulainya penyidikan, menerima, mempelajari, atau meneliti kelengkapan berkas
perkara hasil penyidikan dan dalam hal belum lengkap maka akan dikembalikan
kepada penyidik semula untuk dilengkapi sesuai petunjuk, kemudian menentukan
apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat / tidak
dilimpahkan ke pengadilan
Ø DASAR HUKUM
·
Pasal
14 a,b KUHAP
·
Pasal
109 ayat (1), (2) KUHAP
·
Pasal
110 KUHAP
·
Pasal
138 KUHAP
·
Pasal
139 KUHAP
·
Penjelasan
Pasal 30 ayat (1) a. UU No. 16 Tahun 2004.
·
Pasal
30 ayat (1) e UU No. 16 Tahun 2004 dan Penjelasan
·
Kep.
Menkeh. No. M.01.PW. 07.03 tahun 1982
·
Kep.
Menkeh. No. M.14.PW.07.03 tahun 1983
·
Insja,
Kepja, dll; Menyangkut Juklat dan Juknis Prapenuntutan
Ø Ruang lingkup pra penuntutan :
a.
Memantau perkembangan penyidikan :
1. Mengikuti
jalannya penyidikan
2.
Melakukan koordinasi dengan penyidik terhadap perkara tertentu
3.
Memberi saran kalau diminta
b. Memberikan perpanjangan penahanan (Teliti apakah terhadap penahanan tersangka
memenuhi syarat), dimana
syaratnya adalah :
1. Syarat Pembuktian (Apakah sudah
diperoleh bukti yang cukup)
2. Syarat Material / Obyektif (Apakah
tindak pidana yang disangkakan diancam pidana lima tahun atau lebih atau tindak
pidana yang tercantum secara limitatif pada pasal 21 ayat (4) b KUHAP
3. Syarat Formil / Kebutuhan / Subyektif
(Dikuatirkan akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau mengulangi
melakukan tindak pidana (Pasal 21 ayat (1) KUHAP)
4. Syarat Administratif (Apakah dengan
surat perintah penahanan dan dibuatkan Berita Acara Penahanan dan telah
diterima oleh tersangka serta turunannya disampaikan kepada keluarganya.
5. Apakah SPDP sudah disampaikan
sebelumnya.
c.
Meneliti sah tidaknya penghentian
penyidikan :
1. Apakah benar tidak diperoleh cukup
bukti apabila diperoleh 2 bukti yang saling bersesuaian
2. Apakah perbuatan terbukti tetapi
tersangka tidak bisa dipertanggungjawabkan, baik karena alasan pembenar maupun
karena alasan pemaaf
3. Apakah benar terhadap tindak pidana
yang terbukti hak / wewenang melakukan penuntutan telah hapus
d.
Menerima dan meneliti kelengkapan
berkas perkara
1. Meneliti BAP Saksi
2. Meneliti BAP Ahli
3. Meneliti BAP Tersangka
4. Peneltisan Surat / Dokumen / Barang
Bukti
e.
Memberi petunjuk guna melengkapi
berkas perkara, contoh :
1. Fakta dalam berkas perkara : Saksi A adalah warga negara asing,
sehingga diduga tidak akan dapat hadir dalam pemeriksan di pengadilan
Dasar : Pasal
116 ayat (1), Pasal 162 ayat (1), (2) KUHAP
Petunjuk :
Supaya saksi A diperiksa ulang dan disumpah sebelum memberikan
keterangan, keterangan yang dibacakan di sidang pengadilan, nilainya sama
dengan keterangan saksi
2. Fakta dalam berkas perkara : Ahli B beragama Kristen Protestan
diperiksa di penyidikan tanpa berjanji sebelum memberikan keterangan
Dasar : Pasal
120 ayat (2), Pasal 179 ayat (2) KUHAP
Petunjuk :
Supaya ahli B berjanji lebih dahulu dihadapan penyidik sebelum
memberikan keterangan agar keterangannya mempunyai nilai sebagai bukti
keterangan ahli
f.
Menerima penyerahan tanggung jawab
tersangka dan barang bukti
g.
Melakukan pemeriksaan tambahan
h.
Menentukan dapat tidaknya berkas perkara
dilimpahkan kepengadilan
i.
Menghentikan penuntutan
Ø Hal yang diteliti dalam meneliti sah
tidaknya Penghentian Penyidikan :
Ø JPU tidak bisa menerima begitu saja
dari penyidik (JPU harus teliti)
Ø Penyerahan berkas perkara bisa bolak
balik antara Penyidik dan JPU (karena JPU yang melakukan penuntutan, sehingga
harus lengkap agar tidak dipraperadilankan)
Ø Alur Pengembalian berkas perkara
penyidikan :
1. Dalam waktu tujuh hari Penuntut Umum
sudah harus memberitahukan kepada penyidik apakah berkas perkara sudah lengkap
atau belum. (Pasal 138 ayat (1) KUHAP)
2. Dalam hal berkas perkara belum
lengkap, maka dalam waktu empat belas hari (7 hari + 7 hari) Penuntut Umum
Wajib sudah mengembalikan berkas perkara untuk dilengkapi dengan disertai
petunjuk yang jelas dan bisa dilaksanakan.
(Pasal 138 ayat (2) KUHAP)
3. Dalam waktu empat belas hari setelah
menerima berkas dari PU, penyidik harus sudah melengkapi berkas perkara sesuai
petunjuk dan mengembalikan kepada PU. (Pasal 138 ayat (2) KUHAP).
4. PU hanya menerima berkas perkara yang
sudah lengkap.
5. Apabila penyidik tidak dapat
melaksanakan petunjuk maka PU meminta penyerahan tersangka dan barang bukti
untuk dilakukan pemeriksaan tambahan.
PENUNTUTAN
Ø Penuntutan adalah tindakan penuntut
umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam
hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan
supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. (Pasal 1 ayat 7
KUHAP)
Ø Penuntut Umum = Jaksa yang diberi
wewenang oleh KUHAP untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim
Ø Jaksa = Pejabat yang diberi wewenang
oleh KUHAP untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
Ø Apabila PU merasa berkas perkara
penyidikan sudah layak utk dimajukan ke persidangan maka Penuntut Umum akan
melimpahkan Surat Dakwaan berikut Berkas Perkara dan barang buktinya ke
Pengadilan.
Ø Dakwaan = Dasar untuk menyusun
tuntutan karena berdasarkan dakwaan itulah pemeriksaan di persidang dilakukan
Ø Surat dakwaan = Surat / akte yang
memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan
dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta
landasan bagi Hakim dlm pemeriksaan di muka sidang pengadilan.
Ø Syarat sah suatu surat dakwaan :
a. Formil :
1. Diberi tanggal dan ditandatangani
penuntut umum
2. Mencantumkan identitas terdakwa :
- Nama
Lengkap
-
Tempat tanggal lahir
-
Jenis kelamin
-
Kebangsaan
-
Tempat tinggal
-
Agama, dan
-
Pekerjaan
b. Materiil :
1. Mumuat
uraian secara cermat, Jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana
yang didakwakan
2. Menyebutkan
waktu tindak pidana dilakukan
3. Menyebutkan
tempat tindak pidana dilakukan (pasal 143 ayat (2) a, b KUHAP)
4. Memuat
keterangan mengenai keadaan terutama yang dapat memberatkan / meringankan
kesalahan terdakwa. (pasal 250 ayat (4) HIR)
Ø Jika surat dakwaaan tidak memenuhi :
(ditentukan oleh Hakim)
a. Syarat formil = Dapat dibatalkan
b. Syarat materil = Batal demi hukum
Ø Bentuk-bentuk dakwaan :
a. Tunggal = Terdakwa didakwa satu
perbuatan saja tanpa diikuti dengan dakwaan-dakwaan lain
b. Alternatif = Terdakwa secara faktual
di dakwakan lebih dari satu tindak pidana, tetapi pada hakekatnya ia hanya
didakwa atau dipersalahkan satu tindak pidana saja
c. Subsidair = Dakwaan yang terdiri dari
dua atau lebih dakwaan yang disusun secara berurutan dari dakwaan pidana yang
terberat sampai yang teringan
d. Kumulatif = Terdakwa didakwakan
beberapa tindak pidana sekaligus dimana masing-masing tindak pidana itu
merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri
e. Gabungan / kombinasi = Gabungan
antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan alternatif ataupun dengan dakwaan
subsidair
Ø Contoh surat dakwaan :
Ø PU harus merubah surat dakwaan jika
ada kekeliruan baik Syarat Formil maupun Syarat Materil, asalkan berkas perkara
belum dilimpahkan ke pengadilan.
Ø Jika berkas perkara telah
dilimpahkan, maka PU hanya boleh mengubah Surat Dakwaannya :
-
Sebelum ditetapkan hari sidang
-
Selambat-lambatnya 7 hari sebelum sidang dimulai.
Ø Tujuan Perubahan Surat Dakwaan yaitu
untuk menyempurnakan Surat Dakwaan dalam
hal :
a. Jika ditemukan hal yang memberatkan,
seperti :
-
Perbuatan tidak direncanakan menjadi perbuatan berencana
-
Pegawai Negeri, atau karena pekerjaannya
-
Residivis
-
Tentang concursus / samenloop
-
Tindak pidana berkwalifikasi ; psl. 363 KUHP diubah menjadi 365 KUHP
b. Untuk memperbaiki kesalahan Syarat
Formil maupun Syarat Materil (untuk menghindari batalnya atau dapat
dibatalkannya Surat Dakwaan)
Ø Alasan gugurnya penuntutan :
a. Alasan penghapus :
1. Bila delik yang dilakukan tersangka
adalah delik aduan dan pengaduan telah dicabut
2. Ne bis in idem
3. Terdakwa meninggal dunia
4. Tindak pidananya Daluarsa
5. Denda maksimal dari tindak pidana itu
telah dibayar
PRA PERADILAN
Ø Pasal 1 Butir 10 jo. Pasal 77 KUHAP =
Pra peradilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus :
a. Sah
atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka
atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
b. Sah
atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan
demi tegaknya hukum dan keadilan;
c. Permintaan
ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak
lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Ø Ruang lingkup pra peradilan : (Pasal
77 KUHAP)
a. sah atau tidaknya penangkapan,
penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan
b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi
bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau
penuntutan. Pra peradilan menguji apakah upaya paksa sudah benar atau belum
Ø Pra peradilan bersifat limitatif = Tersangka,
terdakwa atau terpidana berhak menuntut GANTI
KERUGIAN karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan
tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan
mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Pasal 95 ayat (1) KUHAP)
Ø Yang berhak mengajukan pra peradilan
: (Pasal 79 KUHAP)
-
Tersangka
-
Keluarga tersangka
-
Penasehat hukum
Ø Model-model pra peradilan :
1. Pre trial = pemeriksaan sblm sidang
untuk menentukan kadar TP yang dilakukan
2. Dismissal Process = pemeriksaan
formil pada pengadilan tata usaha negara
3. Habeas Corpus = perlindungan terhadap
seseorang dari tindakan kesewenang-wenangan negara (aparat penegak hukum =
meliputi semua upaya paksa
4. Rechter Commisiaris (Hakim Komisaris)
= hakim yang mendapat tugas untuk menerima, memeriksa, dan memberikan
persetujuan atas permintaan upaya pakasa oleh aparat penegak hukum
Ø Pra peradilan Indonesia = Haebus
Corpus
Ø Acara pemeriksaan praperadilan
ditentukan sebagai berikut : (Pasal 82 KUHAP)
a.
dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan , hakim yang ditunjuk
menetapkan hari sidang;
b.
dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau
penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan
ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau
penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda
yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik
dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang;
c.
pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari
hakim harus sudah menjatuhkan putusannya;
d.
dalam hal suatu perkara sudah mulai. diperiksa oleh pengadilan negeri,
sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada pra peradilan belum selesai,
maka permintaan tersebut gugur;
e.
putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk
mengadakan pemeriksaan, praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh
penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru. 3 hhari setelah
permohonan diterima, hakim menetapkan hari sidang (kapan dimulai persidangan)
Ø Hakim harus mendengarkan keterangan
para pihak (pemohon, termohon, pejabat berwenang, saksi, ahli)
Ø Definisi bukti permulaan yang cukup :
(Keputusan MK / 21 / PUU – XII / 2014 tanggal 28 April 2015)
1. 2 alat bukti yang sah sebagaimana
diatur dalam pasal 184 KUHAP
2. Terkait dengan penetapan tersangka,
selain harus ada 2 alat bukti yang sah maka harus lebih dahulu dilakukan
pemeriksaan atas calon tersangka
Ø Alat bukti yang sah = Keterangan
saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa
Ø Pihak ketiga yang berkepentingan
menurut :
a. Loebby Lukman, adalah Korban
b. Putusan PN Jaksel, adalah makna
verbal (LSM tanpa nama)
c. Keputusan MK, adalah public trust
(LSM yang dipercayai masyarakat seperti ICW, YLKI, dll)
Ø Pemeriksaan Cepat = Dalam 7 hari
harus putus
Ø Upaya hukum yang bisa dilakukan atas
putusan pra peradilan : (Pasal 83 KUHAP)
a. Putusan MK = Tidak ada upaya hukum
atas putusan pra peradilan
b. KUHAP :
1. Upaya hukum biasa
Ø Banding
-
Tentang tidak sahnya upaya paksa
-
Tentang tidak sahnya pengentian penyidikan atau penuntutan (meminta putusan
akhir ke Pengadilan Tinggi yang final dan binding)
Ø Kasasi, contoh :
-
KUHAP = Tidak mengatur
- SEMA
1983 = Tidak boleh upaya kasasi untuk putusan pra peradilan
-
Pasal 45 A UU 5 / 2004 = Kasasi dibatasi
- UU 5
/ 2009
-
Kasus Newmont = Kasasi diterima
-
Kasus Baasyir = Kasasi tidak dapat diterima
-
Kasus Hendra Rahardja = POLRI mengajukan kasasi dan diterima
PENGETAHUAN UMUM
Ø PP No. 27 tahun 1983 mengatur
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Ø Tertangkap tangan adalah
tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan
segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian
diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila
sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan
untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya
atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu. (Pasal 1 butir
19 KUHAP)
Ø Hakim komisaris = Pejabat yang diberi
wewenang menilai jalannya penyidikan dan penuntutan, dan wewenang lain yang
ditentukan dalam KUHAP (Menurut Penjelasan RUU KUHAP, hakim komisaris akan
menggantikan lembaga praperadilan yang selama ini belum berjalan sebagaimana
mestinya) = Hakim pemeriksa pendahuluan
Ø Ketika ada seseorang ditusuk di
Stasiun Pondok Cina, dia kemudian lari dan baru mati di Stasiun Lenteng Agung,
maka TKPnya adalah Stasiun Pondok Cina dan Lenteng Agung
Ø BAP hanya ada di Civil Law!!!
Ø Rincian dari kode-kode Formulir
Perkara adalah :
1. P-1= Penerimaan Laporan (Tetap)
2. P-2 = Surat Perintah Penyelidikan
3. P-3 = Rencana Penyelidikan
4. P-4 = Permintaan Keterangan
5. P-5 = Laporan Hasil Penyelidikan
6. P-6 = Laporan Terjadinya Tindak
Pidana
7. P-7 = Matrik Perkara Tindak Pidana
8. P-8 = Surat Perintah Penyidikan
9. P-8A = Rencana Jadwal Kegiatan
Penyidikan
10. P-9 = Surat Panggilan Saksi /
Tersangka
11. P-10 = Bantuan Keterangan Ahli
12. P-11 = Bantuan Pemanggilan Saksi /
Ahli
13. P-12 = Laporan Pengembangan
Penyidikan
14. P-13 = Usul Penghentian Penyidikan /
Penuntutan
15. P-14 = Surat Perintah Penghentian
Penyidikan
16. P-15 = Surat Perintah Penyerahan
Berkas Perkara
17. P-16 = Surat Perintah Penunjukkan
Jaksa Penuntut Umum untuk Mengikuti Perkembangan Penyidikan Perkara Tindak
Pidana
18. P-16A = Surat Perintah Penunjukkan
Jaksa Penuntut Umum untuk Penyelesaian Perkara Tindak Pidana
19. P-17 = Permintaan Perkembangan Hasil
Penyelidikan
20. P-18 = Hasil Penyelidikan Belum
Lengkap
21. P-19 = Pengembalian Berkas Perkara
untuk Dilengkapi
22. P-20 = Pemberitahuan bahwa Waktu
Penyidikan Telah Habis
23. P-21 = Pemberitahuan bahwa Hasil
Penyidikan sudah Lengkap
24. P-21A = Pemberitahuan Susulan Hasil
Penyidikan Sudah Lengkap
25. P-22 = Penyerahan Tersangka dan
Barang Bukti
26. P-23 = Surat Susulan Penyerahan
Tersangka dan Barang Bukti
27. P-24 = Berita Acara Pendapat
28. P-25 = Surat Perintah Melengkapi
Berkas Perkara
29. P-26 = Surat Ketetapan Penghentian
Penuntutan
30. P-27 = Surat Ketetapan Pencabutan
Penghentian Penuntutan
31. P-28 = Riwayat Perkara
32. P-29 = Surat Dakwaan
33. P-30 = Catatan Penuntut Umum
34. P-31 = Surat Pelimpahan Perkara Acara
Pemeriksaan Biasa (APB)
35. P-32 = Surat Pelimpahan Perkara Acara
Pemeriksaan Singkat (APS) untuk Mengadili
36. P-33 = Tanda Terima Surat Pelimpahan
Perkara APB / APS
37. P-34 = Tanda Terima Barang Bukti
38. P-35 = Laporan Pelimpahan Perkara
Pengamanan Persidangan
39. P-36 = Permintaan Bantuan Pengawalan
/ Pengamanan Persidangan
40. P-37 = Surat Panggilan Saksi Ahli /
Terdakwa / Terpidana
41. P-38 = Bantuan Panggilan Saksi /
Tersngka / terdakwa
42. P-39 = Laporan Hasil Persidangan
43. P-40 = Perlawanan Jaksa Penuntut Umum
terhadap Penetapan Ketua PN / Penetapan Hakim
44. P-41= Rencana Tuntutan Pidana
45. P-42 = Surat Tuntutan
46. P-43 = Laporan Tuntuan Pidana
47. P-44 = Laporan Jaksa Penuntut Umum
Segera setelah Putusan
48. P-45 = Laporan Putusan Pengadilan
49. P-46 = Memori Banding
50. P-47 = Memori Kasasi
51. P-48 = Surat Perintah Pelaksanaan
Putusan Pengadilan
52. P-49 = Surat Ketetapan Gugurnya /
Hapusnya Wewenang Mengeksekusi
53. P-50 = Usul Permohanan Kasasi Demi
Kepentingan Hukum
54. P-51 = Pemberitahuan Pemidanaan
Bersyarat
55. P-52= Pemberitahuan Pelaksanaan
Pelepasan Bersyarat
56. P-53= Kartu Perkara Tindak Pidana
Ø Perbedaan Deeponering dan SP3 :
a. Deponering berarti pembekuan perkara.
Artinya suatu kasus dihentikan/ditutup selamanya meski ada pergantian rezim.
Deponering merupakan mekanisme yang dimiliki oleh Kejaksaan Agung untuk
mengesampingkan perkara pidana demi kepentingan umum. Jaksa agung menghentikan
penyelidikan dengan alasan untuk keselamatan Negara.
b. Surat Penghentian Penyelidikan
Perkara (SP3). Dalam Hukum Acara Pidana tidak semua kasus yang disidik oleh
penyidik dilanjutkan ke pengadilan, ini bisa terjadi dalam beberapa hal.
Apabila tidak menemukan alat bukti yang cukup, penyidik menerbitkan Surat
Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Apabila penyidik menemukan alat bukti
yang cukup, hasil penyidikan dilimpahkan ke penuntut umum, ternyata perbuatan
tersangka terbukti-peristiwa hukum itu bukan merupakan tindak pidana, penuntut umum
harus menghentikan penuntutan, menerbitkan Surat Perintah Penghentian
Penuntutan (SP3). Demikian juga apabila hasil penyidikan yang dilakukan oleh
penyidik yang telah memenuhi alat bukti yang cukup, peristiwa hukum yang
disidik itu merupakan tindak pidana, dan penuntut umum sependapat dengan
penyidik, penuntut umum bisa tidak melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan,
dengan melakukan penutupan perkara demi kepentingan hukum. Langkah lain yang
dapat dilakukan oleh penuntut umum untuk tidak melimpahkan hasil penyidikan ke
pengadilan adalah pengenyampingan perkara demi kepentingan umum.
Ø Dalam common law, ada stop &
freeze (orang yang sudah dibidik polisi harus diam dan bila orang itu bergerak
dalam derajat tertentu, polisi bisa menembak orang itu dengan dasar pertahanan
diri)
Ø 7 Pasal Pembunuh KPK
Ø MAPPI saat ini mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah
Konstitusi terhadap beberapa Pasal dalam UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yaitu
Pasal 50 ayat (1) dan (2) , Pasal 14 huruf b dan i, Pasal 109 ayat (1), Pasal
138 ayat (1) dan (2) KUHAP. Keselurhan pasal tersebut berkaitan erat dengan HAM
karena dapat menimbulkan kesewenang-wenangan penyidik dan berlarut-larutnya
penanganan tindak pidana dalam proses penyidikan.
Ø Pengaturan yang berkaitan dengan HAM
harus diatur dalam UU
Ø Dimensi penting di strategi
revitalisasi sistem sinergi polisional dalam Kamnas RI = Penanggulangan ancaman
nirmiliter
Ø Polisi tidak memiliki hierarki
seperti TNI (Bukti = Jika ad kasus kehilangan 200 ribu, bisa lapor ke Mabes
Polri / Polda / Polres / Polsek sesuka hatimu)
Ø Negara di dunia yang tidak punya
sahabat = Indonesia, Myanmar, Korea Utara
Ø BLOG Khrisna Murti =
catatansibedu.blogspot.com
-Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.(1 Timotius 4:12)-
No comments:
Post a Comment