Wednesday, 28 October 2015

Hukum Perikatan dan Persetujuan Khusus - 1


* Catatan ini hanya sebagai pembantu dalam belajar dan bukan menjadi satu-satunya sumber dalam belajar. Sekiranya ini hanya sebagai reminder dan teman-teman bisa belajar dari sumber lain:) Saran dan komentar sangat terbuka untuk saya. Selamat Belajar :D

Ø  Perikatan adalah hubungan hukum antara 2 pihak atau lebih, di mana 1 pihak berhak menuntut, sementara pihak lain berkewajiban memenuhi tuntutan (Subekti)
Ø  Perikatan diatur dalam pasal 1233 KUHPer
Ø  Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji pada orang lain / 2 orang saling berjanji untuk melakukan suatu prestasi (Subekti)
Ø  Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap suatu orang atau lebih lainnya (Pasal 1313 KUHPer)
Ø  Unsur-unsur perjanjian (pasal 1313 KUHPer) :
- Perbuatan
- Satu orang / lebih
- Mengikatkan dirinya
Ø  Perjanjian = Persetujuan
Ø  Perjanjian melibatkan 2 pihak (Debitur dan Kreditur)
Ø  Bentuk2 prestasi / macamnya hal yang harus dilaksanakan dalam perjanjian :
- Perjanjian untuk Berbuat sesuatu
- Perjanjian untuk Tidak berbuat sesuatu
- Perjanjian untuk Menyerahkan Sesuatu
Ø  Prestasi = Hal yang harus dilaksanakan
Ø  Perjanjian tidak sama dengan kontrak tidak sama dengan perikatan
Ø  Perikatan tidak wajib ada kesepakatan antar pihak terkait, sedangkan perjanjian wajib ada kesepakatan
Ø  Perjanjian tidak harus tertulis (bisa berupa perbuatan atau bentuk lainnya), sedangkan kontrak harus tertulis
Ø  MoU (Memorandum of Understanding) bersifat global, sedangkan bersifat spesifik (Ex : dalam hal pembelian barang, di MoU tidak mengatur harga, namun di kontrak harga tertulis)
Ø  Dalam praktik, tidak dibedakan istilah kontrak / perjanjian / perikatan, sedangkan dalam teori dibedakan istilah perjanjian / perikatan
Ø  Sumber Perikatan :
a)      Perjanjian
1.       Perjanjian sepihak = Perjanjian yang membebankan prestasi hanya pada satu pihak
2.       Perjanjian timbal balik = Perjanjian yang membebankan prestasi pada kedua belahi pihak
b)      UU
1.       UU saja (Ex : Kewajiban kepada orang tua dan anak untuk saling memberikan nafkah)
2.       UU yang berhubungan dengan perbuatan orang :
- Perbuatan halal / Perwakilan (Ex : Pasal 1354)
- Perbuatan melawan hukum (Ex : Pasal 1359)
Ø  Sistematika buku 3 KUHP :
a.       Umum (Sumber perikatan, prestasi, wanprestasi, syarat sahnya perjanjian, dll)
b.      Khusus
- Nominat (Perjanjian bernama / Perjanjian-perjanjian yang diatur dalam KUHPer [berjumlah 15])
- Inominat (Perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPer, namun pengaturannya diatur berdasarkan Peraturan Perundang-undangan atau Kebiasaan)
Ø  Bentuk-bentuk Perikatan :
1.       Perikatan Bersahaja
2.       Perikatan bersyarat (Pasal 1253 – 1267 KUHPer)
3.       Perikatan bersyarat adalah perikatan yang digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi.
4.       Ada 2 macam perikatan bersyarat :
5.       a. perikatan dengan syarat tangguh – perikatan ini baru lahir jika peristiwa yang dimaksud atau disyaratkan itu terjadi. Perikatan lahir pada detik terjadinya peristiwa tersebut.
6.       Contoh : saya berjanji akan menyewakan rumah saya kalau saya dipindahkan keluar negeri. Artinya saya baru akan menyewakan rumah jika saya dipindahkan keluar negeri, jika saya tidak dipindahkan, maka tidak ada perikatan untuk menyewakan rumah saya.
7.       b. perikatan dengan syarat batal – perikatan yang sudah ada akan berakhir jika peristiwa yang dimaksud itu terjadi.
8.       Contoh : saat ini saya menyewakan rumah saya kepada A dengan ketentuan sewa-menyewa ini akan berakhir jika anak saya yang ada di luar negeri pulang ke tanah air.
9.       Suatu perjanjian adalah batal jika pelaksanaannya semata-mata tergantung pada kemauan orang yang terikat (debitur). Suatu syarat yang berada dalam kekuasaan orang yang terikat disebut juga syarat potestatif. Perjanjian seperti itu tidak memiliki kekuatan hukum apapun (artinya tidak dapat dipaksa pemenuhannya).
10.   Contoh : saya berjanji untuk menghadiahkan sepeda saya kepada Ali jika suatu saat saya menghendakinya.
11.   Suatu perjanjian juga batal jika syaratnya tidak mungkin terlaksana, bertentangan dengan kesusilaan, atau sesuatu yang dilarang UU.
12.   Contoh : saya berjanji akan memberi Amat sebuah rumah jika berhasil menurunkan bintang dan bulan ke bumi atau kalau ia berhasil membakar rumahnya Ali atau kalau ia melakukan sebuah perbuatan zina. Maka perjanjian itu tidak mempunyai kekutan hukum apapun.
13.   Jika suatu perjanjian digantungkan pada syarat bahwa suatu peristiwa akan terjadi pada waktu tertentu, maka syarat itu harus dianggap tidak terpenuhi jika batas waktu itu sudah lewat dan peristiwa tersebut tidak terjadi.
14.   Suatu syarat batal selalu berlaku surut hingga saat lahirnya perjanjian. Syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi , menghentikan perjanjian yang sudah ada dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada perjanjian (Pasal 1265 KUHPer). Artinya, si berpiutang wajib mengembalikan apa yang sudah diterimanya, apabila peristiwa yang dimaksudkan itu terjadi.
15.   2.   Perikatan dengan ketetapan waktu (Pasal 1268 – 1271 KUHPer)
16.   Perikatan ini tidak menangguhkan lahirnya perikatan, hanya menangguhkan pelaksanaannya, ataupun menentukan lama waktu berlakunya suatu perjanjian atau perikatan itu
17.   Contoh : saya akan menyewakan rumah saya per 1 Januari 2012 atau sampai 1 Januari 2012, maka perjanjian itu adalah suatu perjanjian dengan ketetapan waktu.
18.   Contoh lainnya: saya akan menjual rumah saya dengan ketentuan bahwa penghuni yang sekarang meninggal dunia. Memang  hampir sama dengan perjanjian bersyarat tetapi perjanjian tadi adalah perjanjian dengan ketetapan waktu karena hal orang meninggal adalah sesuatu yang pasti akan terjadi di masa depan. Sementara perjanjian bersyarat adalah sesuatu yang belum pasti akan terjadi di masa depan.
19.   Perikatan manasuka (alternatif) (pasal 1272 – 1277 KUHPer)
20.   Dalam perikatan manasuka si berutang(debitur) dibebaskan menyerahkan salah satu dari dua barang atau lebih yang disebutkan dalam perjanjian, tetapi ia tidak boleh memaksa si berpiutang untuk menerima sebagian dari barang yang satu dan sebagian lagi dari barang yang lain. Hak memilih barang ini ada pada si berutang, jika hak ini tidak secara tegas diberikan oleh si berpiutang.
21.   Contoh :  saya mempunyai tagihan seratus ribu rupiah pada seorang petani. Sekarang saya mengadakan suatu perjanjian dengannya bahwa ia akan saya bebaskan dari utangnya jika ia menyerahkan kudanya atau 100kg berasnya.
22.   Apabila 1 dari 2 barang itu musnah atau tidak dapat lagi diserahkan, maka perikatan itu menjadi perikatan murni atau perikatan bersahaja.
23.   Jika semua barang itu hilang atau musnah akibat si berutang, maka si berutang wajib membayar harga barang yang hilang terakhir
24.   Jika hak pilih ada pada si berutang, dan salah satu barang hilang atau musnah bukan akibat salahnya si berutang, si berpiutang wajib mendapat barang yang satu lagi.
25.   Jika salah satu barang hilang akibat salahnya si berutang, maka si berpiutang boleh memilih barang yang satu lagi atau harga barang yang sudah hilang.
26.   Jika kedua barang hilang atau salah satu hilang akibat kesalahan si berutang, maka si berpiutang boleh memilih sesuai pilihannya.
27.   Asas-asas di atas berlaku juga jika barang lebih dari dua ataupun perikatan untuk melakukan suatu perbuatan.
28.   Perikatan tanggung-menanggung atau solider (Pasal 1278 – Pasal 1295 KUHPer)
29.   Adalah perikatan yang terdapat beberapa orang di salah satu pihak (lebih dari satu debitur atau lebih dari satu kreditur).
30.   Dalam hal terdapat lebih dari satu debitur maka tiap-tiap debitur itu dapat dituntut untuk memenuhi seluruh utang. Dengan sendirinya pembayaran yang dilakukan oleh salah seorang debitur, membebaskan debitur lainnya.
31.   Dalam hal beberapa orang di pihak kreditur, maka tiap-tiap kreditur berhak menuntut pembayaran seluruh utang. Pembayaran yang dilakukan kepada seorang kreditur, membebaskan si berutang terhadap kreditur-kreditur lainnya.
32.   Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi (Pasal 1296-1303 KUHPer)
33.   Dapat atau tidak dapat dibaginya suatu perikatan adalah tergantung dari apakah barang nya dapat dibagi atau tidak serta penyerahannya dapat dibagi atau tidak.
34.   Meskipun barang atau perbuatan yang dimaksudkan sifatnya dapat dibagi, tetapi jika penyerahan atau pelaksanaan perbuatan itu tidak dapat dilakukan sebagian-sebagian, maka perikatan itu harus dianggap tidak dapat dibagi.
35.   Perikatan dengan ancaman hukuman (Pasal 1304 – 1312 KUHper)
36.   Perikatan dimana si berutang untuk jaminan pelaksanaan perjanjiannya, diwajibkan melakukan sesuatu apabila perikatan awalnya tidak terpenuhi. Atau dengan kata lain,  perikatan yang ada hukumannya jika debitur tidak melakukan kewajibannya.
37.   Contoh : A melakukan suatu perjanjian dengan B yang berprofesi sebagai kontraktor untuk membangun sebuah apartemen. Pembangunan itu dalam perjanjian harus selesai selama 2 tahun. Jika terlambat B akan dikenakan denda untuk mengganti kerugian yang diderita A sebesar 20juta rupiah per bulan keterlambatannya.
38.   Perikatan dengan ancaman hukuman walaupun mirip dengan perikatan manasuka (karena ada dua prestasi yang harus dipenuhi), sangatlah berbeda satu sama lain, karena dalam perikatan dengan ancaman hukuman sebenarnya prestasinya hanya satu, kalau ia lalai melakukan prestasi tersebut barulah muncul prestasi yang ditentukan sebagai hukuman.
39.   Hukuman yang ditentukan biasanya sangatlah berat, bahkan terlampau berat. Menurut Pasal 1309 KUHPer, hakim bisa saja mengubah hukuman tersebut, bila perikatan awalnya sudah dilakukan sebagian.
40.   Ataupun jika perikatannya belum dilakukan sama sekali, hakim dapat menggunakan Pasal 1338 ayat 3 dimana suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Ø  Ancaman Hukuman =  Debitur akan dikenakan suatu sanksi / denda apabila ia tidak melaksanakan perikatan
Ø  Tujuan Ancaman Hukuman :
1.       Menjadi pendorong bagi si berutang supaya memenuhi kewajibannya.
2.       Untuk memberikan pembuktian tentang jumlahnya atau besarnya kerugian yang dideritanya.
Ø  Perikatan Alam = Perikatan yang berada di tengah-tengah antara perikatan moral dan perikatan hukum (Ex : Pembayaran bunga pinjaman yang tidak diperjanjikan, membayar sisa hutang pailit setelah sepakat perdamaian)
Ø  Asas-Asas dalam perjanjian :
- Asas Konsensualisme = Perikatan lahir pada saat detik tercapainya kata sepakat
- Asas Kebebasan Berkontrak / sistem terbuka = Kebebasan menentukan isi dan bentuk perjanjian, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan
- Asas Kepribadian = asas yang menentukan bahwa seorang yang akan melakukan kontrak hanya untuk kepentingan perorangan (pasal 1315 KUHPer
- Asas Itikad Baik = Asas bahwa para pihak, yaitu pihak Kreditur dan Debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.
- Pacta Sunt Servanda / asas kekuatan mengikat =  Masing-masing pihak yang terikat dalam suatu perjanjian harus menghormati dan melaksanakan apa yang telah mereka perjanjikan (tidak boleh menyimpang dari perjanjian)
Ø  Pasal 1338 =Semua perjanjian yang dibuat dengan sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnnya
Ø  Dalam asas kebebasan berkontrak, kalau di dalam perjanjian tidak mengatur suatu hal tertentu, maka mengenai soal hal tertentu itu tunduk pada UU
Ø  Asas Pacta Sunt Servanda berkaitan dengan akibat perjanjian (karena adanya asas kepastian hukum di mana pada asas ini adanya larangan hakim mencampuri isi perjanjian)
Ø  UU mengikat ketika disahkan atau dimasukkan dalam berita negara
Ø  Pencurian, penipuan, dan perbuatan pencemaran nama baik tidak mungkin termasuk perbuatan lalai (kesengajaan)
Ø  Bila ada kontra antara judul dan isi, maka yang berlaku adalah isinya
Ø  Syarat sahnya perjanjian :
a.       Sepakat mengikat dirinya
b.      Cakap untuk membuat suatu perjanjian
c.       Mengenai suatu hal tertentu
d.      Suatu sebab yang halal
Ø  Syarat a dan b adalah syarat subjektif, sedangkan syarat c dan d adalah syarat objektif
Ø  Kalau syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum (perjanjiannya null and void)
Ø  Kalau syarat subjektif tidak dipenuhi, pihak yang tidak memenuhi syarat cakap dan syarat sepakat mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan (perjanjiannya voidable)
Ø  Bahaya Pembatalan di atas dapat dihilanngkan dengan penguatan oleh orang tua, wali, atau pengampu dari pihak tersebut
Ø  Sepakat = Pernyataan yang sepatutnya dapat dianggap melahirkan maksud dari orang yang hendak mengikatkan dirinya (tidak hanya sekedar kehendak dalam pikiran saja, namun pernyataan seseorang yang menyatakan sepakat)
Ø  Unsur sepakat :
- Kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat (harus diberikan secara bebas)
- Mereka mengkehendaki sesuatu yang sama secara timbal balik
Ø  Tiga sebab seseorang dikatakan tidak bebas dalam memberikan kesepakatan :
- Paksaan
- Khilaf
- Penipuan
Ø  Khilaf :
- Tidak sesuai keinginan subjek perjanjian
- subjek perjanjian tidak mengetahui hal ini,
- Muncul Dari dalam diri
Ø  Paksaan :
- Tidak sesuai keinginan subjek perjanjian
- subjek perjanjian mengetahui hal ini
- muncul Dari luar diri
- (hanya paksaan psikis yang membuat tidak sahnya suatu perjanjian, karena kalau paksaan fisik masuknya ke ranah pidana)
Ø  Penipuan
- Tidak sesuai keinginan subjek
- Subjek perjanjian tidak mengetahui hal ini (subjek tidak tahu kalau dia ditipu)
- Muncul dari luar diri
- (Salah satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan palsu / tidak benar disertai tipu muslihat untuk membujuk pihak lawan memberi kesepakatan)
Ø  Ada beberapa  perjanjian yang wajib ada formalitas (ada akta otentik) untuk memenuhi asas konsensualisme dan tidak cukup hanya kata sepakat. Jika bila tidak memenuhi formalitas, maka akan batal demi hukum (ex : Perjanjian perdamaian harus dibuat secara tertulis)
Ø  Cakap = Setiap orang yang sudah dewasa / akil baliq dan sehat pikirannya
Ø  Orang yang tidak cakap hukum : (Pasal 1330)
- Orang-orang yang belum dewasa
- Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
- Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh UU dan semua orang kepada siapa UU telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu (Ex : Istri, namun sudah dicabut)
Ø  Syarat mengenai hal tertentu maksudnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya
Ø  Sebab dalam syarat sah perjanjian bukan berarti  sesuatu apa yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian (tidak melihat gagasan / ide / apa yang dicita-citakan seseorang), namun sebab di sini adalah isi perjanjian itu sendiri (apakah di dalam isi perjanjian itu tertulis tujuan dari perjanjian yang tidak halal)
Ø  Hal-hal yang tidak memenuhi sebab-sebab yang halal dalam syarat sah perjanjian :
- Melanggar UU
- Berlawanan dengan kesusilaan
- Berlawanan dengan ketertiban umum
Ø  Perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan
Ø  Actio Pauliana = Kreditur memiliki hak untuk mengajukan pembatalan terhadap segala perbuatan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan debiturnya, namun hal itu merugikan kreditur (Pasal 1341 KUHPer)
Ø  Syarat untuk bisa seseorang meminta pembatalan suatu perjanjian orang lain (tidak ada dia dalam perjanjian itu) :
- Seseorang itu adalah kreditur dari salah satu pihak dalam perjanjian lain tersebut
- Perjanjian itu merugikan seseorang itu
- Perbuatan atau perjanjian orang lain itu tidak diwajibkan
Ø  Wanprestasi / kelalaian = Tidak memenuhi prestasinya
Ø  Macam wanprestasi :
- Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukanya
- Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan
- Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat
- Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Ø  Hukuman bagi debitur yang lalai :
- Membayar ganti rugi
- Pembatalan perjanjian
- peralihan resiko
- Membayar biaya perkara (Bila masalahnya sampai dibawa ke pengadilan)
Ø  Terkadang, walaupun seseorang tidak menjalankan perikatan secara faktual, namun tidak sama dengan wanprestasi, seperti adanya force major (Ex : Bencana)
Ø  Force Major = Tidak dapat diduga sama sekali
Ø  Kalau dia tahu bahwa ada kemungkinan akan terjadi suatu peristiwa yang menghalanginya dalam memenuhi prestasinya di masa yang akan datang, maka hal tersebut tidak termasuk force major
Ø  Orang yang tidak sengaja menyerahkan barangnya  kepada pihak lain tidak otomatis sama dengan wanprestasi, namun harus dibuktikan dulu apakah ia lalai / tidak (pasal 1243)
Ø  Cara menentukan apakah seseorang lalai adalah : (Pasal 1238
- Ada surat perintah (dikeluarkan oleh juru sita / surat perintah)
- Ada akta sejenis (dikeluarkan oleh kreditur dan tidak ada format bakunya) (Ex : Somasi)
- Demi perikatannya sendiri
Ø  Pasal 1238 = Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan
Ø  Somasi bisa lisan, namun seyogyanya tulisan, karena untuk pembukian di depan hakim
Ø  Dalam perjanjian dengan pidana, ada denda kepada debitur bila lalai
Ø  Dalam perjanjian dengan pidana, debitur harus membayar perjanjian dengan pidana, biaya ganti rugi, dan bunga bila lalai
Ø  Pembelaan yang dapat dilakukan oleh debitur ketika dituduh lalai :
- Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa
- Mengajukan bahwa si berpiutang / kreditur sendiri juga telah lalai
- Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi
Ø  Risiko = Kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak
Ø  Risiko adalah buntut dari suatu keadaan memaksa
Ø  Ganti rugi adalah buntut dari suatu wanprestasi
Ø  Risiko = Tanggungan
Ø  Sebab hapusnya perikatan : (Pasal 1381)
- Pembayaran
- Penawaran pembayaran diikuti penitipan
- Pembaharuan utang / novasi
- Perjumpaan utang / kompensasi (memperjumpakan / memperhitungkan utang piutang secara timbal balik antara kreditur dan debitur)
- Percampuran utang (Kedudukan kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang, sehingga utang piutang dihapuskan (Ex : dalam hal perkawinan utang suami ke istri / utang istri ke suami sebelum nikah menjadi hapus))
- Pembebasan utang
- Musnahnya barang (objek perjanjian musnah, maka hapuslah perikatan bila barang musnah di luar kesalahan si berutang)
- Pembatalan
- Daluwarsa (dihitung sejak jatuh tempo pemenuhan kewajiban)
- Penyalahgunaan keadaan
Ø  Pembayaran tidak selalu uang (intinya pemenuhi perjanjian)
Ø  Orang yang tidak berkuasa terhadap perikatan adalah setiap orang yang tidak berkaitan dengan perikatan tersebut
Ø  Penawaran pembayaran diikuti penitipan :
- Disimpan atau dititipkan kepada Panitera Pengadilan Negeri
- Penitipan di pengadilan (max : daluwarsa 30 tahun)
- Dititipkan karena kreditur menolak menerima pembayaran
Ø  Novasi = Pembaharuan utang (pasti ada yang diperbaharui) (Pasal 1413)
Ø  3 macam jalan novasi :
- Seseorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang menghutangkannya, yang menggantikan utang yang lama yang dihapuskan karenanya
- Seseorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya
- Sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya
Ø  Cessie = Penyerahan = Pemindahan piutang atas nama
Ø  Persamaan novasi dan cessie = Subjek berganti
Ø  Perbedaan novasi, subrogasi, dan cessie :
- Novasi = Perjanjiannya hilang dulu, baru ada baru lagi (perjanjian awal mati / hapus walau Cuma sedetik, namun kemudian hidup lagi)
- Cessie = Perjanjiannya berpindah tanpa hilang dulu
Ø  Kalau debitur cuma meminjam uang dari kreditur baru untuk bayar utangnya ke kreditur lama, maka tidak ada peralihan hak, peralihan utang, dan peralihan jaminan
Ø  Penyalah gunaan keadaan :
- mengambil kesempatan dalam kesempitan
- penyebabnya adalah keunggulan ekonomi, keunggulan kejiwaan, dll
- Ex: Pemberian bunga tinggi dari kreditur ke debitur karena kreditur tahu si debitur sedang kepepet butuh uang (Perjanjian ini bisa hapus)
Ø  Perbuatan melawan hukum diatur dalam pasal 1365 – 1380 KUHPer
Ø  Perbuatan melawan hukum (Pasal 1365) :
- Membawa kerugian bagi orang lain
- Mewajibkan pelaku untuk mengganti kerugian
Ø  Unsur perbuatan melawan hukum : (harus semuannnya dibuktikan)
- Perbuatan
- Melawan hukum
- Kerugian
- Kesalahan (Kewajiban / kelalaian)
- Hubungan kausal (sebab akibat antara 4 unsur di atas)
Ø  Perbuatan melawan hukum yang disebabkan force majuer, tidak bisa memenuhi unsur perbuatan melawan hukum (akibat force majeur tidak bisa diminta pertanggung jawaban)
Ø  Dikatakan perbuatan melawan hukum (bukan perbuatan melanggar hukum) karena melanggar lebih mengarah ke perbuatan aktif saja, sedangkan kalau melawan itu bisa aktif dan bisa pasif
Ø  Unsur-unsur melawan hukum : (alternatif / tidak harus dipenuhi semua)
- Melanggar kewajiban hukum dalam UU
- Melanggar hak subjektif orang lain dalam UU
- Melanggar kesusilaan
- Melanggar kepatutan, kepatuhan, kehati-hatian
Ø  Pasal 1372 = Tuntutan perdata tentang hal penghinaan diajukan untuk memperoleh penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik. Dalam menilai satu dan lain, Hakim harus memperhatikan kasar atau tidaknya penghinaan, begitu pula pangkat, kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan keadaan.
Ø  Pasal 1367 = Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.
Ø  Hak subjektif = Hak yang melekat pada orang  :
- Hak kebendaan
- HAM
- Hak Kehormatan
- Hak atas nama baik
- Dll
Ø  Tujuannya ada ganti rugi kepada orang yang wanprestasi :
- Bentuk pertanggung jawaban
- Minta biaya, rugi, bunga
- Supaya debitur memberi kewajiban tepat waktu (supaya ekspetasi bisa  dipenuhi) dan mencegah wanprestasi
Ø  Tujuannya ada ganti rugi kepada perbuatan melawan hukum :
- mengembalikan kepada keadaan semula
- Hanya minta biaya dan rugi
Ø  Biaya = Segala pengeluaran / ongkos yang nyata sudah dikeluarkan oleh satu pihak
Ø  Rugi = Kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur
Ø  Bunga = Besaran kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung kreditur

Ø  Perusahaan Airlines adalah contoh perjanjian bagi hasil

"Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Tuhan?" - Mikha 6 : 8

No comments:

Post a Comment