Sunday 27 November 2016

Rangkuman Ilmu Perundang-undangan - PASCA UTS


*Catatan ini hanya sebagai pembantu dalam belajar dan bukan menjadi satu-satunya sumber dalam belajar. Sekiranya ini hanya sebagai reminder dan teman-teman bisa belajar dari sumber lain:) Saran dan komentar sangat terbuka untuk saya. Selamat Belajar :D


Pengantar
Ø  Hukum harus dibuktikan dengan FAKTA & LOGIKA
Ø  CITA NEGARA INDONESIA = CITA “NEGARA PERSATUAN”
Ø  Normalnya, kekuasaan pembentukan peraturan perundang-undangan ada di organ legislatif, hal ini dikarenakan secara teori filosofis, Peraturan perundang-undangan adalah pembatasan kebebasan warga negara, sehingga pembentuukan UU adalah menjadi hak rakyat sendiri untuk membentuknya. Suatu UU harus dibentuk oleh kehendak umum, di mana dalam hal ini seluruh rakyat mengambil bagian dalam pembentukan aturan masyarakat. Lembaga legislatif adalh wakil rakyat.
Ø  Bukti Indonesia menganut sistem presidensil = Pasal 4 ayat (1) UUD NRI 1945
Ø  Sistem Presidensiil :
1.       Presiden adalah KEPALA PEMERINTAHAN dan kepala negara tertinggi
2.       Lembaga-lembaga pemerintah berada di bawah Presiden dan bertanggung jawab ke Presiden
Ø  Atribusi Kewenangan = Penyerahan Kewenangan / Pemberian kewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh UUD / UU kepada suatu lembaga negara / pemerintahan (melekat terus menerus, dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu diperlukan, dan sesuai dengan batas-batas yang diberikan) = Ex : Perihal Perpu (Pasal 22 ayat (1) UUD 1945)
Ø  Delegasi = Pelimpahan Kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah (diwakilkan, sementara, dapat diselenggarakan sepanjang pelimpahan itu masih ada) =  Ex : Perihal PP dan Peraturan Kepala Daerah (PP untuk melaksanakan UU dan tetap hidup selama UU itu hidup, Peraturan Kepalda Daerah untuk melaksanakan Perda dan tetap hidup selama Perda itu hidup).
Ø  KESIMPULAN ILPER !!! = Karakteristik dari Peraturan Perundang-undangan adalah :
1.       Normanya bersifat pengaturan (abstrak, umum, dan terus menerus)
2.       Dibentuk oleh lembaga pembentuk yang berwenang (Bisa lembaga pemerintah, bisa lembaga negara)
3.       Sumber kewenangan lembaga tersebut bisa berasal dari atribusi ataupun delegasi.

Hierarki peraturan perundang-undangan
Ø  Definsi peraturan perundang-undangan pertama kali diperkenalkan pada TAP MPRS XX / 1996 (Lahir sebagai janji Soeharto untuk menghadirkan pemerintah yang konsekuen dan konsisten)
Ø  Di UUD, hanya disebutkan 3 jenis peraturan perundang-undangan, yakni PP, UU, dan Perpu.
Ø  Hierarki peraturan perundang-undangan diatur dalam Pasal 7 UU 12 / 2011 :
TAP MPRS XX / 1966
TAP MPR III / 2000
UU 10 / 2004
UU 12 / 2011
UUD 1945
UUD 1945
UUD NRI 1945
UUD NRI 1945
Ketetapan MPR
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
Undang-Undang/Perpu
Undang-Undang
Peraturan Pemerintah
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
Peraturan Presiden
Peraturan Pemerintah;
Keputusan Presiden
Peraturan Pemerintah
Peraturan Daerah
Peraturan Presiden;
Peraturan Pelaksana lainnya; seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain-lainnya.
Keputusan Presiden

Peraturan Daerah Provinsi;

Peraturan Daerah

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Ø  Kesalahan dalam Hierarki UU No. 12 Tahun 2011 :
1.       Menjadikan UUD di hierarki peraturan perudnag-undangan
2.       Diakuinya aturan-aturan yang dibuat oleh MK, KY, BPK dalam hierarki peraturan perundang-undangan (Produk hukum yudikatif dan BPK HARUSNYA TIDAK BISA MEMBENTUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN) (Kalau lembaga yudikatif bisa berwenang membentuk peraturan perundang-undanga, maka akan menyimpangi kekuasaannya) (Yudikatif dan BPK tidak berwenang membentuk peraturan perundang-undangan karena di UUD tidak ada kewenangan itu bagi mereka)
3.       Peraturan MK diletakknaya di bawah UU (seolah-olah MK dibawah Presiden dan DPR)
Ø  HIERARKI PERATURAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TIDAK SERTA MENJADI DASAR KEBERLAKUAN DAN KEWENANGAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ITU (Ex : TAP MPR disebut dalam hierarki menurut UU 12 / 2011, namun tidak menjadikan MPR berwenang membentuk TAP MPR)
Ø  Hampir semua hal dapat diatur oleh UU, namun ada pembatasan oleh UUD
Ø  Urgensi pembentukan UU = UU menjadi alat penguasa untuk melegalkan pembatasan hak konstitusional warga negara DEMI KEPENTINGAN UMUM
Ø  Contoh UU yang salah = UU Pramuka (emang apa urgensinya ??? Emangnya kalau ga ikut pramuka bisa dipidana ??)
Ø  SEBENARNYA TIDAK BOLEH DIBUAT UU PAYUNG !!! UU SATU SAMA LAIN SEIMBANG KEDUDUKANNYA !! Hal ini karena Indonesia tidak seperti Belanda yang mengenal UU Pokok / Raamwet / Moedemet (Ex UU Payung = UU Kekuasaan Kehakiman)
Ø  Indonesia tidak mengenal adanya pembagian UU dalam arti formil dan materiil (kalau Belanda kenal pembagian ini) (UU Indonesia mencakup 2 hal itu sekaligus).
Ø  Peraturan Kapolri :
- Termasuk dalam rezim peraturan perundang-undangan
- Bersumber dari delegasi kewenangan
Ø  Keberadaan Perpres masih debatable (karena berdasarkan interpretasi Pasal 4 ayat (1) UUD 1945)
Ø  Instruksi Menteri / Instruksi Presiden SEHARUSNYA BUKAN TERMASUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (Hal ini karena sifat dari produk hukum itu bersifat atasan-bawahan (vertikal) dan tidak abstrak / umum)
Ø  Peraturan Daerah = Dibentuk oleh Kepala Daerah + DPRD
Ø  Peraturan Kepala Daerah = Dibentuk oleh Kepala Daerah

Lembaga negara di bidang peraturan perundang-undangan
Ø  Lembaga negara di bidang peraturan perundang-undangan adalah lembaga negara yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan
Ø  TIDAK SEMUA LEMBAGA NEGARA BERWENANG MEMBENTUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.
Ø  Susunan penguasa negara sebelum amandemen :
a.       Konstitutif = MPR
b.      Legislatif = DPR + Presiden
c.       Eksekutif = Pemerintah (Presiden)
d.      Yudikatif = MA
e.      Adminiistratif = Administrator negara (Presiden)
f.        Militer = Presiden (membawahi angkatan perang
g.       Konsultatif = DPA
h.      Inspektif = BPK
Ø  Sebelum amandemen, Presiden adalah mandataris MPR
Ø  Sebelum amandemen, TAP MPR adalah Perintah-perintah MPR yang harus dilaksanakan oleh Presiden sebagai Mandataris MPR
Ø  Dulu, Objek dari TAP MPR BUKANLAH MASYARAKAT MELAINKAN PRESIDEN (TAP MPR dilaksanakan oleh Presiden melalui pembentukan peraturan perundang-undangan)
Ø  Sebelum amandemen, DPA memberikan nasiihat dan saran kepada Presiden
Ø  Sebelum dan setelah amandemen konstitusi, hanya ada 2 lembaga negara di bidang peraturan perundang-undangan MENURUT KONSTITUSI, yakni Presiden BERSAMA DPR (harus bersama-sama dalam menjalankan legislative power tersebut) (Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 UUD 1945)
Ø  Perbedaan peran Presiden dan DPR dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sebelum dan sesudah amandemen :

SEBELUM AMANDEMEN
SETELAH AMANDEMEN
PRESIDEN
·         Mengajukan RUU / membentuk RUU
·         Mengajukan RUU
·         Memberikan persetujuan RUU bersama DPR
DPR
·         Memberikan persetujuan RUU / Ratifikasi
·         Mengajukan RUU
·         Memberikan persetujuan RUU bersama presiden

Ø  Sebelum amandemen, Presidenlah yang melaksanakan kekuasaan pembentukan UU, sedangkan DPR melaksanakan pemberian persetujuannya (Agar UU itu dapat terbentuk, maka kedua kewenangan tersebut harus dilaksanakan bersama-sama).
Ø  Maksud memberi persetujuan di sini tidak berarti DPR harus selalu setuju dengan RUU dari Presiden, tapi artinya adalah DPR menyatakan apakah menerima atau menolaK RUU itu.
Ø  Konstitusi kita jelas tidak menganut ajaran Trias Politica Montesquie yang mengatakan bahwa di dalam suatu negara terdapat tiga kekuasaan yang terpisah satu sama lain.
Ø  KITA HANYA MENGANUT PEMBAGIAN KEKUASAAN / DISTRIBUTION OF POWER
Ø  Bukti pernyataan di atas :
1.       Presiden bersama dengan DPR membentuk Undang Undang (Pasal 20 ayat (2) UUD 1945)
2.       Di Indonesia, yang menjalankan fungsi legislatif ada di Presiden & DPR.
Ø  Yang perlu kita ketahui bersama adalah PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ADALAH RANAH LEGISLATIF (Artinya Presiden yang merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi menjalankan fungsi legislatif juga)
Ø  Montesquie membagi kekuasaan dalam negara menjadi :
a.       Kekuasaan Legislatif = Kekuasaan membentuk dan menetapkan ketentuan-ketentuan hukum
b.      Kekuasaan Eksekutif = Kekuasaan melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum
c.       Kekuasaan Yudikatif = Kekuasaan mengawasi penerapan ketentuan-ketentuan hukum dan menjatuhkan sanksi hukum bagi pelanggarnya.
Ø  Pemegang kekuasaan negara di Indonesia :
a.       Kekuasaan Legislatif = PRESIDEN dengan persetujuan DPR
b.      Kekuasaan Eksekutif = Presiden
c.       Kekuasaan Yudikatif = MA, Badan Peradilan di bawahnya, dan MK
Ø  Pemisahan kekuasaan ala Trias Politica Montesquie = Kekuasaan negara harus dipisah-pisahkan dan masing-masing dilakukan oleh organ tersendiri = Satu lembaga satu fungsi
Ø  Montesquie memandang bahwa fungsi dan organ itu ADALAH SAMA / IDENTIK
Ø  Kalau pemisahan kekuasaan, harusnya satu kekuasaan tidak akan mengambil wewenang kekuasaan lainnya (saling kedap).
Ø  Montesquie menganut pemisahan kekuasaan secara kedap karena kesal dengan sistem pemerintahan Perancis.
Ø  Sering kali dalam pemiasahan kekuasaan terjadi kebuntuan politik, akhirnya diciptakan Check & Balances (pertama kali diciptakan oleh AS)
Ø  Namun, Presiden TIDAK DAPAT DIKATAKAN SEBAGAI ORGAN KEKUASAAN LEGISLATIF, karena Presiden hanya memiliki fungsi legislasi (Pasal 5 ayat (1) UUD NRI 1945) (Suatu lembaga dikatakan sebagai organ kekuasaan legislatif jika memenuhi 4 unsur, yakni legislasi, budgeting, monitoring, dan approving)
Ø  MPR TIDAK BERWENANG MEMBENTUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (saat ini hanya berwenang membentuk peraturan internal saja)
Ø  Mahkamah Konstitusi (MK) telah menegaskan posisi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam proses pembahasan RUU bersama DPR dan Presiden (Dalam putusan bernomor 79/PUU-XII/2014, ditetapkan bahwa DPD DAPAT MENGAJUKAN RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden.)
Ø  PERATURAN LEMBAGA NEGARA DI LUAR EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF HARUSNYA HANYA MENGATUR INTERNAL MEREKA

Lembaga pemerintah di bidang peraturan perundang-undangan
Ø  Fungsi pemerintah : (Jellinek)
1.       Formil = Mengatur (umum, abstrak, terus menerus) dan mengurus (individual, konkret, sekali selesai)
2.       Materiil = Memerintah dan melaksanakan
Ø  Pemerintahan dalam arti luas (Van Vollenhoven) = Ketataprajaan, keamanan/kepolisian, dan PENGATURAN.
Ø  Oleh karenanya, Presiden yang memegang kekuasaan pemerintahan memiliki arti bahwa Presiden bertugas menyelenggarakan pemerintah termasuk juga pengaturan. Presiden dapat membentuk peraturan perundang-undangan yang diperlukan oleh karena Presiden juga merupakan PEMEGANG KEKUASAAN PENGATURAN.
Ø  Lembaga pemerintah = Lembaga di bidang eksekutif
Ø  Yang termasuk lembaga pemerintah : (SETELAH AMANDEMEN)
Layer 1
Presiden
TINGKAT PUSAT
Layer 2
Wakil Presiden
Layer 3
Para Menteri, Lembaga Pemerintah Non Kementrian / LPNK, Jaksa Agung, Kapolri (bertanggung jawab ke Presiden)
Layer 4
Kepala Daerah & DPRD (Pemerintahan Daerah)
TINGKAT DAERAH
Ø  Yang menjadi bawahan Presiden di daerah tidak hanya kepala daerah, namun juga DPRD. Makanya disebut Pemerintahan Daerah (BUKAN PEMERINTAH DAERAH !!! Karena kalau Pemda cuma refers to Kepala Daerah)
Ø  Yang termasuk lembaga pemerintah di bidang peraturan perundang-undangan :
1.       Presiden
2.       Para Menteri
3.       Lembaga Pemerintah Non Kementrian
4.       Dirjen
5.       Pemerintahan Daerah
Ø  Sumber kewenangan dari SELURUH LEMBAGA PEMERINTAH DI BAWAH PRESIDEN YANG BERWENANG MEMBENTUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN adalah dari DELEGASI KEWENANGAN.
Ø  Presiden :
a.       Sebagai kepala negara = Presiden (bersama DPR) berwenang membentuk UU
b.      Sebagai kepala pemerintahan = Presiden berwenang membentuk PP (Pasal 5 ayat (2) UUD), Perpu (Pasal 22 UUD), dan Perpres (Interpretasi dari Pasal 4 ayat (1) UUD)
Ø  Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 = Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. (Aturan ini hampir ada di konstitusi setiap negara yang lahir setelah perang dunia II)
Ø  PP lahir bisa karena diperintah secara eksplisit maupun implisit oleh suatu UU (yang penting tugas PP adalah menjelaskan UU)
Ø  Perpu dan PP sama-sama dibentuk oleh Presiden, namun :
a.       Fungsinya beda
1.       PP berfungsi untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya
2.       Perpu berfungsi dalam keadaan genting memaksa
b.      Sumber kewenangan
1.       PP dari delegasi kewenangan
2.       Perpu dari Atribusi Kewenangan
Ø  PERPU LAHIR KETIKA DITETAPKAN OLEH PRESIDEN (PENGESAHAN DPR SUPAYA PERPU ITU DIJADIKAN UU. OLEH KARENA ITU PERPU BERSIFAT SEMENTARA)
Ø  Alasan hadirnya Perpu :
1.       Ga ada Uunya (mengisi kekosongan hukum); atau
2.       Norma di UU tidak jelas
Ø  PERPU TIDAK BISA MENGGANTI SUATU PASAL / SUATU UU !!!
Ø  UU dan Perpu setingkat karena materi muatannya sama. Selain itu juga butuh persetujuan DPR untuk dapat diberlakukan
Ø  Perbedaan UU dan Perpu :
1.       UU berlaku permanen
2.       Perpu tidak berlaku permanen (kalau tidak disetujui DPR, maka tidak berlaku. Ketika disetujui DPR, maka langsung berubah menjadi UU)
Ø  Sebenarnya Dekrit Presiden tidak ada dasar hukumnya, namun publik nurut2 aja
Ø  Wakil Presiden :
1.       Pembantu Presiden (namun fungsinya tidak jelas karena tidak ada pengaturannya di konstitusi)
2.       TIDAK BERWENANG MEMBENTUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Ø  Maklumat Wapres pada 1946 harusnya tidak sah secara hukum karena Wapres tidak berwenang membentuk peraturan perundang-undangan, namun, waktu itu belum diatur definisi dari peraturan perundang—undangan dan hierarki peraturan perundangan-undangan. Selain itu maklumat presiden tidak dianggap salah oleh masyarakat (publik nurut2 aja).
Ø  Jenis-jenis menteri (SEBELUM AMANDEMEN) :
a.       Menteri Departemen / Menteri Teknis = Memiiki kekuasaan pembentukan peraturan perundang-undangan (kaarena mengurusi langsung masyarakat)
b.      Menteri Negara = Tidak memiliki kekuasaan pembentukan peraturan perundang-undangan (tidak mengurusi langsung masyarakat)
c.       Menteri Koordinatoor
Ø  Pemerintah melalui Peraturan Presiden No 47/2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, mengubah semua bentuk Departemen, Kantor Menteri Negara dan Kantor Menteri Koordinator menjadi Kementerian Negara.
Ø  Dengan Perpres 47/2009 itu, Pemerintah mengubah sebutan Departemen, Kantor Menteri Negara dan Kantor Menteri Koordinator menjadi Kementerian, yang terdiri dari tiga kantor Kementerian Koordinator, yaitu Kementerian Koordinator Bidang Polhukam, Kementerian Perekonomian, dan Kementerian Kesra.
Ø  Sudi Silalahi (Mantan Sekneg) = “penggantian nama ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas kerja di masing-masing kementerian. Kebijakan atau kegiatan yang tadinya tumpang tindih akan menjadi satu. Misalnya, ada satu fungsi yang sudah ada di kementerian ini dan sana, kita koordinasikan. Selain itu, digantinya nama departemen menjadi kementerian akan menghemat anggaran negara. Sebab, dengan digantinya nama itu akan mengurangi tumpang-tindih tugas antara departemen dan kementerian negara. ”
Ø  TIDAK ADA YANG NAMANYA PERATURAN MENTERI NEGARA
Ø  Namun, ketika Zaman Soeharto, beberapa menteri negara merangkap sebagai menteri departemen ( Ex : Menteri agraria merangkap sebagai kepala BPN. Sebagai menteri agraria, menteri itu tidak berhak membentuk peraturan perundang-undangan. Namun, sebagai kepala BPN, dia berhak membentuk peraturan perundang-undangan)
Ø  Sering kali muncul peraturan dengan judul “PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA / KEPALA BPN (INI SALAH BESAR KARENA SEBAGAI MENTERI NEGARA, DIA TIDAK BERHAK MENGELUARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN !!! HARUSNYA DIKSI “MENTERI NEGARA AGRARIA” DIHAPUS !!!)
Ø  Contoh LPNK = BPOM, BAREKRAF, BNP2TKI, dll
Ø  Setiap kepala LPNK memiliki kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan
Ø  YANG BENAR ADALAH KEPALA LPNK-LPNK !! (BUKAN KEPALA-KEPALA LPNK !!! Karena nanti seolah-olah kepala sebuah LPNK ada banyak)
Ø  Kepala Daerah berwenang membentuk peraturan perundang-undangan
Ø  Lembaga Non struktural / LNS = Berada di bawah Presiden namun tidak bertanggung jawab ke Presiden (dibilang di bawah Presiden karena ruh dari sistem presidensil adalah Presiden sebagai kepala Pemerintahan tertinggi, artinya tidak ada lembaga pemerintah setingkat Presiden).
Ø  LNS sejatinya tidak berwenang membentuk peraturan perundang-undangan, namun sekarang dalam prakteknya LNS memiliki kewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan (sumber kewenangannya adalah Atribusi Kewenangan)
Ø  Contoh LNS = Ombudsman, KONI, KOI, KPI, KPPU, dll

Materi Muatan /  Alasan Pembentukan
Ø  Materi muatan yang harus diatur dalam UU : (Pasal 10 UU 12/2011)
1.       Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD (baik eksplisit [Ex : Pasal 23 UUD] maupun penafsiran [Pasal 33 ayat (3) UUD]);
2.       Perintah suatu UU agar suatu materi diatur dengan UU;
3.       Pengesahan perjanjian internasional tertentu (Konvensi internasional baru bisa diimplementasikan di Indonesia jika sudah ada hukum positif (UU) yang menyatakan konvensi itu berlaku);
4.       Tindak lanjut atas putusan MK (Ex: UU 9/2009 yang cuma berumur 1 bulan karena dibatalkan seluruhnya oleh MK. Alasannya adalah dianggap liberalisasi pendidikan. MK lalu menyuruh membentuk UU baru yang materinya ada di UU 9/2009 itu); dan/atau
5.       Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat (Ex : UU Tipikor dan UU KPK, dimana di UUD tidak dibahas sama sekali soal korupsi).
Ø  Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang sama dengan materi muatan Undang-Undang. (Pasal 11 UU 12/2011)
Ø  Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya (Pasal 12 UU 12/2011). Oleh karena itu, satu PP hanya menjalankan satu UU (Ga mungkin satu PP menjalankan 2 / lebih UU sekaligus karena PP tidak mungkin lahir dari 2 induk)
Ø  Materi muatan PP adalah materi muatan yang diperintah UU untuk diatur dalam PP, termasuk halnya jika UU memberikan wewenang pada PP untuk memuat ketentuan pidana maka PP dapat memuat ketentuan pidananya (kalau tidak memberi wewenang, maka tidak boleh)
Ø  Materi muatan PP :
1.       TIDAK BOLEH MENGATUR MELEBIHI APA YANG DIATUR OLEH UU
2.       TIDAK BOLEH MENGATUR SUATU HAL YANG TIDAK PERNAH DIATUR OLEH UU
3.       TIDAK BOLEH MENGATUR SUATU HAL YANG BERTENTANGAN DENGN UU
Ø  Materi muatan Perpres : (Pasal 13 UU 12/2011)
1.       Menjalankan Peraturan Perundang-undangan di atasnya (materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah)
2.       Untuk menjalankan kekuasaan pemerintahan (Penafsiran dari Psal 4 ayat (1) UUD 1945 dan Konsep Pemerintah Jellinek [MENGATUR dan mengurus])
Ø  Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. (Pasal 14 UU 12/2011)
Ø  Materi muatan Peraturan Desa :
1.       Menjabarkan peraturan perundang-undangan di atasnya
2.       Mengatur perjalanan urusan pemerintahan desa

Pengetahuan umum
Ø  Norma hukum yang bersifat penetapan adalah norma yang keberlakuannya sekali selesai.
Ø  Keputusan :
a.       Dikeluarkan oleh eksekutif
b.      Sifatnya aktif (karena keputusan ada berdasarkan inisiatif pemerintah)
c.       Terbagi atas :
1.       Abstrak, umum, terus menerus (Ex : Keppres)
2.       Penetapan
Ø  Putusan :
a.       Dibentuk oleh yudikatif
b.      Sifatnya pasif (karena putusan ada kalau ada yang berperkara)
c.       Bersifat individual konkret
Ø  Dalam sistem parlementer, menteri bertanggung jawab kepada Perdana Menteri (tidak ada pembagian kekuasaan)
Ø  Ciri-ciri konstitusi Indonesia :
- Dapat diubah (tidak seperti Amerika yang dianggap sakral dan tidak bisa diubah)
- Gabungan pandangan barat dan timur
Ø  DPD tetap dikatakan sebagai lembaga negara yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan karena DPD bisa juga berinisiatif mengusulkan UU !! (Namun, posisi DPD lebih rendah dari DPR dalam kekuasaan pembentuk peraturan perundang-undangan)
Ø  BPK mensupport kerjanya DPR (Bagi DPR, BPK adalah supporting body DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan DPR. Bagi Presiden, BPK seolah DPA dalam hal keuangan negara)
Ø  Setelah amandemen, DPA dibubarkan
Ø  Pejabat setingkat menteri = Jaksa Agung, Kapolri,dll
Ø  Perbedaan kotamadya dan kabupaten = Dari aspek struktur pemerintahan, di wilayah kotamadya dibentuk kecamatan dan kelurahan, sementara di wilayah kabupaten terdapat kecamatan, kelurahan, dan DESA ATAU KAMPUNG ATAU GAMPONG.

CONTOH SOAL
?) Apakah ketika Perpu dikeluarkan oleh DPR pada 1 Januari, lalu terjadi pelanggaran terhadap Perpu itu pada 1 Februari dan memenuhi ketentuan pidana di Perpu itu, kemudian Perpu dicabut oleh DPR pada 1 April, apakah kejahatan itu bisa diproses berdasarkan Perpu itu ?
+) Tergantung pada ketentuan RUU Pencabut Perpu tersebut, apakah kejahatan itu bisa diproses berdasarkan Perpu itu atau tidak. Pasal 52 ayat (6) dan ayat (7) UU 12/2011 berbunyi:
(6) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (5), DPR atau Presiden mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
(7) Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mengatur segala akibat hukum dari pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.


Dari pasal-pasal di atas dapat kita ketahui bahwa secara hukum, DPR atau Presidenlah yang mengajukan Rancangan Undang-Undang ("RUU") tentang pencabutan PERPU. RUU YANG DIAJUKAN ITU MENGATUR SEGALA AKIBAT HUKUM DARI PENCABUTAN PERPU. Sebagai contoh dapat kita temui dalam UU No. 3 Tahun 2010 tentang Pencabutan PERPU No. 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 3/2010”). Pasal 3 UU a quo menyatakan bahwa, “Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pimpinan Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sampai dengan tanggal 4 Maret 2010 TETAP SAH DAN MENGIKAT. ”


Lukas 16 : 10 
"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar."

No comments:

Post a Comment