Peran dari seorang praktisi hukum adalah sebagai penegak keadilan untuk membantu masyarakat yang prilakunya telah melanggar aturan pemerintah. Membantu bukan seperti yang salah di benarkan dan benar disalahkan, akan tetapi meluruskan proses hukum sebagaimana aturan, kode etik, dan undang-undang pemerintahan.
Menjadi praktisi hukum tidak bisa dipandang sebelah mata. Banyak anggapan bahwa terjun di dunia hukum, apalagi menjadi seorang praktisi hukum, tidak ada manfaatnya. Namun, banyak juga tokoh-tokoh praktisi hukum yang membuktikan bahwa menjadi praktisi hukum adalah sebuah pekerjaan yang tidak bisa dianggap remeh. Salah satu praktisi hukum senior Kartini Muljadi, adalah wanita terkaya di Indonesia. Lulus kuliah di Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan Universitas Indonesia, beliau memulai karier dari hakim di Pengadilan Istimewa Jakarta, notaris, konsultan hukum, penasehat hukum untuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), sampai menjadi pemilik Majalah Tempo.
Di dunia kerja sekarang, praktisi hukum sudah mulai menjadi sebuah profesi yang dibutuhkan. Pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat, “memaksa” kita untuk mengimbanginya dengan perkembangan hukum. "Indonesia memerlukan pakar dan praktisi hukum yang memahami hukum internasional, hukum ekonomi dan perdagangan internasional, termasuk hukum pidana internasional untuk menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015...", kata salah seorang pejabat Kementerian Luar Negeri, Sesditjen Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu, Damos Dumoli Agusman. Damos memaparkan tentang kedudukan perjanjian internasional dalam hukum nasional Indonesia, serta persoalan bagaimana norma-norma AFTA beroperasi dan diterapkan terhadap terhadap pelaku-pelaku bisnis dari berbagai negara ASEAN di Indonesia. "Secara konvensional, norma perjanjian internasional hanya berlaku terhadap negara dan bukan terhadap warga negara, namun pada era pasar bebas perjanjian internasional sudah berlaku intrusif, langsung mengatur perilaku warga negara," tuturnya. Karena itu, Damos mengatakan semua penegak hukum baik hakim maupun praktisi hukum harus mulai terbiasa untuk menggunakan norma-norma AFTA dalam proses penegakan hukum. "Dalam hal ini UUD Indonesia harus mengatur persoalan dilematis ini dan diharapkan para pakar hukum tatanegara dan hukum internasional dapat berdialog untuk mencari solusi konstitusional yang cocok untuk Indonesia," katanya.
Sumber :
No comments:
Post a Comment