A. Pengertian hukum perdata
· Hukum perdata atau hukum privat adalah seperangkat norma yang mengatur hubungan pribadi.
· Hukum perdata bertujuan untuk melindungi kepentingan pribadi.
· Hukum perdata berbeda dengan hukum publik yang merupakan seperangkat norma yang mengatur hubungan antar negara dan warga negara dengan tujuan melindungi kepentingan umum.
· Hukum perdata atau hukum privat adalah seperangkat norma yang mengatur hubungan pribadi.
· Hukum perdata bertujuan untuk melindungi kepentingan pribadi.
· Hukum perdata berbeda dengan hukum publik yang merupakan seperangkat norma yang mengatur hubungan antar negara dan warga negara dengan tujuan melindungi kepentingan umum.
B. Hukum Perdata di Indonesia
· Teori berlangsungnya KUHPer di Indonesia ada teori konkordansi dan pasal 2 aturan peralihan
· Asas konkordasi/asas keselarasan (concordantie begeinsel) asas yang melandasi untuk diberlakukannya hukum eropa atau belanda pada masa itu untuk diberlakukan juga kepada bangsa pribumi / Indonesia.
· Dasar hukum konkordasi adalah pasal 131 ayat (2) I.S
· Teori berlangsungnya KUHPer di Indonesia ada teori konkordansi dan pasal 2 aturan peralihan
· Asas konkordasi/asas keselarasan (concordantie begeinsel) asas yang melandasi untuk diberlakukannya hukum eropa atau belanda pada masa itu untuk diberlakukan juga kepada bangsa pribumi / Indonesia.
· Dasar hukum konkordasi adalah pasal 131 ayat (2) I.S
C. Sistematika Hukum Perdata
· Di dalam hukum perdata ada istilah Dwingenrecht dan Aanrullendrecht
· Dwingend Recht adalah hukum yang memaksa. Dwingendrecht adalah peraturan-peraturan hukum yang tiak boleh dikesampingkan : harus tunduk dan ditaati. Merupakan peraturan-peraturan yang mengatur ketertiban umum dan kesusilaan. Contoh Pasal 147 KUHPerdata
· Aanvullendrecht adalah hukum yang bersifat pelengkap/mengatur (aanvullend recht), berupa peraturan-peraturan hukum yang boleh dikesampingkan. Contoh Pasal 1477 KUHPerdata
· Sistematika KUHPer menurut doktrin :
1. Orang
2. Keluarga
3. Harta kekayaan
4. Waris
· Sistematika KUHPer menurut KUHPer :
1. Orang
2. Benda
3. Perikatan
4. Pembuktian Daluwarsa
· Benda adalah segala sesuatu yang dapat dipertahankan terhadap orang lain
· Pasal 528 & 584 à Hak waris itu termasuk hukum keluarga dan benda
· Kekurangan Sistematika KUHPer menurut KUHPer :
1. Buku 4 tentang pembuktian daluwarsa di BW termasuk dalam bidang hukum formil
2. Hukum waris oleh BW dimasukkan ke buku 2 tentang benda, namun hukum waris tidak hanya berhubungan dengan harta kekayaan, tetapi juga terkait dengan hukum keluarga
3. Pengertian-pengertian umum ada di keempat buku tersebut menurut BW, padahal seharusnya dibuat buku / bab tersendiri
4. Hukum keluarga dimasukkan ke dalam buku 1 tentang orang
· Hal-hal yang tidak diatur lagi di KUHPer :
1. Hak tanggungan à Buku 2
2. Perkawinan à Buku 1
3. Hak Milik à Buku 2 à UUPA (Agraria)
D. Subjek Hukum Perdata
· Subjek hukum adalah pengemban hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum
· Terdiri dari pribadi kodrati dan pribadi hukum
· Orang dianggap sebagai subjek hukum sejak ia lahir, kecuali untuk hal2 tertentu bisa menjadi subjek hukum sejak dalam kandungan
· Tujuan dari badan hukum ada tujuan ideal (nilai kemanusiaan / sosial) dan tujuan mengejar keuntungan
· Teori badan hukum :
1. Fiksi : teori ini menjelaskan bahwasanya badan hukum adalah hanyalah fiksi hukum, maksudnya teori ini adalah mengemukakan bahwa pengaturan-pengaturannya badan itu oleh negara, dan sebenarnya badan hukum itu hanyalah bayangan.
2. Harta : Badan hukum adalah badan yang punya harta sendiri, yang tidak dimiliki oleh badan itu tapi oleh pengurus yang memiliki jabatan
3. Organ : teori ini menjelaskan bahwa badan hukum itu terbentuk dan bisa memenuhi kehendaknya dari kepengurusan-kepengurusan, seperti halnya organ tubuh pada manusia, contoh: kepengurusan ketua pada badan hukum seperti halnya kepala pada manusia.
· Pasal 1330 à Mengatur pribadi kodrati yang tidak cakap hukum
· Pasal 330 à Mengatur pribadi kodrati yang belum dewasa
· Pasal 433 à Mengatur pribadi kodrati yang dibawah pengampuan
· Orang-orang yang dibawah pengampuan adalah orang yang sudah dewasa secara umur tetapi memiliki :
1. Mata gelap / tempramental
2. Boros
3. Sakit otak
4. Keadaan dungu
· Kecakapan adalah kondisi dimana subjek hukum dapat cakap berbuat dalam lalu lintas hukum dan dapat mempertanggunggjawabkan perbuatannya
· Pendewasaan adalah suatu lembaga hukum agar orang yang belum dewasa tapi telah memenuhi syarat-syarat ternetu dalam hal tertentu dan batas-batas tertentu menurut ketentuan UU dapat berkedudukan huku yang sama dengan orang dewasa
· Pendewasaan dibagi menjadi :
1. Penuh : Min. umur 20 tahun dan dapat melakukan semua perbuatan hukum
2. Terbatas : Min. Umur 18 tahun tetapi hanya dapat melakukan perbuatan hukum tertentu
· Mekanisme pendewasaan :
1. Memngajukan permohonan kepada presiden
2. Presiden memberi putusan berdasarkan MA
E. Domisili
· Domisili adalah tempat dimana seseorang selalu dianggap hadir dalam hukum
· Domisili dibagi menjadi domisili sesungguhnya dan domisili pilihan
· Domisili sesungguhnya adalah tempat dimana subjek hukum bertindak melakukan kewenangan perdata pada umumnya
· Domisili sesungguhnya dibagi menjadi sukarela (ex : Pasal 17 (1)) dan wajib (ex : Pasal 20)
· Domisili pilhan adalah tempat di mana subjek hukum bertindak tindakan hukum tertentu
· Domisili pilhan dibagi menjadi berdasarkan UU dan secara bebas
F. Konsep Perkawinan
· Konsep perkawinan di dalam KUHPer dan UU no. 1 tahun 1974 memiliki beberapa perbedaan
· Konsep perkawinan dalam KUHPer :
- Tidak memberikan pengertian mengenai perkawinan
- Perkawinan hanya sebatas ikatan lahiriah
- Hanya hubungan keperdataan (tidak memandang unsur sosial dan agama
- Hakikat perkawinan abadi (hanya cerai mati)
- Tujuan perkawinan tidak untuk memperoleh keturunan oleh karena itu dimungkinkan perkawinan in extrimis
- Hanya mengenal perkawinan perdata dan tidak ikut campur dalam upacara keagaamaan
- Menganut Asas Monogami
- Tidak perhatikan faktor biologis pasangan
- Tidak perhatikan motif perkawinan
· Konsep perkawinan dalam UU no 1 tahun 1974
- Perkawinan tidak hanya merupakan ikatan lahiriah, tetapi juga ikatan batiniah
- Melihat unsur religius, sosial, dan biologis
- Aspek agama menetapkan keabsahan perkawinan
- Aspek sosial menyangkut aspek administratif
- Asas monogami dengan beberapa pengecualian dan syarat syarat tertentu à Contohnya : Pasangan mandul, ditinggal cerai, dll, bisa melakukan poligami
- Tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga dan mencapai kebahagiaan
G. Akibat Perkawinan
· Dengan adanya perkawinan akan menimbulkan akibat baik terhadap suami istri, harta kekayaan maupun anak yang dilahirkan dalam perkawinan.
· Akibat Perkawinan Terhadap Suami istri
-Suami istri memikul tanggung jawab yang luhur untuk menegakan rumah tangga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 30).
- Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukansuami dalam kehidupan rumah tangga dan dalam pergaulan hidup bersama dalam masyarakat (Pasal 31 ayat (1)).
- Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hokum (ayat 2).
- Suami adalah kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga.
- Suami istri menentukan tempat kediaman mereka.
- Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, saling setia.
- Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
- Istri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya.
· Akibat Perkawinan Terhadap Harta Kekayaan
- Timbul harta bawaan dan harta bersama.
- Suami atau istri masing-masing mempunyai hak sepenuhnya terhadap harta bawaan untuk melakukan perbuatan hokum apapun.
- Suami atau istri harus selalu ada persetujuan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama (Pasal 35 dan 36).
· Akibat Perkawinan Terhadap Anak
1. Kedudukan anak
- Anak yang dilahirkan dalam perkawinan adalah anak yang sah (Pasal 42)
- Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan kerabat ibunya saja.
2. Hak dan kewajiban antara orang tua dan anak
- Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya sampai anak-anak tersebut kawin dan dapat berdiri sendiri (Pasal 45).
- Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendaknya yang baik.
- Anak yang dewasa wajib memelihara orang tua dan keluarga dalam garis keturunan ke atas sesuai kemampuannya, apabila memerlukan bantuan anaknya (Pasal 46).
3. Kekuasaan orang tua
- Anak yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin ada di bawah kekuasaan orang tua.
- Orang tua dapat mewakili segala perbuatan hokum baik di dalam maupun di luar pengadilan.
- Orang tua dapat mewakili segala perbuatan hokum baik di dalam maupun di luar pengadilan.
- Orang tua tidak boleh memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin
- Kekuasaan orang tua bisa dicabut oleh pengadilan apabila, Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anak atau Ia berkelakuan buruk sekali
- Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anaknya.
H. Putusnya Perkawinan dan Pembatalan Perkawinan
· Putus perkawinan adalah ikatan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita sudah putus.
· Putus ikatan bisa berarti salah seorang di antara keduanya meninggal dunia, antara pria dengan wanita sudah bercerai, dan salah seorang di antara keduanya pergi ke tempat yang jauh kemudian tidak ada beritanya sehingga pengadilan menganggap bahwa yang bersangkutan sudah meninggal.
· Pasal 38 menyebutkan , perkawinan dapat putus karena :
A) kematian.
B) perceraian.
C) atas keputusan pengadilan.
· Pembatalan perkawinan adalah pembatalan hubungan suami istri sesudah dilangsungkan akan nikah.
· Pembatalan perkawinan memang dibolehkan dan diatur dalam Bab IV UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mulai Pasal 22 s/d Pasal 28 jo. Bab XI Inpres No 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam mulai Pasal 70 s/d 76.
· Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
· Seorang suami atau istri dapat membatalkan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman atau pemaksaan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri.
· Secara sederhana ada dua sebab terjadinya pembatalan perkawinan:
1. pelanggaran prosudural perkawinan. Contonya, tidak terpenuhinya syarat-syarat wali nikah, tidak dihadiri para saksi dan alasan prosudural lainnya.
2. pelanggaran terhadapa materi perkawinan. Contonya, perkawinan yang dilangsungkan dibawah ancaman, terjadi salah sangka mengenai calon suami dan istri.
· Pembatalan perkawinan oleh pengadilan merupakan salah satu bentuk putusnya perkawinan, selain karena kematian dan perceraian.
· Dalam hubungan ini, putusnya perkawinan karena perceraian dan pembatalan perkawinan baru sah secara hukum negara dengan putusan pengadilan. Jadi, pembatalan perkawinan dan perceraian sama-sama dilakukan di muka pengadilan.
· pembatalan perkawinan hanya dapat dilakukan oleh hakim di muka pengadilan. Tanpa pembatalan demikian perkawinan tetap berlangsung dengan segala konsekuensi hukumnya.
· Perceraian, dalam Islam, bisa saja dilakukan secara agama (dengan penjatuhan talak oleh suami). Talak mana bisa saja belum/tidak disahkan secara hukum negara (di pengadilan)
· Akiibat dari putusnya perkawinan :
a. Terhadap hubungan suami dan istri
- Putus : Istri tetap dapat nafkah
- Menikah lagi : Nafkah Putus
b. Terhadap harta bersama
- Menurut KUHPer : Jika ada perjanjian perkawinan, harta dibagi sesuai dengan perjanjian perkawinan
- Menurut UU : Diatur hukum masing2
c. Terhadap keturunan
- KUHPerdata pasal 229 : Pengadilan menetapkan wali
- UU pasal 41 : Bapak / Ibu tetap wajib memelihara anak
· Akibat dari pembatalan perkawinan adalah sama sekali tidak ada karena perkawinan seolah tak pernah ada
· Namun, keputusan pembatalan perkawinan ini tidak berlaku surut terhadap :
a. anak-anak yang dilahirkan dari anak tersebut.
b. suami atau isteri yang bertindak dengan i’tikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu.
c. orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam a dan b sepanjang mereka memperoleh hak- hak dengan i’tikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap.
· Di dalam hukum perdata ada istilah Dwingenrecht dan Aanrullendrecht
· Dwingend Recht adalah hukum yang memaksa. Dwingendrecht adalah peraturan-peraturan hukum yang tiak boleh dikesampingkan : harus tunduk dan ditaati. Merupakan peraturan-peraturan yang mengatur ketertiban umum dan kesusilaan. Contoh Pasal 147 KUHPerdata
· Aanvullendrecht adalah hukum yang bersifat pelengkap/mengatur (aanvullend recht), berupa peraturan-peraturan hukum yang boleh dikesampingkan. Contoh Pasal 1477 KUHPerdata
· Sistematika KUHPer menurut doktrin :
1. Orang
2. Keluarga
3. Harta kekayaan
4. Waris
· Sistematika KUHPer menurut KUHPer :
1. Orang
2. Benda
3. Perikatan
4. Pembuktian Daluwarsa
· Benda adalah segala sesuatu yang dapat dipertahankan terhadap orang lain
· Pasal 528 & 584 à Hak waris itu termasuk hukum keluarga dan benda
· Kekurangan Sistematika KUHPer menurut KUHPer :
1. Buku 4 tentang pembuktian daluwarsa di BW termasuk dalam bidang hukum formil
2. Hukum waris oleh BW dimasukkan ke buku 2 tentang benda, namun hukum waris tidak hanya berhubungan dengan harta kekayaan, tetapi juga terkait dengan hukum keluarga
3. Pengertian-pengertian umum ada di keempat buku tersebut menurut BW, padahal seharusnya dibuat buku / bab tersendiri
4. Hukum keluarga dimasukkan ke dalam buku 1 tentang orang
· Hal-hal yang tidak diatur lagi di KUHPer :
1. Hak tanggungan à Buku 2
2. Perkawinan à Buku 1
3. Hak Milik à Buku 2 à UUPA (Agraria)
D. Subjek Hukum Perdata
· Subjek hukum adalah pengemban hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum
· Terdiri dari pribadi kodrati dan pribadi hukum
· Orang dianggap sebagai subjek hukum sejak ia lahir, kecuali untuk hal2 tertentu bisa menjadi subjek hukum sejak dalam kandungan
· Tujuan dari badan hukum ada tujuan ideal (nilai kemanusiaan / sosial) dan tujuan mengejar keuntungan
· Teori badan hukum :
1. Fiksi : teori ini menjelaskan bahwasanya badan hukum adalah hanyalah fiksi hukum, maksudnya teori ini adalah mengemukakan bahwa pengaturan-pengaturannya badan itu oleh negara, dan sebenarnya badan hukum itu hanyalah bayangan.
2. Harta : Badan hukum adalah badan yang punya harta sendiri, yang tidak dimiliki oleh badan itu tapi oleh pengurus yang memiliki jabatan
3. Organ : teori ini menjelaskan bahwa badan hukum itu terbentuk dan bisa memenuhi kehendaknya dari kepengurusan-kepengurusan, seperti halnya organ tubuh pada manusia, contoh: kepengurusan ketua pada badan hukum seperti halnya kepala pada manusia.
· Pasal 1330 à Mengatur pribadi kodrati yang tidak cakap hukum
· Pasal 330 à Mengatur pribadi kodrati yang belum dewasa
· Pasal 433 à Mengatur pribadi kodrati yang dibawah pengampuan
· Orang-orang yang dibawah pengampuan adalah orang yang sudah dewasa secara umur tetapi memiliki :
1. Mata gelap / tempramental
2. Boros
3. Sakit otak
4. Keadaan dungu
· Kecakapan adalah kondisi dimana subjek hukum dapat cakap berbuat dalam lalu lintas hukum dan dapat mempertanggunggjawabkan perbuatannya
· Pendewasaan adalah suatu lembaga hukum agar orang yang belum dewasa tapi telah memenuhi syarat-syarat ternetu dalam hal tertentu dan batas-batas tertentu menurut ketentuan UU dapat berkedudukan huku yang sama dengan orang dewasa
· Pendewasaan dibagi menjadi :
1. Penuh : Min. umur 20 tahun dan dapat melakukan semua perbuatan hukum
2. Terbatas : Min. Umur 18 tahun tetapi hanya dapat melakukan perbuatan hukum tertentu
· Mekanisme pendewasaan :
1. Memngajukan permohonan kepada presiden
2. Presiden memberi putusan berdasarkan MA
E. Domisili
· Domisili adalah tempat dimana seseorang selalu dianggap hadir dalam hukum
· Domisili dibagi menjadi domisili sesungguhnya dan domisili pilihan
· Domisili sesungguhnya adalah tempat dimana subjek hukum bertindak melakukan kewenangan perdata pada umumnya
· Domisili sesungguhnya dibagi menjadi sukarela (ex : Pasal 17 (1)) dan wajib (ex : Pasal 20)
· Domisili pilhan adalah tempat di mana subjek hukum bertindak tindakan hukum tertentu
· Domisili pilhan dibagi menjadi berdasarkan UU dan secara bebas
F. Konsep Perkawinan
· Konsep perkawinan di dalam KUHPer dan UU no. 1 tahun 1974 memiliki beberapa perbedaan
· Konsep perkawinan dalam KUHPer :
- Tidak memberikan pengertian mengenai perkawinan
- Perkawinan hanya sebatas ikatan lahiriah
- Hanya hubungan keperdataan (tidak memandang unsur sosial dan agama
- Hakikat perkawinan abadi (hanya cerai mati)
- Tujuan perkawinan tidak untuk memperoleh keturunan oleh karena itu dimungkinkan perkawinan in extrimis
- Hanya mengenal perkawinan perdata dan tidak ikut campur dalam upacara keagaamaan
- Menganut Asas Monogami
- Tidak perhatikan faktor biologis pasangan
- Tidak perhatikan motif perkawinan
· Konsep perkawinan dalam UU no 1 tahun 1974
- Perkawinan tidak hanya merupakan ikatan lahiriah, tetapi juga ikatan batiniah
- Melihat unsur religius, sosial, dan biologis
- Aspek agama menetapkan keabsahan perkawinan
- Aspek sosial menyangkut aspek administratif
- Asas monogami dengan beberapa pengecualian dan syarat syarat tertentu à Contohnya : Pasangan mandul, ditinggal cerai, dll, bisa melakukan poligami
- Tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga dan mencapai kebahagiaan
G. Akibat Perkawinan
· Dengan adanya perkawinan akan menimbulkan akibat baik terhadap suami istri, harta kekayaan maupun anak yang dilahirkan dalam perkawinan.
· Akibat Perkawinan Terhadap Suami istri
-Suami istri memikul tanggung jawab yang luhur untuk menegakan rumah tangga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 30).
- Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukansuami dalam kehidupan rumah tangga dan dalam pergaulan hidup bersama dalam masyarakat (Pasal 31 ayat (1)).
- Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hokum (ayat 2).
- Suami adalah kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga.
- Suami istri menentukan tempat kediaman mereka.
- Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, saling setia.
- Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
- Istri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya.
· Akibat Perkawinan Terhadap Harta Kekayaan
- Timbul harta bawaan dan harta bersama.
- Suami atau istri masing-masing mempunyai hak sepenuhnya terhadap harta bawaan untuk melakukan perbuatan hokum apapun.
- Suami atau istri harus selalu ada persetujuan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama (Pasal 35 dan 36).
· Akibat Perkawinan Terhadap Anak
1. Kedudukan anak
- Anak yang dilahirkan dalam perkawinan adalah anak yang sah (Pasal 42)
- Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan kerabat ibunya saja.
2. Hak dan kewajiban antara orang tua dan anak
- Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya sampai anak-anak tersebut kawin dan dapat berdiri sendiri (Pasal 45).
- Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendaknya yang baik.
- Anak yang dewasa wajib memelihara orang tua dan keluarga dalam garis keturunan ke atas sesuai kemampuannya, apabila memerlukan bantuan anaknya (Pasal 46).
3. Kekuasaan orang tua
- Anak yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin ada di bawah kekuasaan orang tua.
- Orang tua dapat mewakili segala perbuatan hokum baik di dalam maupun di luar pengadilan.
- Orang tua dapat mewakili segala perbuatan hokum baik di dalam maupun di luar pengadilan.
- Orang tua tidak boleh memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin
- Kekuasaan orang tua bisa dicabut oleh pengadilan apabila, Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anak atau Ia berkelakuan buruk sekali
- Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anaknya.
H. Putusnya Perkawinan dan Pembatalan Perkawinan
· Putus perkawinan adalah ikatan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita sudah putus.
· Putus ikatan bisa berarti salah seorang di antara keduanya meninggal dunia, antara pria dengan wanita sudah bercerai, dan salah seorang di antara keduanya pergi ke tempat yang jauh kemudian tidak ada beritanya sehingga pengadilan menganggap bahwa yang bersangkutan sudah meninggal.
· Pasal 38 menyebutkan , perkawinan dapat putus karena :
A) kematian.
B) perceraian.
C) atas keputusan pengadilan.
· Pembatalan perkawinan adalah pembatalan hubungan suami istri sesudah dilangsungkan akan nikah.
· Pembatalan perkawinan memang dibolehkan dan diatur dalam Bab IV UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mulai Pasal 22 s/d Pasal 28 jo. Bab XI Inpres No 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam mulai Pasal 70 s/d 76.
· Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
· Seorang suami atau istri dapat membatalkan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman atau pemaksaan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri.
· Secara sederhana ada dua sebab terjadinya pembatalan perkawinan:
1. pelanggaran prosudural perkawinan. Contonya, tidak terpenuhinya syarat-syarat wali nikah, tidak dihadiri para saksi dan alasan prosudural lainnya.
2. pelanggaran terhadapa materi perkawinan. Contonya, perkawinan yang dilangsungkan dibawah ancaman, terjadi salah sangka mengenai calon suami dan istri.
· Pembatalan perkawinan oleh pengadilan merupakan salah satu bentuk putusnya perkawinan, selain karena kematian dan perceraian.
· Dalam hubungan ini, putusnya perkawinan karena perceraian dan pembatalan perkawinan baru sah secara hukum negara dengan putusan pengadilan. Jadi, pembatalan perkawinan dan perceraian sama-sama dilakukan di muka pengadilan.
· pembatalan perkawinan hanya dapat dilakukan oleh hakim di muka pengadilan. Tanpa pembatalan demikian perkawinan tetap berlangsung dengan segala konsekuensi hukumnya.
· Perceraian, dalam Islam, bisa saja dilakukan secara agama (dengan penjatuhan talak oleh suami). Talak mana bisa saja belum/tidak disahkan secara hukum negara (di pengadilan)
· Akiibat dari putusnya perkawinan :
a. Terhadap hubungan suami dan istri
- Putus : Istri tetap dapat nafkah
- Menikah lagi : Nafkah Putus
b. Terhadap harta bersama
- Menurut KUHPer : Jika ada perjanjian perkawinan, harta dibagi sesuai dengan perjanjian perkawinan
- Menurut UU : Diatur hukum masing2
c. Terhadap keturunan
- KUHPerdata pasal 229 : Pengadilan menetapkan wali
- UU pasal 41 : Bapak / Ibu tetap wajib memelihara anak
· Akibat dari pembatalan perkawinan adalah sama sekali tidak ada karena perkawinan seolah tak pernah ada
· Namun, keputusan pembatalan perkawinan ini tidak berlaku surut terhadap :
a. anak-anak yang dilahirkan dari anak tersebut.
b. suami atau isteri yang bertindak dengan i’tikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu.
c. orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam a dan b sepanjang mereka memperoleh hak- hak dengan i’tikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap.
bagus sekali artikelnya
ReplyDeleteDep. Perdata FH UII Selenggarakan Kuliah Umum Hadapi MEA Soal Perlindungan Konsumen