Dasar peringan terjadi ketika
seseorang telah memenuhi semua unsur, namun ada alasan yang membuat pelaku
diancam hukumannya lebih ringan. Dalam dasar peringan yang kita kenal ada 2
yaitu:
1. Umum
Æ meliputi anak yang belum dewasa yang
tercantum pada UU No. 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak yang menggantikan
Pasal 45 - 47 KUHP.
2. Khusus
Æ meliputi setiap delik yang
masing-masing dirumuskan oleh Pasal -Pasal
yang khusus memperingan delik tersebut dalam KUHP. Contoh: Pasal 308 KUHP.
Tindak Pidana yang dilakukan
oleh orang yang di bawah umur :
1.
Anak tersebut mampu bertanggung jawab tapi tidak secara
penuh.
2.
Orang dewasa kecil: ada perlakuan khusus
3.
Tidak mampu: Pasal
44 KUHP (orang gila, imbisil/ idiot)
BATAS USIA
a.
Anak: seseorang belum cukup umur- masih di bawah umur;
b.
Terdapat berbagai batasan usia anak: UU No. 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak: < 18
tahun termasuk anak dalam kandungan;
c. Khusus untuk anak yang melakukan Tindak Pidana berlaku UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak: Mereka yang berusia 8 - < 18 tahun dan belum pernah kawin dapat diajukan ke Sidang Anak. Jika melakukan Tindak Pidana < 18 tahun tapi sudah kawin: tunduk pada KUHP.
Pasal
4 UU No. 3 Tahun 1997: Anak dapat diajukan ke Sidang Anak jika telah
berusia 8 tahun.
Anak yang
melakukan Tindak Pidana < 8 tahun tidak dapat diajukan ke Sidang
Anak dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Terhadapnya hanya dilakukan pemeriksaan
oleh penyidik. Untuk memeriksa apakah ia melakukan Tindak Pidana tersebut
sendiri atau bersama orang dewasa atau jika Tindak Pidana yang dilakukan
terkait dengan penyertaan (deelneming)
dengan orang dewasa (Pasal 5 UU No. 3
Tahun 1997).
PRINSIP :
“Pemberian hukuman bagi anak itu
tujuannya bukan semata-mata untuk menghukum (not to punish the child) tetapi lebih untuk mendidik kembali (re-educate) dan memperbaiki (rehabilitate). Memperhatikan kepentingan
anak.”
JENIS-JENIS PIDANA :
Pasal 22 UU No. 3 Tahun 1997: terhadap anak nakal
hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan oleh UU ini. 1. Pidana:
Pasal 23
a.
Pidana Pokok :
pidana penjara
pidana kurungan
pidana denda
pidana pengawasan
b.
Pidana tambahan :
perampasan barang-barang tertentu ganti kerugian
2. Tindakan : Pasal 24
a.
mengembalikan pada orangtua
b.
diserahkan pada negara
c. diserahkan
pada Departemen Sosial/Organisasi Sosial Kemasyaraktan, tindakan dapat disertai
teguran
Pada anak dapat dikenai pula pidana bersyarat (Pasal 29) atau wajib latihan kerja (Pasal
28 ayat 3) Tidak ada : Pidana mati
Pidana penjara
seumur hidup
Perampasan barang-barang tertentu
Pencabutan
hak-hak tertentu Pengumuman putusan pengadilan
a. Jika
melakukan seperti yang diatur dalam Pasal
1 angka 2 huruf a (melakukan tindak pidana), maka: dapat dikenai pidana
atau tindakan (Pasal 25 ayat 1)
b. Jika
melakukan seperti yang diatur dalam Pasal
1 angka 2 huruf b (melakukan perbuatan yang dilarang), hanya dpt dikenai
tindakan saja (Pasal 25 ayat 2).
KUHP
Pasal 45 - 47
|
UU
No. 3/1997 Tentang Pengadilan Anak
|
1. tindak pidana saja
|
1. tindak pidana atau perbuatan lain
|
2. Batas usia :
Umur < 16 th
(Pasal 45 )
Waktu
dituntut < 21 tahun. Tidak ada aturan sudah menikah/belum
|
2. umur 8 – < 18 dan belum menikah
|
3. Pidana yang diancamkan terhadap orang dewasa –1/3
|
3. Pidana yang diancamkan tehadap orang dewasa –1/2
|
4. Jenis pidana :
dikembalikan pada orangtua
diserahkan pada negara
dipidana biasa (- 1/3) sesuai Pasal 10
|
4.
Pidana atau tindakan Pasal 23
|
5. hanya mengatur hukum materiil
|
5. mengatur hukum Materiil dan formil
|
UU No. 3/1997
|
KUHAP
|
Petugas
hukum khusus: penyidik anak, hakim anak, jaksa anak.
|
Tidak
ada petugas khusus yang menangani perkara anak
|
Penangkapan = KUHAP
|
-
|
Penahanan lebih pendek
Pasal 44 jo Pasal
50
Penahanan untuk penyidikan: 20 –30 hari
Penahanan untuk kept penuntutan: 10 – 25
hari
Penahanan untuk kept pemeriksaan: 15 –
30 hari
|
Penahanan lebih panjang
Pasal 20
Penahanan untuk penyidikan: 20 – 40 hari
Penahanan untuk kept penuntutan: 20 – 50
hari
Penahanan untuk kept pemeriksaan : 30 –
90 hari
|
Adanya hak-hak khusus
Pasal
45 ayat (4)
Pasal
51 ayat (1) dan (3)
|
-
|
Adanya laporan
hasil penelitian
kemasyarakatan (Pasal 56 dan 59)
|
-
|
CATATAN :
1.
Pengadilan anak berada dalam lingkup peradilan umum
(Pasal 2 UU No. 3 Tahun 1997)
2. Pengadilan
Anak khusus menangani perkara yang dilakukan oleh anak (Pasal 3), tidak secara tegas dinyatakan hanya
menangani perkara pidana tapi dari isinya dapat disimpulkan demikian
3.
Harus diteliti: akte kelahiran, ijazah, dsb
4.
Petugas hukum khusus, Pasal 10, 41 dan 53
5. berhak
didampingi penasehat hukum dan mendapat bantuan hukum (Pasal 51, 52), sesuai Pasal 21 ayat 1 KUHAP
6. Tersangka/terdakwa
anak dapat ditahan (Pasal 45) - tapi
dipisahkan dari orang dewasa. Sesuai Pasal
36, 37 UU No. 14 Tahun 1970.
7. diperiksa
dalam suasana kekeluargaan (Pasal 42
ayat 1), hakim, jaksa tidak pakai seragam/toga Pasal 6
8.
Pemeriksaan dirahasiakan Pasal 42 ayat 3
9. dilakukan
dalam sidang yang tertutup untuk umum Pasal
8, Pasal 153 ayat 3 KUHAP, SEMA
RI No. 2 Tahun 1959
10. Laporan
hasil penelitian kemasyarakatan Pasal 56
11. LP
anak terpisah dari LP dewasa Pasal 60.
12. Seorang anak yang melakukan delik pada umur 16
tahun, baru dituntut pada umur 20 tahun, diadili di pengadilan anak
13. Seseorang
anak yang melakukan delik pada umur 15 tahun, baru dituntut pada umur 25 tahun,
diadili di pengadilan umum
Dasar pemberat terjadi
ketika seseorang yang sudah melakukan semua anasir dari unsur tindak pidana,
namun ada alasan untuk memperberat perbuatannya
Pengertian:
Recidive terjadi dalam hal
seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana dan yang telah dijatuhi
pidana degan suatu putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, kemudian
melakukan suatu tindak pidana lagi yang deliknya sekelompok dengan delik yang
ia lakukan sebelumnya
Selang waktu recidive ada jangka
waktunya / dibatasi waktunya à
Jangka waktu 5 tahun
Recidive merupakan
suatu alasan/dasar untuk memperberat pidana.
|
Recidive menurut Doktrin : Ada 2 sistem pemberatan pidana berdasarkan recidive :
1. Recidive Umum,
Setiap pengulangan tindak pidana apapun dan dilakukan kapanpun.
2. Recidive Khusus,
Pengulangan tindak pidana tertentu dan dalam tenggang waktu tertentu pula.
Recidive menurut KUHP :
1. Pelanggaran (buku 3):
Ada 14 jenis pelanggaran yang memiliki ketentuan recidive (khusus)
Recidive khusus Pasal 489, 492, 495, 501, 512
Pelanggaran yang diulangi (yang ke-2) harus sama dengan yang ke-1 Antara pelanggaran ke-1 dan 2 harus ada putusan pemidanaan yang tetap Tenggang waktu :
Belum lewat 1 atau 2 tahun (lihat masing-masing Pasal ) Sejak: adanya putusan pemidanaan yang berkekuatan hukum tetap.
Pemberatan : Disebutkan secara khusus dalam tiap-tiap Pasal , jadi pengaturannya berbedabeda.
Contoh: denda Æ kurungan (Pasal 489), pidana dilipatgandakan jadi 2x (492).
2. Kejahatan (buku 2) :
a. Recidive khusus :
- Ada 11 jenis kejahatan, contoh: Pasal 137 (2), 144 (2), 155 (2), 161 (2), dan 216 (3).
-Kejahatan yang ke-2 harus sama dengan yang ke-1.
-Antara kejahatan ke-1 dan yang ke-2,
-harus sudah ada putusan hakim berupa pemidanaan yang telah berkekuatan hukum tetap.
-Tenggang waktu : Belum lewat 2 tahun atau 5 tahun (lihat masing2 Pasal ), sejak: adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
- Pemberatan : disebut secara khusus dalam Pasal -Pasal nya.
b. Recidive sistem antara: (Tussen stelsel – Pasal 486, 487 dan 488) Syarat recidive menurut Pasal 486, 487 dan 488 :
1. Kejahatan yang ke-2 (yang diiulangi) harus termasuk dalam suatu kelompok jenis dengan kejahatan yang ke-1 (yang terdahulu).
Kelompok jenis itu adalah :
Kelompok jenis kejahatan dalam Pasal 486 adalah kejahatan terhadap harta benda & pemalsuan;
Kelompok jenis kejahatan dalam Pasal 487 merupakan kejahatan terhadap nyawa dan tubuh;
Kelompok jenis kejahatan dalam Pasal 488 merupakan kejahatan mengenai penghinaan & yang berkaitan degan penerbitan/ percetakan.
2. Antara kejahatan yang ke-1 dan ke-2 harus sudah ada putusan hakim berupa pemidanaan yang berkekuatan hukum tetap.
3. Pidana yang pernah dijatuhkan hakim terdahulu harus berupa pidana penjara.
4. Ketika mengulangi, tenggang waktunya:
a. Belum lewat 5 tahun :
menjalani seluruh atau sebagian pidana penjara untuk kejahatan yg ke-1; Sejak pidana penjara sama sekali dihapus (misalnya: karena grasi).
b. Belum lewat tenggang waktu daluwarsa kewenangan menjalankan pidana (penjara) atas kejahatan yang ke-1. Lihat Pasal l 84 jo 78.
5. Pemberatannya : Ancaman pidana +(1/3-nya)
Dasar penghapus pidana terjadi
ketika seseorang memenuhi semua anasir delik, namun ada kondisi dimana orang
tersebut tidak dapat dipidana.
Dasar penghapus terdiri atas
a.
KUHP
b.
Doktrin
Dalam UU penghapus pidana dibagi 2:
1. Umum Æ
berlaku pada siapa saja dan delik apa saja. Contoh: Pasal 44-51 KUHP 2. Khusus Æ
berlaku pada orang-orang tertentu dan delik-delik tertentu. Contoh:
Pasal 221

Dalam doktrin dasar penghapus dibagi jadi :
1. Dalam
KUHP = Pembenar dan Pemaaf
2. Diluar
KUHP = Hak mengawas & mendidik anak dan anak didik, Hak jabatan, Izin
Korban
AVAS (Afweigheid Van Alle Schuld) Æ
tidak ditemukan kesalahan (berlaku umum), contoh: yang termasuk dalam delik,
namun ada dasar yang menghapus pidana:
Menjewer Æ Masih dalam batas kepatutan,
karena bermaksud untuk mendidik.
Tinju Æ adanya persetujuan.

Dasar Pemaaf
1.
Pasal 44 Æ tidak sehat akalnya
2.
Pasal 48 Æ overmacht/ daya paksa
3.
Pasal 49 ayat (2) Æ bela paksa lampau
batas/ noodweer excess
4. Pasal 51 ayat
(2) Æ menjalankan perintah
jabatan yang tidak
sah, namun dikira sah.
|
Dasar pembenar
1. Pasal 48 Æ keadaan darurat/ noodtoestand
2. Pasal 49 ayat (1) Æ bela paksa/ noodweer
3. Pasal 50 Æ
melaksanakan perintah UU
4.
Pasal 51 ayat (1) Æ melaksanakan perintah jabatan yang sah
|
Perbedaan dasar pembenar dan dasar pemaaf:
Dasar
pembenar:
Apabila dasar
penghapusnya merupakan dasar pembenar yang menghilangkan sifat melawan hukum,
dimana sifat melawan hukum itu
tercantum dalam perumusan delik, maka putusannya adalah bebas dari segala dakwaaan Dasar pemaaf:
Apabila dasar
penghapusnya merupakan dasar pemaaf yang menghilangkan sifat kesalahan, dimana
sifat kesalahan tersebut tercantum dalam perumusan delik, maka
putusannya
adalah bisa bebas (jika dibuktikan dan ternyata tidak terbukti) atau lepas
(jika tidak terdapat unsur kesalahan).
Kegunaan dasar pembenar
dan dasar pemaaf dalam hal penyertaan (Dalam penyertaan dimana satu tindak
pidana ada andil lebih dari 1 orang):
Dasar pembenar Æ
jika salah satu dari si pelaku yang mempunyai dasar penghapus yang merupakan
dasar pembenar, maka [ihak pelaku yang lain juga dikenakan dasar pembenar juga.
Dasar Pemaaf Æ apabila seseorang mempunyai dasar
pemaaf, maka pelaku yang lain tidak mempunyai dasar pemaaf.
Perbedaan
dasar pembenar dan pemaaf
DASAR
PEMBENAR
|
DASAR
PEMAAF
|
Kolektif
|
Individu
|
Perbuatannya
dibenarkan walaupun memenuhi seluruh unsur
|
Perbuatannya
dimaafkan walaupun memenuhi seluruh unsur
|
Bebas
dari segala tuntutan hukum
|
Lepas
dari segala tuntuan hukum
|
Tidak
bisa dijalan upaya hukum
|
Tidak
bisa banding tapi bisa kasasi
|
Perbuatannya
diatur oleh UU
|
Perbuatannya
tidak diatur oleh UU
|
Menghilangkan
sifat melawan hukum
|
Menghilangkan
sifat kesalahan
|
Fokus
pada tujuan
|
Fokus
pada perbuatan
|
Paksaan
(Dwang) adalah dorongan / kekuatan / paksaan (baik psikis maupun fisik) yang tidak
bisa dilawan
Daya paksa ada 2:
1.
Absolut (vis
absoluta) Æ tidak mungkin dapat dilawan
A dipegang dengan erat lalu dilemparkan oleh B,
sehingga kacanya pecah.
A yang dipegang tangannya oleh B untuk
menandatangani surat.
A yang dihipnotis untuk melakukan tindak pidana.
2. Relatif
(vis composiva) Æ dorongan atau paksaan masih mungkin untuk dilawan.
Seseorang akan melakukan hal yang sama jika berada dalam keadaan itu.
A
ditodong oleh B dengan pistol disuruh membakar rumah, jika A tidak lekas
membakar rumah maka pistol yang ditodongkan oleh B akan segera menembak A.
Namun jika ia menuruti perintah
membakar rumah itu A tidak dapat dihukum.
Ingat dalam
overmacht, harus ada syarat subsidaritas dan syarat proposionalitas.
1.
Syarat subsidaritas Æ
adanya keperluan yang mutlak, tidak ada
jalan lain.
2. Syarat
proposionalitas Æ adanya keseimbangan antara kepentinagn hukum yang dilanggar dengan
kepentingan hukum yang dilindungi.
Intinya delik dilakukan karena adanya dorongan atau
paksaan, namun tidak ada perlawanan
Noodtoestand adalah daya paksa dalam arti luas (overmacht
yang diperluas)
Pembuat melakukan suatu delik terdorong oleh paksaan dari
luar, pembuat dipaksa untuk memilih tapi pilihannya seringkali dibenturkan oleh
situasi / keadaan dan terkadang alam
Keadaan darurat (noodtoestand)
dibagi 3:
Suatu
pertentangan antara kepentingan hukum, contoh: 2 orang yang terhanyut di
laut merebut sebatang kayu, tetapi kayu tersebut hanya dapat menahan 1 orang
saja, maka yang lebih kuat menggencet yang lemah sehingga yang lemah itu
terbenam.
Suatu
pertentangan antara kepentingan hukum dengan kewajiban hukum, contoh: seorang
polisi yang memecahkan kaca jendela untuk menyelamatkan orang didalam rumah
yang sedang terbakar. Seorang dokter militer yang mempunyai kewajiban untuk
merahasiakan penyakit pasiennya.
Suatu
pertentangan antara kewajiban hukum, contoh: A dipanggil ke PN Jak-Sel
namun dilain sisi ia juga dipanggil oleh PN Jak-Bar, maka A dapat memutuskan ia
akan pergi ke PN mana.
Pasal 49 (1) KUHP adalah tindakan main hakim
sendiri, namun dibenarkan oleh hukum karena memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syarat-syaratnya
(Syarat serangan dan Syarat Pembelaan) :
1.
Adanya serangan yang melawan hukum
2.
Serangan itu seketika dan pembelaannya seketika itu
juga
3.
Serangan dilakukan terhadap diri sendiri atau orang
lain
4.
Yang dibelanya hanya sebatas pada badan, harta-benda,
kehormatan kesusilaan
5.
Pembelaannya harus memenuhi syarat
proporsionalitas
6.
Pembelaannya harus mengandung syarat subsidaritas
Contoh: Ketika A sehabis
keluar dari tempat ATM, A membawa uang sebesar 10 juta yang habis diambilnya
untuk melakukan mengobatan atas anak yang terkena penyakit demam berdarah,
namun malang nasib A yang hendak dirampok sehingga melihat keadaan begitu A
cepat membela diri dengan memukulnya hingga perampok itu melarikan diri.
Syarat-syarat Bela
Paksa Lampau Batas:
1.
Melampaui batas pembelaan yang perlu
2.
Terbawa oleh perasaan yang “sangat panas hati” /
kegoncangan jiwa
3.
Ada hubungan kausal antara kegoncangan jiwa dengan
serangan yang dilakukan
Contoh: Malang nasib
Brigjen A pulang pukul 18.00 dari kantornya dan menuju rumah, sesampainya di
rumah dilihat istrinya sedang diperkosa oleh preman. Melihat kejadian itu,
dengan seketika Brigjen A mengambil pistol yang ada dalam sakunya lalu
ditembakkan beberapa peluru kearah preman itu hingga mati.
Bahwa pembelaan oleh Brigjen A
semestinya dapat dihindarkan dengan menggunakan pistol yang dapat digantinya
dengan sebuah kayu, namun ini yang dinamakan melampaui batas. Lalu mencabut
pistol yang dibawa dan ditembakkannya beberapa kali pada orang itu, boleh
dikatakan ia melampaui batas pembelaan darurat, karena biasanya dengan tidak
perlu menembakkan beberapa kali, orang itu telah menghentikan perbuatannya dan
melarikan diri, serta boleh melampaui batas karena ada unsur “panas hati” yang
amat sangat panas.
Perbuatan dianggap melampaui batas / tidak ditentukan oleh
pendapat mayoritas, orang, ahli, atau keadaan à Ditentukan batas logisnya
Ingat Noodweer Excess tidak mutlak oleh syarat
subsidair dan proporsinalitas.
overmacht
B A
C
D
B melakukan overmacht ke A. A yang
overmacht memukul C, sehingga D membela C dan memukul A. Lalu A memukul C, D
membela maka disebut bela paksa.
Pasal 50 KUHP Æ Menjalankan UU
1.
Ada asas proporsionalitas dan subsidaritas
2.
Melakukan karena diharuskan / diperintahkan oleh suatu UU
3.
UU memberi kewenangan terhadap polisi untuk melakukan
perbuatan melawan hukum
4.
Dasar pembenar
5.
Dapat dasar dari UU
Pasal 51 (1) KUHP Æ Menjalankan perintah jabatan yang sah
1.
Dasar pembenar
2. Ada
pejabat yang mempunyai kewenangan, pejabat yang sah dan kewenangan atau
perintah yang sah à
Ex : Polisi menembak penjahat
3.
Yang diperintahkan adalah hukum publik
4.
Yang diperintahkan/ memerintah tidak harus atas dan
bawahan
Pasal 51 (2) KUHP Æ
Melakukan perintah jabatan tapi tidak
sah, namun dikira sah
1.
Melakukan perintah jabatan tapi tidak sah, namun dikira
sah
2.
Dasar pemaaf
3.
Harus ada hubungan atasan dan bawahan
4.
Dengan itikad baik ia mengira perintah itu sah
5.
Menjalankan harus dalam lingkup pekerjaan dia
Contoh: A dendam ke B, lalu menyuruh bawahannya yaitu C untuk
menangkap B.
Syarat-syarat
seseorang terkena Pasal 51 (2) KUHP:
Yang
diperintah sama sekali tidak tahu bahwa perintah yang dikeluarkan adalah suatu
perintah yang tidak sah.
Menjalankan perintah itu harus adanya hubungan
hierarkis antara atasnan dan bawahan.
Perbedaan daya paksa
dan bela paksa
- Daya paksa
melibatkan 3 pihak (melakukan pidana ke pihak lain) à Tersangka karna
dipaksa untuk jadi tersangka
- Bela paksa
melibatkan hanya 2 pihak à
Bela diri
Gabungan adalah seseorang yang
melakukan 1 perbuatan atau beberapa perbuatan yang melanggar 1 aturan pidana
atau beberapa aturan pidana, dimana perbuatannya belum dijatuhi oleh putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
Tujuan diterapkan gabungan tindak
pidana :
-
Sebagai dasar pemberat pidana à
Menurut pembentuk KUHP Belanda
-
Membatasi total pidana maksimal bagi beberapa tindak pidana à
Hogeraad
-
Memberikan pedoman bagi hakim à
Uttrecht
-
Menghindari kesewenang-wenangan
Dalam hukum pidana kita mengenai 3 jenis gabungan:
a. Gabungan berupa 1 perbuatan (eendaadse samenloop/concursus idealis) Æ Pasal 63
KUHP à Perbarengan tindakan tunggal
Concursus Idealis Homogenius: 1
perbuatan yang dilakukan melanggar 1 Pasal
beberapa kali. Contoh: pembunuhan dengan melempar
bom, niat A hanya untuk membunuh B namun dengan dilemparkannya bom, maka
oranglain pun ikut mati.
Concursus Idealis Heterogenius: 1
perbuatan yang dilakukan melanggar beberapa Pasal. Contoh: A memperkosa anak
kecil di jalan.
b. Gabungan beberapa perbuatan (meerdaadse samenloop/concursus realis) Æ Pasal 65,
66, 70 KUHP
Concursus Realis Homogenius: beberapa
perbuatan yang melanggar 1 Pasal
beberapa kali. Contoh: Hari ini A membunuh, besok A
membunuh lagi, dan seminggu kemudian A membunuh lagi.
Concursus Realis Heterogenius: beberapa
perbuatan yang melanggar beberapa Pasal
Contoh: hari ini A mencuri, besok memperkosa, seminggu kemudian
ia membunuh.
c. Perbuatan Berlanjut (voortgezette handeling) Æ Pasal
64 KUHP
Beberapa perbuatan tapi niatnya sama
Contohnya: Niat A ingin mengambil komputer, maka hari ini A
mengambil speaker dahulu,

Delik yang tertinggal yang terjadi sebelum putusan
pengadilan
Contoh: A melakukan TP :
Pencurian (Pasal
362) pada tanggal 1 Mei ’98
Penganiayaan (Pasal 351 ayat 2) pada tanggal 6 Juni ’98
Penipuan (Pasal
378) pada tanggal 4 Juli ‘98
Tertangkap
pada bln Agustus ’98, Diadili pada bulan Desember ’98 dan dijatuhi pidana
penjara 6 tahun
Kemudian
diketahui bahwa pada tanggal 15 Juni 1998, A bersama B melakukan pembunuhan
(Pasal 338) terhadap X
Berapa
pidana maksimal untuk A atas pembunuhan terhadap X Rumus:
Pidana maksimal untuk Tindak Pidana yang
diketahui belakangan (P2)=
Pidana maksimal
jika diadili sekaligus (Pasal ) – Pidana yang telah dijatuhkan (P1)
Maka dalam kasus tersebut A dapat dikenakan daluwarsa:
1.
Pencurian (362) Æ 5
tahun
2.
Penganiayaan (351)
Æ 5 tahun
3.
Penipuan (378) Æ 4 tahun 4. Pembunuhan (338) Æ 15
tahun +
5.
= 29 tahun
Namun, dalam kasus ini dengan
diadilinya A secara bersamaan maka ia tidak dijatuhi 29 tahun. Jadi, 15 tahun
(pembunuhan) + 1/3 x 15 tahun = 20 tahun
Maka dari rumus diatas A dikenakan 20 tahun - 6 tahun = 14
tahun.
Perbedaan Recidive dan Delik Yang Tertinggal
RECIDIVE
|
DELIK YANG TERTINGGAL
|
Perbuatan pidana
(I) à
Putusan hakim (II) à Perbuatan pidana (III)
|
Perbuatan pidana
(I) à
Putusan Hakim (II), namun setelah putusan hakim, diketahui ada perbuatan
pidana pada masa I yang belum dihitung
|
Perbuatan Berlanjut
(Pasal 64 KUHP)
Seseorang melakukan beberapa perbuatan
Perbuatan tersebut masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran
Antara
perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan
berlanjut.
Makna: “ ada hubungan
sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatah berlanjut”
Menurut MvT harus
dipenuhi 3 syarat:
1.
Harus ada 1 keputusan kehendak
2.
Masing-masing perbuatan harus sejenis
3.
Tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu tidak
terlalu lama
Pemidanaan Perbuatan
Berlanjut:
Pasal 64
(1): prinsipnya sistem absorbsi
Pasal 64
(2): ketentuan khusus untuk pemalsuan dan perusakan mata uang
Pasal 64
(3): ketentuan khusus untuk kejahatan ringan
Contoh: 3X penipuan
ringan sebagai perbuatan berlanjut; tidak diancam pidana 3 bulan penjara
(Pasal 379), tetapi 4 tahun penjara
(Pasal 378).
Istilah-istilah dalam penyertaan :
Turut Campur
|
Complicity
|
Turut Berbuat Delik
|
Participation
|
Turut Serta
|
Penanggung Jawab Pidana
|
Pelaku Tindak Pidana adalah mereka
yang memenuhi seluruh unsur dari tindak pidana
Pembuat :
a.
Dalam arti sempit = Mereka yang melakukan tindak
pidana
b.
Dalam arti luas = Pleger, Doenpleger,
Medepleger, Uitlokker
Penyertaan adalah terlibatnya lebih dari 1 orang dalam 1 tindak
pidana (sebelum atau pada saat tindak pidana terjadi). Penyertaan ini dapat
kita lihat pada Pasal 55, 56, 57 KUHP.
Dalam Pasal tersebut dapat kita jabarkan
ada 5:
1.
Yang melakukan (Pleger)
Æ Pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHP
2.
Yang menyuruh melakukan (doenpleger) Æ Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
3.
Yang turut melakukan (medepleger) Æ Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
4.
Yang menggerakkan atau menganjurkan atau membujuk untuk
melakukan (uitlokking) Æ Pasal 55 ayat
(1) ke-2 KUHP
5.
Yang membantu (medeplictige)
Æ Pasal
56 KUHP
Bentuk pertanggung
jawaban dari masing-masing di atas dalam tindak pidana adalah berbeda
Ajaran penyertaan
dibuat agar dapat menghukum mereka yang tidak memenuhi seluruh unsur tindak
pidana, karena tanpa kontribusinya, tindak pidana tidak dapat terjadi
Ad.1 Yang melakukan (Pleger) Æ Pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHP
Menurut R. Soesilo Seseorang yang
sendirian telah berbuat mewujudkan segala anasir atau elemen dari tindak
pidana, serta pelaku telah memenuhi
semua unsur delik yang ia lakukan.
Ad.2 Yang menyuruh
melakukan (doenpleger) Æ Pasal 55 ayat (1) ke-1
Disini ada 2 orang yaitu yang
menyuruh (Pelaku tidak langsung) dan
yang disuruh (Pelaku langsung),
dimana seseorang mempunyai kehendak untuk melakukan tindak pidana, tetapi dia
tidak melaksanakannya sendiri melainkan menyuruh oranglain utnuk melakukannya.
Dalam hal doenpleger, yang menyuruh
diancam pidana sebagaimana seorang pelaku, namun yang disuruh itu tidak dapat dijatuhi hukum pidana, karena yang
disuruh tersebut mempunyai syarat jika dalam keadaan overmacht, sakit jiwa,
perintah jabatan, kurang sempurna akalnya, belum dewasa, perbuatan menjalankan
UU, kesalahpahaman, avas / tiada kesalahan sama sekali, dll (Pasal
44,45,48,50,51)
Pelaku tidak langsung = Sama sekali
tidak melakukan secara fisik tindak pidana yang dikehendaki
Ad.3 Yang turut
melakukan (medepleger) Æ Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Dalam turut melakukan dalam arti
kata bersama-sama melakukan, sedikit-dikitnya ada dua orang yaitu orang yang
melakukan dan orang yang turut melakukan. Dalam turut melakukan, beberapa orang
bersama-sama melakukan tindak pidana, namun kemungkinananya:
Semua dari mereka yang terlibat masing-masing
memenuhi semua unsur tindak pidana
Ada
yang memenuhi semua unsur, ada yang memenuhi sebagian saja, bahkan ada yang
sama tidak memenuhi unsur delik
Semua hanya memenuhi sebagian-sebagian saja
unsur delik
Dalam turut melakukan ancaman
pidananya adalah sama, sehingga dalam turut melakukan ada syarat-syarat yang
harus dipenuhi yaitu:
Adanya
kerjasama secara sadar, tidak perlu ada kesepakatan, tapi harus ada kesengajaan
untuk bekerjasama dan untuk mencapai hasil yang berupa tindak pidana.
Para
peserta menyadari akan dilakukannya tindak pidana (niat)
Mereka
sadar bahwa mereka bersama-sama akan melakukan Tindak Pidana
Kesadaran
ini tidak perlu timbul jauh sebelum dilakukannya tindak pidana (Dapat timbul
pada saat terjadinya peristiwa
Adanya pelaksanaan bersama-sama
secara fisik
Ad.4 Yang menggerakkan
atau menganjurkan untuk melakukan (uitlokking)
Æ
Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP
Dalam penggerakkan/ uitlokking,
seseorang mempunyai kehendak untuk melakukannya sendiri, melainkan menggerakkan
orang lain untuk melaksanakan niatnya itu. Adapun syarat penggerakkan yang
dapat dipidana:
Ada kesengajaan menggerakkan orang lain untuk
melakukan tindak pidana (dia tidak melakukannya sendiri)
Menggerakkan
dengan upaya-upaya yang ada dalam Pasal
55 ayat (1) butir ke-2 KUHP yaitu pemberian janji, penyalahgunaan
kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman kekerasan, tipu daya, memberi
kesempatan, alat, keterangan.
Ada
yang tergerak untuk melakukan tindak pidana dengan sengaja digerakkan dengan
upaya-upaya dalam Pasal 55 ayat (1)
butir ke-2 KUHP
Yang digerakkan melakukan delik yang dianjurkan
atau percobaannya
Yang digerakkan dapat dipertanggungjawabkan
menurut hukum pidana.
Ad.5 Yang membantu (medeplictige) Æ Pasal 56 KUHP
Membantu melakukan mempunyai syarat yang dapat digolongkan
kedalam pembantuan:
Harus dilakukan dengan kesengajaan
Menurut Pasal
56 kUHP ada 2 jenis pembantuan:
o Membantu
sebelum tindak pidana Æ sarananya kesempatan, daya
upaya, keterangan
o
Membantu pada saat terjadinya tindak pidana Æ sarananya boleh apa saja (tidak ditentukan UU)
Ancaman pidana bagi seorang yang membantu adalah
-1/3 dari pelaku kejahatan. (2/3 dari pelaku kejahatan
Perbuatannya accessoir (adanya pembantuan harus
ada orang yang dibantu)
Deelneming
|
Niat
|
Memenuhi
Unsur
|
Pertanggungjawaban
|
Doenpleger
|
Penyuruh
|
Yang disuruh
|
Penyuruh= full
Yang disuruh= tidak dipidana
|
Medepleger
|
Semuanya
|
Semuanya/bers ama-sama
|
Semuanya dikenai pidana= full
|
Uitlokking
|
Awalnya si pembujuk, akhirnya yang terbujuk
|
Yang terbujuk
|
Si pembujuk & yang dibujuk dipidana=
full
|
Medepletigheid
|
Yang dibantu, si pembantu sebatas
membantu
|
Yang dibantu
|
Yang dibantu= full
Yang membantu/si pembantu= dikurang 1/3
|
Pertanggungjawaban (Pasal 55 (2)) :
- Hanya kepada perbuatan yang sengaja digerakkan saja
(beserta akibatnya) yang dapat dipertanggung jawabkan kepada pengggerak
- Jika terjadi perbuatan yang diluar pikiran logis bukan
sebagai akibat dari perbuatan yang digerakkan maka hanya menjadi tanggung jawab
dari orang yang digerakkan
Upaya untuk
menggerakkan orang lain diatur secara limitatif, yaitu:
Memberikan
sesuatu
Orang yang digerakkan diberi sesuatu oleh orang yang
menggerakkan. Sesuatu itu dapat berupa uang atau benda dan sebagainya (Arrest
HARI 17 Juni 1940). Termasuk juga janji akan merawat/membiayai keluarga
tergerak seandainya ia masuk penjara.
Memberikan
janji
Pemberian janji
bukan hanya pemberian janji berupa uang atau benda, dapat pula janji berupa
naik pangkat, jabatan, pekerjaan, dan sebagainya.
Menyalahgunakan
kekuasaan
Yaitu
Misalnya orangtua terhadap anaknya,
majikan terhadap buruhnya, guru terhadap muridnya, dan lain-lain.
Menyalahgunakan
martabat
Daya upaya ini
tidak terdapat dalam KUHP Belanda, hanya terdapat dalam KUHP Indonesia.
Alasannya adalah di Indonesia dikenal masyarakat yang bersifat feodal. Misalnya
Bupati, Kepala Desa, dan sebagainya dimana dikhawatirkan terjadi penyalahgunaan
martabat mereka sebagaimana terdapat dalam susunan masyarakat di Indonesia.
Kekerasan
Kekerasan disini
tidak boleh sedemikian rupa sehingga tidak dapat dielakkan oleh orang yang
digerakkan. Karena apabila kekerasan tersebut tidak dapat terelakkan, maka akan
terjadi bentuk daya paksa sehingga orang yang akan digerakkan tersebut tidak
dapat dipertanggungjawabkan.
Ancaman
Ancaman ini
dapat berupa kata-kata atau perbuatan. Seperi halnya dalam kekerasan, upaya
ancaman ini tidak boleh sedemikian keras sehingga tidak terelakkan oleh orang
yang digerakkan.
Penyesatan
Penyesatan
sering diartikan sebagai tipu daya.
Bukan berarti orang ditipu dengan demikian tidak dapat dipidana, akan tetapi
penyesatan tersebut sudah selayaknya disadari oleh orang yang digerakkan
tersebut. Akibat yang ditimbulkan dari penyesatan ini adalah ketegangan dalam
hati orang lain yang dapat berupa irihati, pembangkitan dendam, amarah,
kebencian, dan lain-lain, sehingga ia cenderung melakukan tindakan tetapi dalam
batas-batas bahwa ia sesungguhnya menurut menurut perhitungan yang layak masih
dapat mengendalikan diri.
Memberi kesempatan
Misalnya
seseorang tidak mengunci pintu rumah majikannya agar orang yang dapat dengan mudah masuk rumah majikannya
agar pencurian dapat dengan mudah dilakukan baik oleh orang yang melakukan
pencurian maupun yang memberi kesempatan tidak mengunci pintu tersebut.
Memberi
sarana
Misalnya
seseorang dengan memberi senjata agar orang tergerak untuk melakukan pembunuhan
seperti kehendak orang yang memberikan senjata tersebut.
Memberi
keterangan
Misalnya dengan
memberikan keterangan tentang suasana rumah korban sehingga membuat orang
tergerak untuk melakukan pencurian.
Jenis-jenis
penggerakan:
1. Penggerakan yang berhasil (geslaagde uitlokking)
A
membujuk B untuk membunuh C, dan B membunuh C.
2. Penggerakan yang hanya sampai pada taraf
percobaan (uitlokking bij poging) à Pasal 163 bis
A
membujuk B untuk membunuh C, ternyata delik yang
dilakukan oleh B hanya menggores tangan C saja. Dari sini kita bisa melihat
bahwa B sudah tergerak, hanya saja delik yang dilakukan menjadi percobaan.
3. Penggerakan yang gagal (mislukte uitlokking/poging tot uitlokking) à Pasal 163 bis
Pelaku sama sekali tidak tergerak melakukan
Tindak Pidana
Mislukte
uitlokking Æ A menggerakan B, ternyata B tidak
tergerak
4. Pergerakan tanpa akibat (zonder gecolg gevleven uitlokking) à Pasal 163 bis
Pelaku tadinya tergerak, namun pada akhirnya tidak berbuat
apa-apa
A
membujuk B untuk membunuh C, namun dalam perjalanan B
bertemu dengan D yaitu adik dari C yang mengatakan keluarganya sedang
kesusahan, timbul rasa iba sehingga membuat B mengundurkan diri.
A menggerakan B untuk membunuh C,
ternyata B memperkosa C; tidak membunuh C.
Perbedaan Antara
’menggerakkan’ dengan ’menyuruh’
Orang
yang disuruh melakukan suatu tindak pidana di dalam menyuruh melakukan merupakan orang yang perbuatannya tidak dapat
dipertanggungjawabkan, sedangkan pada uitloken
merupakan orang yang dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya.
Cara–cara
yang dapat dipergunakan oleh seseorang yang menyuruh melakukan tidak diatur
dalam undang-undang, sedangkan cara–cara yang dipergunakan dalam uitloken diatur secara limitatif dalam undang–undang.
Perbedaan Antara
’membantu’ dengan ’menggerakkan’
’penggerakkan’,
kehendak untuk melakukan tindak pidana baru timbul setelah ada daya upaya dari
orang yang menggerakkan
’pembantuan’,
dari sejak semula dalam diri pelaku sudah ada kehendak untuk melakukan tindak
pidana, pembantu baru kemudian memberikan salah satu bantuan
Perbedaan Antara ’membantu’ dengan ’turut serta’
MEMBANTU
|
TURUT SERTA
|
dari awal tidak punya kepentingan mencapai tujuan
|
benar-benar dari awal ada kepentingan mencapai tujuan
dari awal
|
Hanya perbuatan membantu
|
Perbuatannya merupakan pelaksanaan delik
|
Pembantu tidak berkepentingan atas hasil delik
|
Kepentingan bersama atas tercapainya delik
|
Tidak harus ada kerjasama yang disadari
|
Harus ada kerjasama yang disadari
|
Terhadap pelanggaran tindak pidana
|
Kejahatan maupun pelanggaran dapat dipidana
|
Dalam KUHP:
1.
Tidak adanya pengaduan pada delik-delik aduan
(Pasal 72-75 KUHP)
2.
Ne Bis in Idem (Pasal
76 KUHP)
3.
Matinya tersangka/terdakwa (Pasal 77 KUHP)
4.
Daluwarsa (Pasal
78-81 KUHP)
5.
Panyelesaian di luar sidang (Pasal 82 KUHP)
Diluar KUHP:
6.
Abolisi (Pasal
14 UUD 1945)
7.
Amnesti (Pasal
14 UUD 1945)
Ad.2 Ne Bis in Idem
Seseorang tidak dapat dituntut
untuk kedua kalinya berdasarakan suatu perbuatan; apabila terhadpa perbuatan
tersebut telah ada putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap.
Terhadap satu perbuatan dilarang
dituntut lebih dari sekali
Syarat Ne Bis in Idem:
Perbuatannya adalah satu perbuatan tertentu
Orangnya adalah satu orang tertentu
Sudah ada putusan hakim berkekuatan hukum tetap
Ad.3 Matinya
tersangka/terdakwa
Pada dasarnya pidana bersifat
pribadi sehingga bila tersangka/ terdakwa mati, maka pidana itu tidak dapat
diwariskan.
Ad.4 Daluwarsa
Tidak dapat lagi dilakukan
penuntutan terhadap seseorang karena telah dialmpauinya jangka waktu tertentu
untuk melakukan penuntutan (lihat Pasal
78 KUHP).
Tenggang waktu daluwarsa penuntutan:
Mulai
dihitung sejak keesokan hari setelah perbuatan dilakukan, kecuali:
Pemalsuan atau perusakan uang
Pasal
328, 329, 330, 333 KUHP
Pasal
556-558 a KUHP
Hanya dapat dilakukan apabila:
Tindak pidananya adalah pelanggaran 

Hanya diancam pidana denda
Ad.6 Abolisi
Hal untuk menyatakan bahwa tuntuan
pidana terhadap seseorang harus digugurkan atau suatu tuntutan pidana yang
telah dimulai harus dihentikan
Ad.7 Amnesti
Hak untuk mengeluarkan pernyataan
umum bahwa UU pidana tidak akan menrbitkan akibatakibat hukum apapun juga bagi
orang-orang tertentu yang bersalah melakukan suatu atau beberapa tindak pidana
tertentu.
Menurut Utrecht:
Abolisi Æ
mengugurkan/ menghentikan penuntutan.
Grasi Æ
menghentikan penjalanan pidana.
Dalam KUHP:
1.
Matinya terpidana (Pasal 83 KUHP)
2.
Daluwarsa (Pasal
84, 85 KUHP) Diluar KUHP:
3.
Amnesti
4.
Grasi
Ad. 2 Daluwarsa
Tenggang waktu daluwarsa menjalankan pidana:
Untuk semua pelanggaran Æ
2 tahun
Untuk kejahatan percetakan Æ 5 tahun
Untuk kejahatan lainnya Æ
daluwarsa penuntutan +1/3
Tidak ada daluwarsa untuk menjalankan pidana
mati
Saat penghitungan tenggang daluwarsa:
1.
Mulai pada
keesokan hari setelah putusan hakim tetap dan ada juga putusan hakim yang
memerintahkan terdakwa untuk segera menjalani pidananya, walaupun terdakwa
mengajukan upaya hukum biasa (bandaing,
kasasi).
2.
Pencegahan (stuiting)
Terpidana
melarikan diri ketika menjalani pidana Æ
tenggang waktu dihitung keesokan harinya setelah melarikan diri.
Pelepasan
bersyarat dicabut Æ keesokan harinya setelah
dicabut, mulai waktu daluwarsa baru.
3.
Penundaan (schorsing)
Penjalanan pidana ditunda menurut UU
Selama terpidana dirampas kemerdekaannya (ada
dalam tahanan)
Ad.4 Grasi
Pengampunan berupa perubahan,
peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana
yang diberikan oleh Presiden. Kenapa ada orang yang tidak mau diberikan grasi?
Karena dengan menerima grasi otomatis ia mengakui kesalahannya.
No comments:
Post a Comment