Sunday, 3 April 2016

Rangkuman Hukum Acara Pidana - Pra UTS

*Catatan ini hanya sebagai pembantu dalam belajar dan bukan menjadi satu-satunya sumber dalam belajar. Sekiranya ini hanya sebagai reminder dan teman-teman bisa belajar dari sumber lain:) Saran dan komentar sangat terbuka untuk saya. Selamat Belajar :D


PENGETAHUAN DASAR HAPID

Ø  Hukum Pidana materiil memuat :
- Siapa yang dapat di hukum
- Perbuatan yang dilarang apa
- Sanksinya apa
Ø  Dalam hukum pidana diatur “bila”, kepada siapa” dan “bagaimana” hakim  dpt menjatuhkan pidana (pengertian ini sempit karena hanya punishment oriented)
Ø  Hukum Acara Pidana = Menegakkan hukum pidana materiil
Ø  Hukum Acara Pidana = Rangkaian peraturan2 yg memuat cara bagaimana aparatur penegak hukum dlm sistem peradilan pidana bertindak guna mencapai tujuan negara dgn mengadakan hkm pidana. (Wirjono Prodjodikoro)
Ø  KUHAP tidak memberikan definisi pasti dari Hapid, tetapi KUHAP mendefenisikan ttg fungsi-fungsi Hapid yaitu penyelidikan, penyidikan, penuntutan, mengadili, praperadilan, putusan  pengadilan, upaya hukum, dll.
Ø  Hk acara pidana diadakan dengan tujuan untuk menegakkan sekaligus dari :
1.      Keadilan
2.      Memberantas kejahatan
3.      Mencegah
Ø  Tujuan Hapid = Mencari tahu apakah seseorang itu benar atau salah (bukan memaksakan seseorang harus bersalah) (dalam prakteknya, sering hakim yang memberi putusan bebas akan dipanggil dan diperiksa oleh KY, sehingga seolah-olah adalah haram untuk menyatakan putusan bebas)
Ø  Penerapan Hapid harus seimbang antara tersangka dan korban (sesuai dengan prinsip Equal Arms, yaitu semua pihak (terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum) harus memiliki kesempatan yang sama untuk membuktikan diri dan berargumen di pengadilan)
Ø  Hapid ditinjau dari kriminologi :
a.      Pencegahan (Preventif)
b.      Penegakan hukum terhadap tindak kejahatan / Law Enforcement
c.       Edukatif, Pengembalian (Represif = Pengulangan / penindakan)
Ø  Pengertian hukum acara pidana sebagai rangkaian penegakan hukum yang diarahkan untuk mencapai ketiga tujuannya disebut sistem peradilan pidana / “SPP” (pengertian yang lebih luas dari hukum  acara pidana)
Ø  Hk acara pidana harus beorientasi kesisteman, yaitu suatu sistem yang menegakkan keadilan, memberantas kejahatan, dan mencegah kejahatan
Ø  Sistem Peradilan Pidana Terpadu = CJS Terintegrasi / terpadu
Ø  Sistem Hukum = Legal System = Rangkaian proses yang terdiri dari institusi hukum, prosedur, dan peraturan = Refleksi dari tradisi hukum
Ø  2 Sistem hukum yang utama digunakan oleh berbagai dunia :
a.      Common Law :
- Muncul di abad 12 di Inggris
- Digunakan oleh negara berbahasa Inggris atau bekas jajahan Inggris
- Adversarial
- Hakim sebagai arbiter (membaca kasus dan menginterpretasi hukum yang berlaku, termasuk yurisprudensi / Preseden yang dibuat berdasar kasus terdahulu) /  Judges made law
- Aplikasi Hukum = Khusus – umum, Flexible, dan umumnya dapat diprediksi
- Menganut asas preseden (Prinsip bahwa kasus terdahulu dengan fakta yang mirip dan hukum yang sama, mengikat pengadilan yang sama atau pengadilan di bawahnya)
b.      Civil Law
- Berasal dari Kerajaan Holy Roma.
- Digunakan di negara Eropa Kontinental dan bekas jajahannya.
- Inquisitorial
- Hakim sbg Ahli (investigasi kasus, aktif, dan mengaplikasikan hukum yang berlaku)
- Aplikasi hukum:  Umum – Khusus dan lebih mengutamakan dapat diprediksi daripada fleksibilitas.
- Pengadilan tidak menganut preseden (Secara normatif putusan terdahulu baik dari tingkat yang sama ataupun di atasnya, tidak mengikat pengadilan yang sama atau dibawahnya)
Ø  Indonesia legal system :
- Dikenal adanya Yurisprudensi (namun bersifat ad hoc / khusus)
- Pernyataan mengenai interpretasi atau masalah kebijakan untuk putusan dibuat oleh MA dalam bentuk Surat Edaran MA  
Ø  Legal Model = Pola hukum (Lebih luas dari definisi “system”)
Ø  2 Model Hukum yang utama digunakan di dunia :
a.      Crime Control Model
- Affirmative Model (Keberadaan Aparat Penegak Hukum (APH) dan kewenangan APH secara maksimal untuk keamanan publik.)
- Tindakan Preventif dari tindak pidana adalah fungsi yang paling penting selama proses perkara pidana.
- Presumption of Guilty = Pre-arrest, arrest, process verball, etc
- Cenderung jauh bersifat administrative & managerial.
- Tujuan = Hasil dan Efisiensi
b.      Due Process Model
- Negative model
- Pembatasan kewenangan aparat penegak hukum lebih penting.
- Presumption of Innocence = Miranda rules, plead bargain, etc.
- Lebih bersifat adversarial dan peradilan daripada administratif.
- Tujuan = Proses yang adil dan tidak memihak.
c.       Family Model
Ø  Perbedaan Crime Control Model (CCM) dan Due Process Model (DPM) menurut Herbert L. Packer :
a.      CCM = Tujuannya untuk memberantas kejahatan
DPM = Tujuannya untuk melindungi pihak terkait dari kewenangan negara
b.      CCM = Proses pemeriksaan perkara pidana terjadi dalam high speed instrumen of social control
DPM = Proses pemeriksaan perkara pidana terjadi dalam low speed instruemn of social control
c.       DPM merupakan reaksi karena adanya keluhan terhadap CCM
Ø  Di Amerika, CCM dan DPM sudah pernah diberlakukan di sana.
Ø  Criminal Procedure System :
a.      Inquisitorial
- Kebanyakan berlaku di negara “civil law system” / Eropa Continental .
- Jaksa memiliki kewenangan untuk membuktikan tuntutan/dakwaannya.
- Hakim memiliki kewenangan untuk memeriksa kasus secara langsung dan menanyakan para pihak serta saksi-saksi.
- No plead bargain / non jury system
b.      Adversarial
- Kebanyakan berlaku di negara common law
- Dua sisi (biasanya diwakili oleh advokat yang pintar, yang melakukan argumen di depan persidangan)
- Hakim tidak memiliki kewenangan untuk melakukan investigasi atau memeriksa kasus secara langsung (Hanya bertanya kepada saksi jika terdapat keterangan yang perlu diklarifikasi)
c.       Plead bargain / jury system
Ø  Prinsip dan Konsep dalam KUHAP / Indonesia Criminal Procedure Code :
1.      Equality before the law
2.      Presumption of innocence = Belum bersalah sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap
3.      Remedy and rehabilitation
4.      Fair, impartial, impersonal and objective, legal assitance
5.      Open trial
Ø  Ketentuan Hapid dalam Hukum Positif Indonesia :
a.      UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
b.      Perundang-Undangan Sektoral Secara Khusus
1.      UU “Para Penegak Hukum” = UU Polri, UU Kejaksaan RI, UU Peradilan Umum, dll
2.      UU Substansial = UU Pengadilan HAM, UU Pengadilan Tipikor, UU Terorisme, dll
c.       Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya = SEMA, SK Kapolri, SK Menteri Kehakiman, dll
Ø  Prosedur Pemeriksaan Perkara Pidana :
1.      Kejadian Hukum = Ada suatu peristiwa
2.      Penyelidikan :
- Mencari tahu apakah suatu kejadian yang diduga ada tindak pidana itu benar adanya
- Masih curiga
3.      Penyidikan :
- Suatu kejadian yang pasti ada tindak pidana
- Mencari alat bukti dan tersangka
- Ada asas presumption of guilty (harus suudzon)
4.      Pra Peradilan :
- Bisa menghentikan proses penyidikan (jika ketentuan2 mengenai penghentian itu terpenuhi)
5.      Pra Penuntutan
- Polisi menyerahkan berkas ke kejaksaan
- Sering terjadi bolak balik berkas polisi – jaksa (belum ada aturan terkait batas maksimal jaksa menolak berkas polisi)
6.      Persidangan :
- Tersangka berubah menjadi terdakwa
- Diadili
- Advokat baru bisa membela kliennya di tahap ini
- Terdakwa mengajukan bukti2 dan argumen2 tandingan
7.      Putusan
- Sudah dipidananya terdakwa (bila ia menerima putusan)
8.      Upaya Hukum
- Dilakukannya upaya banding / kasasi (bila terdakwa tidak menerima putusan)
9.      Eksekusi
- Terdakwa menjadi terpidanan
- Dilakukannya hukuman penjara / kurang / denda
10.  Pengawasan dan Pengamatan
- Melihat apakah narapidanana itu baik atau tidak selama menjalani hukuman
- Ada pemberian grasi, rehabilitasi, remisi, dll sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Ø  Proses Ajudikasi Perkara Pidana :
1.      Pembacaan Surat Dakwaan
2.      Keberatan / Eksepsi (bisa langsung ke tahap pembuktian bila tidak ada keberatan)
3.      Tanggapan Eksepsi
4.      Putusan Sela
5.      Pembuktian
6.      Tuntutan hukum
7.      Pembelaan
8.      Replik – Duplik
9.      Putusan
Ø  Perjalanan Orang Bebas menjadi terpidana :
1.      Orang bebas
2.      Saksi
3.      Tersangka (memiliki hak : Surat keberatan, Praperadilan, Surat Pengalihan atau Penangguhan Penahanan dengan jaminan uang / orang)
4.      Terdakwa (memiliki hak : Eksepsi dan Pledoii / Pembelaan)
5.      Terpidana (memiliki hak : Remisi, Asimilasi, dan pelepasan bersyarat)
Ø  Aparat Hukum dalam Hapid :
- Penyelidik – penyidik
- Penasehat Hukum
- Hakim
- Penuntut Umum
Ø  Hapid tanpa interpretasi / penafsiran akan menjadi kering (interpretasi dibutuhkan agar tidak ada rekayasa), contohnya ada ketentuan “Si tersangka bisa mendapat BAP” (kalau tidak ada penafsiran, maka tidak dapat ditentukan kapan dia dapat BAP nya)
Ø  PENGADILAN BUKAN MENCARI KESALAHAN NAMUN MENCARI KEBENARAN!!!


PENYELIDIKAN

Ø  Crime Scene Processing = Mencari informasi, petunjuk, identitas pelaku + korban + saksi, barang2 bukti (dilakukan dengan bantuan metode laboratorium forensik, ahli-ahli, dan dokter forensik)
Ø  PENYELIDIKAN TIDAK BOLEH BERDASARKAN ASUMSI !!!
Ø  Metode Penyelidikan :
a.      Terbuka
1.      Memperlihatkan ID (tidak perlu surat tugas)
2.      Menggunakan teknik interview (perlu surat tugas)
3.      Untuk pidana yang umum
b.      Tertutup
- Untuk tindak pidana tertentu yang sulit terungkap
- Contoh kasus = Terorisme, Narkoba
- Tahapan : Surveillance, lalu Undercover / Penjebakan, lalu Observation
Ø  Yang menjadi penyelidik
a.      Polri
b.      UU Khusus lain = KPK (kasus korupsi), OJK (kasus pasar modal), Komnas HAM (kasus HAM, TNI AL Khusus (kasus kelautan), dll
Ø  Tugas dan wewenang Penyelidik : (Pasal 5 KUHAP)
1. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;  
2. mencari keterangan dan barang bukti;  
3. menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;  
4. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. 
Ø  Yang dimaksud dengan "tindakan lain" adalah tindakan dari penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat : (Penjelasan Pasal 5 KUHAP)
a) tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; 
b) selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan; 
c) tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; 
d) atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa; 
e) menghormati hak asasi manusia.
Ø  Pasal 108 KUHAP = Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.
Ø  Perbedaan pengaduan dan pelaporan :
1.      Pengaduan = Hanya dapat Dilakukan oleh orang tertentu, orang itu harus berhubungan langsung dengan kasus, dapat dicabut kembali oleh pengadu
2.      Pelaporan = Dapat Dilakukan oleh semua orang (yang mengalami, melihat, dan mendengar suatu peristiwa pidana) dan tidak dapat dicabut kembali oleh pembuat laporan
Ø  Pasal 1 butir 24 KUHAP = Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
Ø  Pasal 1 butir 25 KUHAP = Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.
Ø  Macam-macam delik :
1.      Delik biasa = (Pelaporan)
2.      Delik aduan = (Ex : Perzinahan, pembocoran rahasia perusahaan, dll)
3.      Delik aduan relatif = Delik yang harusnya bukan delik aduan namun bisa menjadi delik aduan karena hal tertentu (Ex : Pencurian oleh anggota keluarga)
Ø  Penyelidikan tidak boleh dilakukan upaya paksa (kecuali tertangkap tangan)


PENYIDIKAN

Ø  Pasal 1 butir 2 KUHAP = Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Ø  Penyidikan = Tahap penentuan calon tersangka menjadi tersangka
Ø  Sebelum menjadi tersangka, biasanya dia adalah saksi
Ø  Syarat penetapan tersangka = Minimal ada dua alat bukti
Ø  Bukti tidak sama dengan alat bukti
Ø  Penyidik : (Pasal 1 butir 1 jo Pasal 6 KUHAP)
- Polri
- PNS
Ø  Proses Penyidikan tindak pidana :
1.      Masyarakat
2.      Kejadian
3.      Aduan
4.      Lidik (oleh penyelidik)
5.      LHP
6.      Gelar Perkara
7.      Sidik
8.      Riksa
9.      Tap TSK
10.  Tindak
11.  Berkas
12.  Serah Perkara
13.  Penuntut Umum
Ø  Wewenang Penyidik (Pasal 7 KUHAP) :
a.      menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
b.      melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c.       menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ;
d.      melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e.      melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f.        mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g.      memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h.      mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i.        mengadakan penghentian penyidikan;
j.        mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Ø  Pemanggilan oleh penyidik :
·         Pemanggilan tersangka / saksi
·         Pemanggilan dengan surat panggilan yang sah
·         Tata cara :
1.      Disampaikan secara langsung kepada orang yang dipanggil dengan cara datang langsung ke kediamannya
2.      Disampaikan paling lambat 3 hari sebelum tanggal pemeriksaan / persidangan
Ø  Pemeriksaan oleh penyidik :
- Pemeriksaan tersangka, saksi, korban, atau ahli
- Pasal 113 KUHAP = Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya. 
- tersangka berhak untuk mendapat bantuan hukum (kalau saksi mendapat bantuan hukum belum diatur)
- Pasal 115 KUHAP = Dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, penasihat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta-mendengar pemeriksaan.
- Pasal 116 ayat (2) KUHAP = Saksi diperiksa secara tersendiri, tetapi boleh dipertemukan yang satu dengan yang lain dan mereka wajib memberikan keterangan yang sebenarnya.
Ø  Saksi boleh didampingi oleh kuasa hukum, tetapi harus duduk diam saat pemeriksaan karena tugasnya hanya mendampingi saksi / mengawasi pelaksanaan pemeriksaan (TIDAK BOLEH PENGACARANYA BANYAK OMONG / BACOT !!!)
Ø  Pasal 23 SPPA = Dalam setiap tingkat pemeriksaan, Anak wajib diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dalam setiap tingkat pemeriksaan, Anak Korban atau Anak Saksi wajib didampingi oleh orang tua dan/atau orang yang dipercaya oleh Anak Korban dan/atau Anak Saksi, atau Pekerja Sosial = Pemberitahuan ini secara tertulis
Ø  Miranda Rules = hak-hak konstitusional dari tersangka / terdakwa yang meliputi hak untuk tidak menjawab atas pertanyaan pejabat bersangkutan dalam proses peradilan pidana dan hak untuk didampingi atau dihadirkan Penasihat Hukum sejak dari proses penyidikan dan/atau dalam semua tingkat proses peradilan.
Ø  Di common law, ada kebolehan bagi saksi untuk tidak menjawab pertanyaan penyidik (di Civil Law tidak bisa / saksi harus menjawab semua pertanyaan penyidik dan jika tidak dijawab, maka penyidik akan membuat asumsi sendiri)
Ø  Alasan penghentian penyidikan :
a.      Kurang bukti
b.      Bukan merupakan tindak pidana
c.       Batal demi hukum, jika :
- Ne bis in idem (Pasal 76 KUHP)
- Tersangka mati (Pasal 77 KUHP)
- Hapusnya kewenangan menuntut pidana dan daluwarsa menjalankan pidananya (Pasal 78 KUHP)


UPAYA PAKSA

Ø  Ciri-ciri upaya paksa :
- Dipaksa
- Melanggar HAM
- Tidak sesuai kehendak objeknya
Ø  Filosofi upaya paksa :
- Melanggar HAM, sehingga pengunaannya harus dihindari
- Jika memang terpaksa harus dilakukan, maka pelaksanaannya harus Due Process of Law / diatur dengan aturan yang jelas)
- Semakin banyak dilakukan upaya paksa, maka semakin jelek proses peradilan pidana tersebut
Ø  Tindakan Upaya Paksa :
- Penangkapan
- Penahanan
- Penggeledahan
- Penyitaan
- Penyadapan
Ø  Yang berhak melakukan upaya paksa :
- Penggeledahan, penyitaan, penangkapan = Penyidik
- Penahanan = Penyidik, Jaksa Penuntut Umum, Hakim


PENANGKAPAN

Ø  Pasal 1 butir 20 KUHAP = Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Ø  Yang dapat melakukan penangkapan :
1.      Penyidik
2.      Penyidik pembantu
Ø  Lama penangkapan = 1 x 24 jam (Pasal 19 KUHAP)
Ø  Syarat penangkapan : (Pasal 17 KUHAP) (SEMUANYA HARUS TERPENUHI !!!)
- Diduga keras melakukan tindak pidana
- Bukti permulaan yang cukup
Ø  PENANGKAPAN TIDAK BOLEH BEDASARKAN DUGAAN / ASUMSI BAHWA DIA BERSALAH !!! NAMUN HARUS ADA BUKTI JUGA !!!
Ø  Perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana
Ø  Bukti permulaan yang cukup :
- Bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi pasal 1 butir 14 (Penjelasan Pasal 17 KUHAP)
- Terdiri atas Laporan + Minimal 2 alat bukti berupa keterangan saksi / keterangan ahli / petunjuk / surat / keterangan terdakwa (Peraturan Kapolri)
Ø  Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang Bukti permulaan yang cukup :
- alat bukti yang sah diatur dalam pasal 184 KUHAP
- Terkait dengan penetapan tersangka, selain harus ada dua alat bukti yang sah, maka harus terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan atas calon tersangka
Ø  Tata cara penangkapan :
1.      Surat tugas
2.      Surat perintah penangkapan (memuat ID, Alasan penangkapan, uraian singkat tindak pidana)
3.      Tembusan surat perintah penangkapan
Ø  Larangan penangkapan :
- Terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah 2x berturut-turu tidak memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah (Pasal 19 ayat (2) KUHAP)
- Tidak dapat dilakukan kepada pelaku pelanggaran
Ø  Dalam RUU KUHAP, tersangka pidana yang diancam pidana denda dilarang dilakukan penangkapan

PENAHANAN

Ø  Penahanan = Penempatan di tempat tertentu (Pasal 1 butir 21 KUHAP)
Ø  Ketika seseorang ditahan, maka seluruh masa penahanan harus ada kompensasi dalam bentuk pengurangan masa pemidanaan / kompensasi lainnya
Ø  Penahanan tidak boleh ditafsirkan sebagai bentuk penghukuman atau bertujuan untuk penghukuman atau cicilan penghukuman
Ø  Ditahan tidak sama dengan dipidana
Ø  Tujuan penahanan = Untuk menjaga agar barang bukti tidak hilang / rusak
Ø  Penahanan tidak boleh dibenturkan dengan rasa keadilan, membahayakan kesehatan, dan membahayakan keselamatan tersangka / terdakwa
Ø  Yang boleh melakukan penahanan :
- Penyidik
- Penuntut umum
- Hakim
Ø  Syarat penahanan
a.      Objektif / syarat hukum :
- Pasal 21 ayat (1) KUHAP = Diduga keras melakukan tindak pidana + Bukti yang cukup
- Pasal 21 ayat (4) KUHAP :
1. Tindak pidana yang sanksi penjaranya >= 5 tahun
2. Tindak pidana tertentu yang sanksi penjaranya dibawah 5 tahun
- Pasal 32 ayat (2) UU Peradilan Anak = Penahanan terhadap Anak hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
a. Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih
b. diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih
b.      Subjektif / Kepentingan = Dirasa tersangka akan melarikan diri, merusak barang bukti, mengulang tindak pidana
Ø  Penahanan tidak dapat dilakukan terhadap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana dengan ancaman dibawah 5 tahun (namun ada pengecualian dalam Pasal 21 ayat (4) huruf B KUHAP)
Ø  Penahahan tidak dapat dilakukan kepada pelanggaran
Ø  Macam-macam penahanan : (Pasal 22 KUHAP)
1.      Rutan (Ketika nanti dia tersangka ditetapkan menjadi terpidana, maka lama dia menjalani hukuman = Lama pidana yang diputuskan hakim dikurangi (Full) Masa penahanan di Rutan)
2.      Tahanan rumah (Ketika nanti dia tersangka ditetapkan menjadi terpidana, maka masa hukuman dia = Lama pidana yang diputuskan hakim dikurangi 1/3 dari masa penahanan di Rumah)
3.      Tahanan kota (Ketika nanti dia tersangka ditetapkan menjadi terpidana, maka masa hukuman dia = Lama pidana yang diputuskan hakim dikurangi 1/5 dari masa penahanan di Kota)
Ø  Rutan tidak sama dengan Lembaga Permasyarakatan / LP / Lapas (Rutan untuk penahanan tersangka dan LP untuk eksekusi putusan dari terpidana)
Ø  Penahanan untuk anak = LPKS / Ruang khusus (SPPA)
Ø  Bapas = Balai Permasyarakatan = untuk anak dibawah 12 tahun
Ø  Jangka waktu penahanan : (Pasal 24 – 29 KUHAP)
- Penyidik = 20 hari
- PU = 20 hari
- Hakim PN = 30 hari
- Hakim PT = 30 hari
- Hakim Agung = 50 hari
TOTAL = 150 hari

Ø  Hak tersangka / terdakwa (Pasal 30 KUHAP) = Apabila penahanan tidak sah, tersangka / terdakwa memiliki hak untuk melakukan gugatan ganti kerugian
Ø  Jangka waktu penahanan anak (SPPA) = 7 (tujuh) hari (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak)
Ø  Penangguhan pengalihan penahanan = Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan (Pasal 31 KUHAP)
Ø  Jaminan Penangguhan Penahanan : (PP no. 27 tahun 1983)
- Uang (Pasal 35)
- Orang (Pasal 36)


PENGGELEDAHAN

Ø  Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini. (Pasal 32 KUHAP)
Ø  Tujuan Penggeledahan = mencari sesuatu yang berkaitan dengan Tindak Pidana
Ø  Perbedaan makna penggeledahan di Haper dan Hapid :
- Haper = Barang diamankan supaya tidak berpindah hak milik
- Hapid = Barang hanya untuk pembuktian (Barang disita untuk sementara dan akan dikembalikan)
Ø  Jenis penggeledahan :
a.      Penggeledahan Rumah = Tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 butir 17 KUHAP)
b.      Penggeledehan Badan  = Tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang didup keras ada pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita (Pasal 1 butir 18 KUHAP) = Memeriksa rongga-rongga dalam badan
c.       Penggeledahan pakaian = Penggeledahan baju
Ø  Yang berwenang melakukan penggeledahan = Penyidik
Ø  Prosedur penggeledahan :
1.      Izin ketua pengadilan negeri
2.      2 Saksi jika disetujui penghuni rumah
3.      2 saksi + ketua RT & RW jika tidak disetujui penghuni rumah
4.      Berita acara + turunannya
Ø  Dalam Revisi KUHAP, penyidik baru bisa menggeledah jika ada izin hakim pemeriksa pendahuluan (HPP)
Ø  Tempat yang tidak boleh dilakukan penggeledahan : (Pasal 35 KUHAP)
1.      Ruangan yang sedang berlangsung rapat MPR / DPR, DPRD, dan/atau DPD
2.      Ruangan yang sedang berlangsung ibadah
3.      Ruangan yang sedang berlangsung sidang pengadilan
(jika ruangan2 di atas tidak sedang berlangsung salah satu dari 3 kegiatan di atas, maka dapat digeledah)
Ø  Pengecualian penggeledahan (Pasal 34 ayat (1) KUHAP) = Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 33 ayat (5) penyidik dapat melakukan penggeledahan : 
a. pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada dan yang ada di atasnya; 
b. pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada; 
c. di tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya; 
d. di tempat penginapan dan tempat umum lainnya.


PENYITAAN

Ø  Penyitaan = Mengambil alih sementara untuk pembuktian (Pasal 1 butir 16 KUHAP)
Ø  Yang berwenang melakukan penyitaan = Penyidik
Ø  Prosedur penyitaan :
1.      Izin ketua PN (Pasal 38 ayat (1) KUHAP), namun ada pengecualian di Pasal 38 ayat (2) KUHAP)
2.      Benda yang dapat disita : (Pasal 39 KUHAP)
a.      benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana (Contoh benda hasil tindak pidana = Ijazah palsu, surat palsu, dll)
b.      benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c.       benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
d.      benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e.      benda lain yang mempunyai hubungan lansung dengan tindak pidana yang dilakukan.
3.      Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan  tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.  (Pasal 40 KUHAP)
4.      Dalam hal tertangkap tangan penyidik berwenang menyita paket atau surat atau benda yang pengangkutannya atau pengirimannya dilakukan oleh kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan, sepanjang paket, surat atau benda tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau yang berasal daripadanya dan untuk itu kepada tersangka dan atau kepada pejabat kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan yang bersangkutan, harus diberikan surat tanda penerimaan. (Pasal 41 KUHAP)
Ø  Penyimpanan benda sitaan = Rupbasan (Pasal 44 ayat (1) KUHAP)
Ø  Tanggung jawab atas benda sitaan : (Pasal 44 ayat (2) KUHAP)
a.      Tanggung jawab fisik benda sitaan (jangan sampai rusak)
b.      Tanggung jawab yuridis
Ø  Barang yang disita bisa dipinjam oleh pemilik kepada polisi melalui pengajuan izin “peminjaman alat bukti” dengan alasan yang sah (Ex : Pemilik motor meminta motornya dikembalikan sementara karena dia abang Go – Jek)
Ø  Benda sitaan yang cepat rusak : (Pasal 45 KUHAP)
- Tingkat penyidikan dan penuntutan
- Tingkat persidangan = Izin hakim perkara
- Disaksikan oleh tersangka / terdakwa
Ø  Pengembalian benda sitaan : (Pasal 46 KUHAP)
- Sebelum dan sesudah putusan dengan syarat-syarat
- Dikembalikan, dirampas, dimusnahkan, atau dipakai kembali untuk perkara lain
Ø  Bila terbukti bersalah, maka uang terdakwa yang disita diambil oleh negara (masuk kas negara) (dirampas oleh negara)
Ø  Pengaturan Pemeriksaan surat = Pasal 47 – 49 KUHAP


PENYADAPAN

Ø  Dasar hukum penyadapan :
- UU 31 / 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- UU 30 / 2002 tentang KPK
- UU 5 / 1997 tentang Psikotropika
- UU 36 / 1999 tentang Telekomunikasi
- UU 18 / 2001 tentang Otonomi Khusus
- UU 11 /2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
- UU 21 / 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Ø  Penyadapan / intersepsi melanggar HAM (Pasal 12 Universal Declaration of Human Rights 1948)
Ø  Perlindungan privasi dalam hukum positif Indonesia :
- Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 = Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
- Pasal 32 UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM = Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat termasuk hubungan komunikasi sarana elektronika tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
Ø  Yang dapat melakukan penyadapan :
- KPK
- Polisi
- BNN
- KY (menyadap percakapan hakim)
- Kejaksaan
- BIN
Ø  Revisi KUHAP = Penyadapan hanya boleh untuk tindak pidana serius (ex : Korupsi, dll)
Ø  Prosedur Penyadapan pada tahap penyelidikan dan penyidikan = Transkrip hasil rekaman penyadapan dibuat oleh penyidik yang melakukan penyadapan, lalu dimasukkan dalam BAP
Ø  Rekaman hasil penyadapan dapat diperdengarkan dalam proses pembuktian di persidangan dengan diajukan beserta transkrip rekamannya
Ø  Jangka waktu penyadapan :
a.      Tindak Pidana intelijen :
- Oleh BIN
- Waktu = 6 bulan dan dapat diperpanjang
b.      Tindak Pidana Terorisme :
- Oleh penyidik TP itu
- Waktu = maksimal 1 tahun dan hasil dipertanggungjawabkan kepada atasan penyidik
c.       Tindak Pidana Korupsi
d.      Tindak Pidana Psikotropika :
- dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup
- dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan diterima penyidik.
Ø  Penyadapan hanya dilakukan terhadap bagian yang dianggap berkaitan dengan Tindak Pidana !!! (tidak semua percakapan disadap)
Ø  Pasal 84 Revisi UU KUHAP :
(1)        Dalam keadaan mendesak,  penyidik dapat melakukan penyadapan tanpa surat izin dari  hakim komisaris, dengan ketentuan wajib memberitahukan penyadapan tersebut kepada  hakim komisaris melalui  penuntut umum.
(2)        Keadaan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.         bahaya maut atau ancaman luka fisik yang serius yang mendesak;
b.         permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap keamanan negara; dan/atau
c.          permufakatan jahat yang merupakan karakteristik tindak pidana terorganisasi.
(3)        Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan kepada hakim komisaris paling lambat 2 (dua) hari terhitung sejak tanggal penyadapan dilakukan untuk mendapatkan persetujuan.
(4)        Dalam hal  hakim komisaris tidak memberikan persetujuan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) maka penyadapan dihentikan.


PRA PENUNTUTAN

Ø  Pra Penuntutan = Proses bolak balik berkas perkara
Ø  Pra penuntutan = Tindakan Penuntut Umum untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan, menerima, mempelajari, atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan dan dalam hal belum lengkap maka akan dikembalikan kepada penyidik semula untuk dilengkapi sesuai petunjuk, kemudian menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat / tidak dilimpahkan ke pengadilan
Ø  DASAR HUKUM
·         Pasal 14 a,b KUHAP
·         Pasal 109 ayat (1), (2) KUHAP
·         Pasal 110 KUHAP
·         Pasal 138 KUHAP
·         Pasal 139 KUHAP
·         Penjelasan Pasal 30 ayat (1) a. UU No. 16 Tahun 2004.
·         Pasal 30 ayat (1) e UU No. 16 Tahun 2004 dan Penjelasan
·         Kep. Menkeh. No. M.01.PW. 07.03 tahun 1982
·         Kep. Menkeh. No. M.14.PW.07.03 tahun 1983
·         Insja, Kepja, dll; Menyangkut Juklat dan Juknis Prapenuntutan
Ø  Ruang lingkup pra penuntutan :
a.      Memantau perkembangan penyidikan :
1. Mengikuti jalannya penyidikan
2. Melakukan koordinasi dengan penyidik terhadap perkara tertentu
3. Memberi saran kalau diminta
b.      Memberikan perpanjangan penahanan (Teliti apakah terhadap penahanan tersangka memenuhi syarat), dimana syaratnya adalah :
1.      Syarat Pembuktian (Apakah sudah diperoleh bukti yang cukup)
2.      Syarat Material / Obyektif (Apakah tindak pidana yang disangkakan diancam pidana lima tahun atau lebih atau tindak pidana yang tercantum secara limitatif pada pasal 21 ayat (4) b KUHAP
3.      Syarat Formil / Kebutuhan / Subyektif (Dikuatirkan akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau mengulangi melakukan tindak pidana (Pasal 21 ayat (1) KUHAP)
4.      Syarat Administratif (Apakah dengan surat perintah penahanan dan dibuatkan Berita Acara Penahanan dan telah diterima oleh tersangka serta turunannya disampaikan kepada keluarganya.
5.      Apakah SPDP sudah disampaikan sebelumnya.
c.       Meneliti sah tidaknya penghentian penyidikan :
1.      Apakah benar tidak diperoleh cukup bukti apabila diperoleh 2 bukti yang saling bersesuaian
2.      Apakah perbuatan terbukti tetapi tersangka tidak bisa dipertanggungjawabkan, baik karena alasan pembenar maupun karena alasan pemaaf
3.      Apakah benar terhadap tindak pidana yang terbukti hak / wewenang melakukan penuntutan telah hapus
d.      Menerima dan meneliti kelengkapan berkas perkara
1.      Meneliti BAP Saksi
2.      Meneliti BAP Ahli
3.      Meneliti BAP Tersangka
4.      Peneltisan Surat / Dokumen / Barang Bukti
e.      Memberi petunjuk guna melengkapi berkas perkara, contoh :
1.      Fakta dalam berkas perkara : Saksi A adalah warga negara asing, sehingga diduga tidak akan dapat hadir dalam pemeriksan di pengadilan
Dasar : Pasal 116 ayat (1), Pasal 162 ayat (1), (2) KUHAP
Petunjuk :  Supaya saksi A diperiksa ulang dan disumpah sebelum memberikan keterangan, keterangan yang dibacakan di sidang pengadilan, nilainya sama dengan keterangan saksi
2.      Fakta dalam berkas perkara : Ahli B beragama Kristen Protestan diperiksa di penyidikan tanpa berjanji sebelum memberikan keterangan
Dasar :             Pasal 120 ayat (2), Pasal 179 ayat (2) KUHAP
Petunjuk :  Supaya ahli B berjanji lebih dahulu dihadapan penyidik sebelum memberikan keterangan agar keterangannya mempunyai nilai sebagai bukti keterangan ahli
f.        Menerima penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti
g.      Melakukan pemeriksaan tambahan
h.      Menentukan dapat tidaknya berkas perkara dilimpahkan kepengadilan
i.        Menghentikan penuntutan
Ø  Hal yang diteliti dalam meneliti sah tidaknya Penghentian Penyidikan :
Ø  JPU tidak bisa menerima begitu saja dari penyidik (JPU harus teliti)
Ø  Penyerahan berkas perkara bisa bolak balik antara Penyidik dan JPU (karena JPU yang melakukan penuntutan, sehingga harus lengkap agar tidak dipraperadilankan)
Ø  Alur Pengembalian berkas perkara penyidikan :
1.      Dalam waktu tujuh hari Penuntut Umum sudah harus memberitahukan kepada penyidik apakah berkas perkara sudah lengkap atau belum. (Pasal 138 ayat (1) KUHAP)
2.      Dalam hal berkas perkara belum lengkap, maka dalam waktu empat belas hari (7 hari + 7 hari) Penuntut Umum Wajib sudah mengembalikan berkas perkara untuk dilengkapi dengan disertai petunjuk yang jelas dan bisa dilaksanakan.  (Pasal 138 ayat (2) KUHAP)
3.      Dalam waktu empat belas hari setelah menerima berkas dari PU, penyidik harus sudah melengkapi berkas perkara sesuai petunjuk dan mengembalikan kepada PU. (Pasal 138 ayat (2) KUHAP).
4.      PU hanya menerima berkas perkara yang sudah lengkap.
5.      Apabila penyidik tidak dapat melaksanakan petunjuk maka PU meminta penyerahan tersangka dan barang bukti untuk dilakukan pemeriksaan tambahan.


PENUNTUTAN

Ø  Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. (Pasal 1 ayat 7 KUHAP)
Ø  Penuntut Umum = Jaksa yang diberi wewenang oleh KUHAP untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim
Ø  Jaksa = Pejabat yang diberi wewenang oleh KUHAP untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
Ø  Apabila PU merasa berkas perkara penyidikan sudah layak utk dimajukan ke persidangan maka Penuntut Umum akan melimpahkan Surat Dakwaan berikut Berkas Perkara dan barang buktinya ke Pengadilan.
Ø  Dakwaan = Dasar untuk menyusun tuntutan karena berdasarkan dakwaan itulah pemeriksaan di persidang dilakukan
Ø  Surat dakwaan = Surat / akte yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi Hakim dlm pemeriksaan di muka sidang pengadilan.
Ø  Syarat sah suatu surat dakwaan :
a.      Formil :
1.      Diberi tanggal dan ditandatangani penuntut umum
2.      Mencantumkan identitas terdakwa :
- Nama Lengkap
- Tempat tanggal lahir
- Jenis kelamin
- Kebangsaan
- Tempat tinggal
- Agama, dan
- Pekerjaan
b.      Materiil :
1.      Mumuat uraian secara cermat, Jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan
2.      Menyebutkan waktu tindak pidana dilakukan
3.      Menyebutkan tempat tindak pidana dilakukan (pasal 143 ayat (2) a, b KUHAP)
4.      Memuat keterangan mengenai keadaan terutama yang dapat memberatkan / meringankan kesalahan terdakwa. (pasal 250 ayat (4) HIR)
Ø  Jika surat dakwaaan tidak memenuhi : (ditentukan oleh Hakim)
a.      Syarat formil = Dapat dibatalkan
b.      Syarat materil = Batal demi hukum
Ø  Bentuk-bentuk dakwaan :
a.      Tunggal = Terdakwa didakwa satu perbuatan saja tanpa diikuti dengan dakwaan-dakwaan lain
b.      Alternatif = Terdakwa secara faktual di dakwakan lebih dari satu tindak pidana, tetapi pada hakekatnya ia hanya didakwa atau dipersalahkan satu tindak pidana saja
c.       Subsidair = Dakwaan yang terdiri dari dua atau lebih dakwaan yang disusun secara berurutan dari dakwaan pidana yang terberat sampai yang teringan
d.      Kumulatif = Terdakwa didakwakan beberapa tindak pidana sekaligus dimana masing-masing tindak pidana itu merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri
e.      Gabungan / kombinasi = Gabungan antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan alternatif ataupun dengan dakwaan subsidair
Ø  Contoh surat dakwaan :
Ø  PU harus merubah surat dakwaan jika ada kekeliruan baik Syarat Formil maupun Syarat Materil, asalkan berkas perkara belum dilimpahkan ke pengadilan.
Ø  Jika berkas perkara telah dilimpahkan, maka PU hanya boleh mengubah Surat Dakwaannya :
- Sebelum ditetapkan hari sidang
- Selambat-lambatnya 7 hari sebelum sidang dimulai.
Ø  Tujuan Perubahan Surat Dakwaan yaitu untuk  menyempurnakan Surat Dakwaan dalam hal :
a.      Jika ditemukan hal yang memberatkan, seperti :
- Perbuatan tidak direncanakan menjadi perbuatan berencana
- Pegawai Negeri, atau karena pekerjaannya
- Residivis
- Tentang concursus / samenloop
- Tindak pidana berkwalifikasi ; psl. 363 KUHP diubah menjadi 365 KUHP
b.      Untuk memperbaiki kesalahan Syarat Formil maupun Syarat Materil (untuk menghindari batalnya atau dapat dibatalkannya Surat Dakwaan)
Ø  Alasan gugurnya penuntutan :
a.      Alasan penghapus :
1.      Bila delik yang dilakukan tersangka adalah delik aduan dan pengaduan telah dicabut
2.      Ne bis in idem
3.      Terdakwa meninggal dunia
4.      Tindak pidananya Daluarsa
5.      Denda maksimal dari tindak pidana itu telah dibayar


PRA PERADILAN

Ø  Pasal 1 Butir 10 jo. Pasal 77 KUHAP = Pra peradilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus :
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; 
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; 
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Ø  Ruang lingkup pra peradilan : (Pasal 77 KUHAP)
a.      sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan
b.      ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Pra peradilan menguji apakah upaya paksa sudah benar atau belum
Ø  Pra peradilan bersifat limitatif = Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut GANTI KERUGIAN karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Pasal 95 ayat (1) KUHAP)
Ø  Yang berhak mengajukan pra peradilan : (Pasal 79 KUHAP)
- Tersangka
- Keluarga tersangka
- Penasehat hukum
Ø  Model-model pra peradilan :
1.      Pre trial = pemeriksaan sblm sidang untuk menentukan kadar TP yang dilakukan
2.      Dismissal Process = pemeriksaan formil pada pengadilan tata usaha negara
3.      Habeas Corpus = perlindungan terhadap seseorang dari tindakan kesewenang-wenangan negara (aparat penegak hukum = meliputi semua upaya paksa
4.      Rechter Commisiaris (Hakim Komisaris) = hakim yang mendapat tugas untuk menerima, memeriksa, dan memberikan persetujuan atas permintaan upaya pakasa oleh aparat penegak hukum
Ø  Pra peradilan Indonesia = Haebus Corpus
Ø  Acara pemeriksaan praperadilan ditentukan sebagai berikut : (Pasal 82 KUHAP)
a. dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan , hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang; 
b. dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang; 
c. pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya; 
d. dalam hal suatu perkara sudah mulai. diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada pra peradilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur; 
e. putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan, praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru. 3 hhari setelah permohonan diterima, hakim menetapkan hari sidang (kapan dimulai persidangan)
Ø  Hakim harus mendengarkan keterangan para pihak (pemohon, termohon, pejabat berwenang, saksi, ahli)
Ø  Definisi bukti permulaan yang cukup : (Keputusan MK / 21 / PUU – XII / 2014 tanggal 28 April 2015)
1.      2 alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP
2.      Terkait dengan penetapan tersangka, selain harus ada 2 alat bukti yang sah maka harus lebih dahulu dilakukan pemeriksaan atas calon tersangka
Ø  Alat bukti yang sah = Keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa
Ø  Pihak ketiga yang berkepentingan menurut :
a.      Loebby Lukman, adalah Korban
b.      Putusan PN Jaksel, adalah makna verbal (LSM tanpa nama)
c.       Keputusan MK, adalah public trust (LSM yang dipercayai masyarakat seperti ICW, YLKI, dll)
Ø  Pemeriksaan Cepat = Dalam 7 hari harus putus
Ø  Upaya hukum yang bisa dilakukan atas putusan pra peradilan : (Pasal 83 KUHAP)
a.      Putusan MK = Tidak ada upaya hukum atas putusan pra peradilan
b.      KUHAP :
1.      Upaya hukum biasa
Ø  Banding
- Tentang tidak sahnya upaya paksa
- Tentang tidak sahnya pengentian penyidikan atau penuntutan (meminta putusan akhir ke Pengadilan Tinggi yang final dan binding)
Ø  Kasasi, contoh :
- KUHAP = Tidak mengatur
- SEMA 1983 = Tidak boleh upaya kasasi untuk putusan pra peradilan
- Pasal 45 A UU 5 / 2004 = Kasasi dibatasi
- UU 5 / 2009
- Kasus Newmont = Kasasi diterima
- Kasus Baasyir = Kasasi tidak dapat diterima
- Kasus Hendra Rahardja = POLRI mengajukan kasasi dan diterima


PENGETAHUAN UMUM

Ø  PP No. 27 tahun 1983 mengatur Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Ø  Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu. (Pasal 1 butir 19 KUHAP)
Ø  Hakim komisaris = Pejabat yang diberi wewenang menilai jalannya penyidikan dan penuntutan, dan wewenang lain yang ditentukan dalam KUHAP (Menurut Penjelasan RUU KUHAP, hakim komisaris akan menggantikan lembaga praperadilan yang selama ini belum berjalan sebagaimana mestinya) = Hakim pemeriksa pendahuluan
Ø  Ketika ada seseorang ditusuk di Stasiun Pondok Cina, dia kemudian lari dan baru mati di Stasiun Lenteng Agung, maka TKPnya adalah Stasiun Pondok Cina dan Lenteng Agung
Ø  BAP hanya ada di Civil Law!!!
Ø  Rincian dari kode-kode Formulir Perkara adalah :
1.      P-1= Penerimaan Laporan (Tetap)
2.      P-2 = Surat Perintah Penyelidikan
3.      P-3 = Rencana Penyelidikan
4.      P-4 = Permintaan Keterangan
5.      P-5 = Laporan Hasil Penyelidikan
6.      P-6 = Laporan Terjadinya Tindak Pidana
7.      P-7 = Matrik Perkara Tindak Pidana
8.      P-8 = Surat Perintah Penyidikan
9.      P-8A = Rencana Jadwal Kegiatan Penyidikan
10.  P-9 = Surat Panggilan Saksi / Tersangka
11.  P-10 = Bantuan Keterangan Ahli
12.  P-11 = Bantuan Pemanggilan Saksi / Ahli
13.  P-12 = Laporan Pengembangan Penyidikan
14.  P-13 = Usul Penghentian Penyidikan / Penuntutan
15.  P-14 = Surat Perintah Penghentian Penyidikan
16.  P-15 = Surat Perintah Penyerahan Berkas Perkara
17.  P-16 = Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum untuk Mengikuti Perkembangan Penyidikan Perkara Tindak Pidana
18.  P-16A = Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum untuk Penyelesaian Perkara Tindak Pidana
19.  P-17 = Permintaan Perkembangan Hasil Penyelidikan
20.  P-18 = Hasil Penyelidikan Belum Lengkap
21.  P-19 = Pengembalian Berkas Perkara untuk Dilengkapi
22.  P-20 = Pemberitahuan bahwa Waktu Penyidikan Telah Habis
23.  P-21 = Pemberitahuan bahwa Hasil Penyidikan sudah Lengkap
24.  P-21A = Pemberitahuan Susulan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap
25.  P-22 = Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti
26.  P-23 = Surat Susulan Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti
27.  P-24 = Berita Acara Pendapat
28.  P-25 = Surat Perintah Melengkapi Berkas Perkara
29.  P-26 = Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan
30.  P-27 = Surat Ketetapan Pencabutan Penghentian Penuntutan
31.  P-28 = Riwayat Perkara
32.  P-29 = Surat Dakwaan
33.  P-30 = Catatan Penuntut Umum
34.  P-31 = Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Biasa (APB)
35.  P-32 = Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Singkat (APS) untuk Mengadili
36.  P-33 = Tanda Terima Surat Pelimpahan Perkara APB / APS
37.  P-34 = Tanda Terima Barang Bukti
38.  P-35 = Laporan Pelimpahan Perkara Pengamanan Persidangan
39.  P-36 = Permintaan Bantuan Pengawalan / Pengamanan Persidangan
40.  P-37 = Surat Panggilan Saksi Ahli / Terdakwa / Terpidana
41.  P-38 = Bantuan Panggilan Saksi / Tersngka / terdakwa
42.  P-39 = Laporan Hasil Persidangan
43.  P-40 = Perlawanan Jaksa Penuntut Umum terhadap Penetapan Ketua PN / Penetapan Hakim
44.  P-41= Rencana Tuntutan Pidana
45.  P-42 = Surat Tuntutan
46.  P-43 = Laporan Tuntuan Pidana
47.  P-44 = Laporan Jaksa Penuntut Umum Segera setelah Putusan
48.  P-45 = Laporan Putusan Pengadilan
49.  P-46 = Memori Banding
50.  P-47 = Memori Kasasi
51.  P-48 = Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan
52.  P-49 = Surat Ketetapan Gugurnya / Hapusnya Wewenang Mengeksekusi
53.  P-50 = Usul Permohanan Kasasi Demi Kepentingan Hukum
54.  P-51 = Pemberitahuan Pemidanaan Bersyarat
55.  P-52= Pemberitahuan Pelaksanaan Pelepasan Bersyarat
56.  P-53= Kartu Perkara Tindak Pidana
Ø  Perbedaan Deeponering dan SP3 :
a.      Deponering berarti pembekuan perkara. Artinya suatu kasus dihentikan/ditutup selamanya meski ada pergantian rezim. Deponering merupakan mekanisme yang dimiliki oleh Kejaksaan Agung untuk mengesampingkan perkara pidana demi kepentingan umum. Jaksa agung menghentikan penyelidikan dengan alasan untuk keselamatan Negara.
b.      Surat Penghentian Penyelidikan Perkara (SP3). Dalam Hukum Acara Pidana tidak semua kasus yang disidik oleh penyidik dilanjutkan ke pengadilan, ini bisa terjadi dalam beberapa hal. Apabila tidak menemukan alat bukti yang cukup, penyidik menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Apabila penyidik menemukan alat bukti yang cukup, hasil penyidikan dilimpahkan ke penuntut umum, ternyata perbuatan tersangka terbukti-peristiwa hukum itu bukan merupakan tindak pidana, penuntut umum harus menghentikan penuntutan, menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SP3). Demikian juga apabila hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik yang telah memenuhi alat bukti yang cukup, peristiwa hukum yang disidik itu merupakan tindak pidana, dan penuntut umum sependapat dengan penyidik, penuntut umum bisa tidak melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan, dengan melakukan penutupan perkara demi kepentingan hukum. Langkah lain yang dapat dilakukan oleh penuntut umum untuk tidak melimpahkan hasil penyidikan ke pengadilan adalah pengenyampingan perkara demi kepentingan umum.
Ø  Dalam common law, ada stop & freeze (orang yang sudah dibidik polisi harus diam dan bila orang itu bergerak dalam derajat tertentu, polisi bisa menembak orang itu dengan dasar pertahanan diri)
Ø  7 Pasal Pembunuh KPK

Ø  MAPPI saat ini  mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terhadap beberapa Pasal dalam UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yaitu Pasal  50 ayat (1) dan (2) , Pasal  14 huruf b dan i, Pasal 109 ayat (1), Pasal 138 ayat (1) dan (2) KUHAP. Keselurhan pasal tersebut berkaitan erat dengan HAM karena dapat menimbulkan kesewenang-wenangan penyidik dan berlarut-larutnya penanganan tindak pidana dalam proses penyidikan.
Ø  Pengaturan yang berkaitan dengan HAM harus diatur dalam UU
Ø  Dimensi penting di strategi revitalisasi sistem sinergi polisional dalam Kamnas RI = Penanggulangan ancaman nirmiliter
Ø  Polisi tidak memiliki hierarki seperti TNI (Bukti = Jika ad kasus kehilangan 200 ribu, bisa lapor ke Mabes Polri / Polda / Polres / Polsek sesuka hatimu)
Ø  Negara di dunia yang tidak punya sahabat = Indonesia, Myanmar, Korea Utara

Ø  BLOG Khrisna Murti = catatansibedu.blogspot.com


LINK DOWNLOAD (WORD VERSION) = https://www.dropbox.com/s/nf7qzipqp4hlzya/Rangkuman%20HAPID.docx?dl=0


-Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.(1 Timotius 4:12)-

No comments:

Post a Comment