Seperti yang kita ketahu bersama, rupiah pada beberapa waktu
terakhir terus mengalami penurunan. Rupiah telah melemah dari posisi tertinggi
selama 10 tahun terakhir di mana pada tahun 2011 ada di kisaran Rp. 8.000/dollar.
Namun sekarang sudah mencapai Rp. 14.000/dollar. Masyarakat pun bertanya-tanya,
kenapa rupiah bisa melemah dan dollar terus meingkat? Berbagai analisis beredar
tentang penyebab rupiah melemah dan dollar meningkat. Pemerintah pun menjadi
pihak pertama yang langsung disalahkan dan paling bertanggung jawab atas
kejadian ini. Pemerintahan Jokowi dianggap kurang becus dalam menangani permasalahan
ini. Semakin lama, opini masyarakat semakin berkembang dan semakin di luar
logika, mulai dari munculnya pandangan anti asing sampai mengaitkan
permasalahan ini dengan campur tangan freemason dan illuminati. Masyarakat pun
pesimis terhadap nasib ekonomi Indonesia. Masyarakat takut krisis moneter pada
tahun 1998 akan terulang kembali.
Ada berbagai macam faktor yang menyebabkan pelemahan rupiah
ini. Macam-macam faktor ini terbagi jadi dua, yaitu faktor eksternal dan faktor
internal. Faktor eksternal depresiasi rupiah ada tiga. Pertama, pencabutan
kebijakan Quantitative Easing oleh Fed. Beredar rumor bahwa Federal Reserve
(Bank Federal Amerika Serikat) yang akan mengurangi stimulus moneter. Artinya,
AS akan menaikan suku bunga. Kedua, kebijakan devaluasi Yuan oleh pemerintah
Tiongkok. Ketiga, adanya sentimen pasar. Pasar beraksi berlebihan terhadap hal
ini dengan buru-buru mencabut investasi mereka di berbagai negara, salah
satunya Indonesia. Investor ‘lebay’ karena berlebihan ketika muncul rumor the
Feb dan pelemahan China.
Analogi sederhana menggambarkan kondisis saat ini di dunia
adalah bahwa ada seekor gajah yang hendak masuk ke kolam kecil di mana
pelan-pelan (maksudnya Amerika Serikat) dan ada seekor gajah lain di tepi kolam
yang pingsan lalu jatuh ke kolam kecil yang sama
Lalu ada faktor internal. Faktor internal ini terbagi jadi cacat
bawaan Indonesia dan cacat pemerintahan Jokowi. Cacat bawaan Indonesia ada tiga.
Pertama, pola pembangunan dari zaman dahulu yang fokus ke industri ekstraktif,
sehingga sangat tergantung dengan ekspor komoditas. Kedua industri yang terlalu
dimanja pemerintah dan kurang berdaya saing. Industri diproteksi dari
persaingan dengan pihak asing. Dan ketiga adalah kondisi neraca perdagangan
Indonesia yang buruk.
Ada juga beberapa cacat pemerintahan Jokowi. Pertama, Jokowi
mengintervensi mekanisme pasar tanpa solusi. Contohnya adalah menurunkan harga
tol (sehingga jasamarga merugi), memotong kuota impor daging sapi dari
Australia (sehingga Indonesia kekurangan stok daging sapi), dan mencabut
subsidi BBM (Pertamina merugi karena subsidi dicabut namun harga harus tetap).
Kedua, stabilitas politik yang buruk dimana adanya gonjang-ganjing politik yang
tidak perlu. Ketiga, manajemen ekspor impor yang buruk dalam beberapa bulan
terakhir. Dan keempat, penyerapan APBN yang buruk.
Dari sisi hukum, ada beberapa faktor penyebabnya, yaitu buruknya
regulasi ekspor impor, bermasalahnya regulasi beberapa komoditas, kecilnya penguasaan
negara atas bahan galian, kebijakan pemerintah yang pro modal asing,
permasalahan CPO (harga CPO internasional), dan penerapan pajak ekspor yang
berlebihan.
Sebenarnya pemerintah sudah melakukan upaya penyelamatan
perekonomian Indonesia. Pertama, perbaikan neraca transaksi perjalanan. Kedua,
menjaga nilai tukar rupiah dan pemberian insentif. Ketiga, menjaga daya beli
masyarakat. Dan keempat, menjaga tingkat inflasi.
Dampak dari penurunan nilai tukar rupiah ada tiga. Pertama,
penurunan daya beli masyarakat terhadap barang yang diimpor dari luar negeri
sehingga harga barang relatif meningkat. Kedua, perlunya penyesuaian APBN
terhadap dollar. Dan ketiga, melemahkan industri yang berbahan baku impor.
Sebenarnya ada keuntungan dari pelemahan rupiah, yaitu
memperbaiki kinerja ekspor serta menurunkan impor, sehingga mendorong
pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan selisis ekspor impor akan menjadi
positif dengan adanya penurunan nilai tukar rupiah ini. Namun, karena ekspor
Indonesia lebih di bidang bahan mentah, maka tidak mampu bersaing di pasar
global. Para pengimpor dari negara luar akan memotong pembelian bahan mentah
dari Indonesia karena mereka juga menetapkan kebijakan pengurangan produksi
bahan jadi akibat peningkatan dollar ini.
Terkait dengan solusi, ada dua jenis solusi yang bisa
diambil, yaitu solusi jangka pendek dan jangka panjang. Solusi jangka pendek
yang dapat dilakukan ada empat. Pertama, peningkatan government spending.
Pemerintah memberikan insentif kepada perusahaan-perusaahan Indonesia kelas
menengah. Kedua, pengurangan biaya produksi. Ketiga, aksi buy back oleh BUMN.
Dan keempat, melakukan kebijakan moneter yang dilakukan Bank Indonesia (Operasi
Pasar Terbuka dan menurunkan batas pembelian valas).
Untuk solusi jangka panjang hanya satu saja dan paling
penting, yaitu memperbaiki manajemen ekspor dan impor. Pemerintah bisa
melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan ekspor, yaitu promosi dagang,
subsidi ekspor, divesifikasi ekspor, dan Intensif ekspor. Sedangkan untuk mengurangi
impor, pemerintah bisa memperbaiki penanganan bea masuk, pemberian kuota impor,
pengendalian devisa, dan substitusi impor.
Sebagai penutup, kita harus siap menghadapi pelemahan ini. Tidak
ada gunanya kita saling menyalahkan siapa dalang dari permasalahan ini. Kita
harus ingat bahwa pelemahan rupiah kali ini adalah pelemahan yang serius dan
berpotensi berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia. Selamat berjuang buat
kita semua ^^
“Saving our planet, lifting people out of poverty, advancing
economic growth, these are one and the same fight” – Ban Ki Moon
No comments:
Post a Comment