Sunday 4 December 2016

RANGKUMAN HUKUM ACARA PTUN – PASCA UTS

 *Catatan ini hanya sebagai pembantu dalam belajar dan bukan menjadi satu-satunya sumber dalam belajar. Sekiranya ini hanya sebagai reminder dan teman-teman bisa belajar dari sumber lain:) Saran dan komentar sangat terbuka untuk saya. Selamat Belajar :D

Pendahuluan
Ø  Pasal 53 UU 5 / 86 = SESEORANG ATAU BADAN HUKUM PERDATA yang merasa KEPENTINGANNYA DIRUGIKAN oleh suatu KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA dapat MENGAJUKAN GUGATAN TERTULIS kepada PENGADILAN YANG BERWENANG berisi tuntutan AGAR KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA YANG DISENGKETAKAN ITU DINYATAKAN BATAL ATAU TIDAK SAH, dengan atau tanpa disertai tuntutan gati rugi dan/atau rehabilitasi.
Ø  Syarat menjadi penggugat :
1.      Pribadi hukum / Pribadi kodrati
2.      Kepentingan dirugikan
3.      Oleh Keputusan TUN
Ø  Objek gugatan = Keputusan TUN = Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. (Pasal 1 (9) UU 51 / 09)
Ø  Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut DISAMAKAN DENGAN Keputusan Tata Usaha Negara (Pasal 3 UU 5 / 86)
Ø  Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu SEMBILAN PULUH HARI terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (Passal 55 UU 5 / 86)
Ø  Penghitungan hari jangka waktu pengajuan gugatan = Seluruh hari dihitung (termasuk hari besar). Kalau pada hari H adalah tangal merah / libur, maka jatuh ke hari ke-91.

Prosedur Hukum Acara PTUN
Ø  Persona Standi di Acara PTUN :
a.       Penggugat :
1.      Nama
2.      Kewarganegaraan
3.      Tempat Tinggal
4.      Pekerjaan
b.      Tergugat
1.      Nama Jabatan (BUKAN NAMA PRIBADI ORANGNYA !!!)
2.      Tempat Kedudukan (ALAMAT INSTANSI TEMPAT TERGUGAT KERJA!!)
3.      Alamat
Ø  Alasan Gugatan :
1.      KTUN bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
2.      KTUN bertentangan dengan asas-asas umum pemerintah yang baik
Ø  Tuntutan Gugatan :
1.      Menyatakan batal / tidak sah KTUN
2.      Mencabut KTUN
3.      Mencabut dan menerbitkan KTUN
4.      Ganti Rugi dan/atau rehabilitasi
Ø  Gugatan sengketa Tata Usaha Negara diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat. (Pasal 54 (1) UU 5 / 86)
Ø  Proses penerimaan berkas gugatan :
1.      Penggugat / kuasa menyerahkan berkas gugatan kepada Panitera
2.      Panitera meneliti berkas, taksir panjer ongkos perkara, dan menyerahkan berkas ke Panitera Muda
3.      Panitera Muda akan menerbitkan kwitansi panjer, mendaftar gugatan dalam buku besar induk perkara, memberi nomor register, melengkapi form yang diperlukan dan memasukkan ke dalam map. Lalu dengan buku ekspedisi, menyerahkan kembali berkas gugatan kepada Panitera.
Ø  Proses Pemeriksaan Gugatan :
1.      Tahap 1 = Penelitian Administrasi = Berkas di Panitera
2.      Tahap 2 = Dismissal Prosedur dan berbagai permohonan = Berkas di Kepala PTUN
3.      Tahap 3 = Pemeriksaan Persiapan = Berkas di Majelis Hakim
4.      Tahap 4 = Persidangan
Ø  Penelitian Administrasi = Tahap pertama untuk memeriksa gugatan yang masuk dan telah didaftar serta mendapat nomor register yaitu setelah Penggugat/kuasanya menyelesaikan administrasinya dengan membayar uang panjar perkara (dilakukan oleh Kepaniteraan).
Ø  Hal yang diperiksa dalam penelitian administrasi = Subjek gugatan, Persona Standi, objek gugatan, alasan gugatan, tenggang waktu menggugat, adakah upaya administrasi atau tidak, dan tuntutan gugatan.
Ø  Syarat sah panggilan :
1.      Memenuhi tenggat waktu pemanggilan = Jangka waktu antara pemanggilan dan hari sidang TIDAK BOLEH KURANG DARI ENAM HARI, kecuali dalam hal sengketa tersebut harus diperiksa dengan acara cepat (Pasal 64 (2) UU 5 / 86)
2.      Melalui pos tercatat / ada bukti resi = Panggilan terhadap pihak yang bersangkutan dianggap sah, apabila masing-masing telah menerima surat panggilan yang DIKIRIMKAN DENGAN SURAT TERCATAT. (Pasal 65 UU 5 / 86)
Ø  Dalam hal tergugat tidak hadir, sering kali dalam prakteknya yang dipakai adalah mekanisme Pasal 73 UU 5 / 86 [BUKAN PASAL 72 UU A QUO] (karena lama cuy mekanisme pasal 72 !!!)
Ø  Pengadilan memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara dengan TIGA orang Hakim (Pasal 68 UU 5 / 86) (Namun, dimungkinkan 5 orang hakim jika kasusnya besar / rumit. Yang penting ganjil)
Ø  Bukti Asas Dominus Litis (Hakim Dominan) dalam PTUN :
1.      Pasal 86 UU 5 / 86
2.      Pasal 107 UU 5 / 86 = HAKIM MENENTUKAN :
a.       apa yang harus dibuktikan
b.      beban pembuktian
c.       penilaian pembuktian
d.      Sahnya pembuktian, diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim.
Ø  Atas permintaan salah satu pihak, atau karena jabatannya, Hakim Ketua Sidang dapat memerintahkan seorang saksi untuk didengar dalam persidangan. (Pasal 86 (1) UU 5 / 86)
Ø  Apabila saksi tidak datang tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan meskipun telah dipanggil dengan patut dan Hakim cukup mempunyai alasan untuk menyangka bahwa saksi sengaja tidak datang, Hakim Ketua Sidang dapat memberi perintah supaya Saki dibawa oleh polisi ke persidangan. (Pasal 86 (2) UU 5 / 86)
Ø  Seorang saksi yang tidak bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan yang bersangkutan tidak diwajibkan datang di Pangadilan tersebut, tetapi PEMERIKSAAN SAKSI ITU DAPAT DISERAHKAN KEPADA PENGADILAN YANG DAERAH HUKUMNYA MELIPUTI TEMPAT KEDIAMAN SAKSI. (Pasal 86 (3) UU 5 / 86) = Hakim Pengadilan a quo bisa nitip pertanyaan ke pengadilan di domisili saksi yang diperiksa = Asas perbuatan demi memenuhi asas cepat, murah, sederhana = Tidak melanggar prinsip kompetensi relatif karena prinsip ini hanya dikenakan kepada para pihak.
Ø  Penggugat dapat mengubah alasan yang mendasari gugatan hanya sampai dengan REPLIK, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan tergugat, dan hal tersebut harus saksama oleh Hakim. (Pasal  75 (1) UU 5 / 86)
Ø  Tergugat dapat mengubah alasan yang mendasari jawabannya hanya sampai dengan DUPLIK, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan penggugat dan hal tersebut harus dipertimbangkan dengan saksama oleh Hakim. (Pasal 75 (2) UU 5 / 86)
Ø  Dasar Hukum Intervensi = Selama pemeriksaan berlangsung, SETIAP ORANG YANG BERKEPENTINGAN dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan maupun atas prakarsa Hakim, dapat masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara, dan bertindak sebagai : (Pasal 83 UU 5 / 86)
a.       pihak yang membela haknya; atau
b.      peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa.
Ø  Unsur Intervensi :
1.      Selama pemeriksaan berlangsung
2.      Setiap orang ybk
3.      Dlm sengketa pihak lain
Ø  Cara melakukan intervensi :
1.      Prakarsa Hakim
2.      Atas prakarsa sendiri
Ø  Macam-macam intervensi :
1.      Penggugat II Intervensi = memihak Pgt asal
2.      Tergugat II  Intervensi = memihak Tggt asal
3.      Penggugat Intervensi  = membela haknya
Ø  Alat bukti dalam PTUN = Surat, keterangan ahli, keterangan saksi, pengakuan para pihak, pengetahuan hakim (Pasal 100 (1) UU 5 / 86)
Ø  Di PTUN, kesemua alat bukti sama kuat (yang penting minimal 2 alat bukti). Hal ini berbeda dengan perdata, dimana alat bukti paling kuat adalah surat.
Ø  Proses acara biasa :
1.      Sidang terbuka untuk umum
2.      Ketua Majelis Hakim membacakan point/ atau bertanya kpd Tergugat apakah sdh paham isi gugatan
3.      Jawaban tergugat
4.      Replik – Duplik
5.      Pembuktian
6.      Kesimpulan
7.      Putusan
Ø  Pengajuan permohonan Prodeo bagi yang tidak mampu (Pasal 60-61 UU 5 / 86) :
1.      Ditujukan Permohonan kepada Kepala PTUN
2.      Gugatan + Permohonan Prodeo + Surat keterangan tidak mampu dari lurah / kepala desa
3.      Permohonan diperiksa sebelum pemeriksaan substansi perkara
4.      Penetapan permohonan berlaku dari tingkat pertama sampai akhir.
Ø  Apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak yang harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan permohonannya, penggugat dalam gugatannya dapat memohon kepada Pengadilan supaya pemeriksaan sengketa dipercepat. (Pasal 98 (1) UU 5 / 86)
Ø  Proses acara cepat : (Pasal 98 – 99 UU 5 / 86) :
1.      Gugatan disertai dengan permohonan acara cepat kepada Kepala PTUN dengan tenggat waktu 14 hari baginya untuk mengeluarkan penetapan diterima atau tidaknya permohonan.
2.      Tidak ada upaya hukum terhadap penetapan hakim.
3.      Jika penetapannya berupa penerimaan permohonan, Ketua Pengadilan dalam jangka waktu tujuh hari setelah dikeluarkannya penetapan  menentukan hari, tempat, dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan persiapan.
4.      Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian bagi kedua belah pihak, masing-masing ditentukan tidak melebihi empat belas hari.
5.      Hakimnya tunggal
Ø  Keuntungan acara cepat :
1.      Penggugat dapat kepastian benar / tidaknya gugatan
2.      Tergugat cepat tahu salah / benar secara hukum SK yang dia terbitkan
Ø  Kerugian acara cepat :
1.      Tidak ada intervensi
2.      Pembuktian kurang lengkap
Banding
Ø  Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat dimintakan pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. (Pasal 112 UU 5 / 86)
Ø  Prosedur Banding di PTUN :
1.      Permohonan diajukan dlm t.w 14 hr  setlh putusan diberitahukan secara sah
2.      Panitera mencatat dlm daftar perkara  (register banding)
3.      Dlm wkt 7 hr diberitahu kpd pihak terbanding
4.      Paling lambat 30 hr sesdh permohonan banding dicatat, panitera memberith kepd pihak utk mempelajari berkas dlm t.w 30 hr setlh  menerm pembrthan banding
5.      Berkas dikrm ke PTUN  selambatnya 60 hr sesdh pernyataan banding
Ø  Memori banding tidak wajib (otomatis kontra memori banding tidak wajib juga karena kontra memori banding ga mungkin ada kalau memori bandingnya aja ga ada).
Kasasi
Ø  Terhadap PUTUSAN TINGKAT TERAKHIR Pengadilan dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung (Pasal 131 (1) UU 5 / 86)
Ø  Acara pemeriksaan kasasi dilakukan menurut ketentuan Undang undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. (Pasal 131 (2) UU 5 / 86)
Ø  Alasan kasasi :
A.      Hakim tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
B.      Hakim salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
C.      Hakim lalai  memenuhi  syarat-syarat  yang  diwajibkan  oleh  peraturan  perundang- undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Ø  Prosedur Kasasi Putusan PTUN :
1.      Permohonan disiapkan 14 hari setelah putusan banding diterima para pihak
2.      Panitera mencatat dalam daftar perkara (Register Kasasi)
3.      Dalam waktu 7 hari diberitahu kepada pihak lawan
4.      Memori kasasi dalam waktu 14 hari sesudah pernyataan kasasi harus dalam Panitera PTUN
5.      Kontra memori kasasi  selambatnya 14 hr sesdh dispkan  memori kasasi hrs  sdh ditrm  panitera PTUN utk dispkan  pd lawannya
6.      Dlm wkt 30 hr sesdh permohonan kasasi diajukan berkas  kasasi berupa bundel A & B dikirim ke MA
Peninjauan Kembali
Ø  Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. (Pasal 132 (1) UU 5 / 86)
Ø  Acara pemeriksaan peninjauan kembali dilakukan menurut ketentuan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. (Pasal 132 (2) UU 5 / 86).
Ø  Prosedur PK Putusan PTUN :
1.      Permohonan  dlm wkt 180 hr sejak  pts berkekuatan hk tetap pr pihak  dpt mengajukan
2.      Panitera mencatat dlm daftar perkara dan register PK
3.      Dlm wkt 14 hr Panitera memberth pihak lawan
4.      Alasan PK selambatnya 30 hr sejak pernyataan PK  hrs sdh ditrm  Panitera utk  dispkan kpd pihak lawan
5.      Dlm  wkt 30 hr stlh penrman berkas PK, bundel A & B sdh hrs dikrm  ke MA

Eksekusi
Ø  Putusan dalam musyawarah majelis yang dipimpin oleh Hakim Ketua Majelis merupakan hasil permufakatan bulat, kecuali jika setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai permufakatan bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak. (Pasal 97 (3) UU 5 / 86)
Ø  Apabila dalam musyawarah majelis berikutnya tidak dapat diambil suara terbanyak, maka suara terakhir Hakim Ketua Majelis yang menentukan. (Pasal 97 (5) UU 5 /86) = Ada posibilitas tidak dapat diambil suara terbanyak karena dimungkinkan hakim untuk abstain / reverte / belum dapat memutuskan.
Ø  Putusan yang bisa dieksekusi :
1.      Berkekuatan hukum tetap (Pasal 115 UU 5 / 86) (Syarat ini bisa dikecualikan jika ada permintaan penghentian sementara)
2.      Bersifat condemnatoir
Ø  Belum BHT jika masih ada banding, kasasi, dan Perlawanan.
Ø  Sifat-sifat putusan :
1.      putusan condemnatoir adalah putusan yang bersifat menghukum pihak yang kalah untuk memenuhi prestasi. Hak perdata penggugat yang dituntutnya terhadap tergugat, diakui kebenarannya oleh hakim. Amar putusan selalu berbunyi “Menghukum .... dan seterusnya”
2.      putusan constitutief adalah putusan yang menciptakan suatu keadaan hukum yang baru. Misalnya, putusan yang membatalkan suatu perjanjian, menyatakan pailit, memutuskan suatu ikatan perkawinan, dan sebagainya. Amar putusan berbunyi : “Menyatakan ... dan seterusnya.”
3.      putusan declaratoir adalah putusan yang menyatakan suatu keadaan sebagai suatu keadaan yang sah menurut hukum. Misalnya, perjanjian antara penggugat dan tergugat dinyatakan sah menurut hukum dan sebagainya. Amar putusannya selalu berbunyi : “Menyatakan ... sah menurut hukum.”
Ø  Dari ketiga putusan akhir tersebut diatas, putusan yang memerlukan pelaksanaan (executie) hanyalah putusan akhir yang bersifat condemnatoir, sedangkan putusan akhir lainya hanya mempunyai kekuatan mengikat.
Ø  Struktur Putusan
a.       Irah-irah
b.      Persona Standi
c.       Posita
d.      Petitum
e.       Jawaban
f.       Bukti, Keterangan Saksi, Keterangan Ahli
g.      Pertimbangan Hukum
h.      Amar Putusan
Ø  Putusan Pengadilan dapat berupa : (Pasal 97 UU 5 / 86)
a.      gugatan ditolak = memperkuat keputusan badan atau pejabat administrasi Negara = penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalil yang menyatakan dia dilanggar = Jawaban tergugat sedemikian bagusnya
b.      gugatan dikabulkan = Tidak membenarkan keputusan badan atau pejabat administrasi negara, baik seluruhnya atau sebagian.
c.       gugatan tidak diterima = Gugatan tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.
d.      gugatan gugur = (para) pihak atau (para) kuasanya, kesemuanya tidak hadir pada persidangan yang telah ditentukan dan telah dipanggil secara patut.
Ø  Dalam hal penggugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan pada hari pertama dan pada hari yang ditentukan dalam panggilan yang kedua tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, meskipun setiap kali dipanggil dengan patut, GUGATAN DINYATAKAN GUGUR dan penggugat harus membayar biaya perkara. (Pasal 71 (1) UU 5 / 86)
Ø  Dalam hal gugatan gugur, PENGGUGAT BERHAK MEMASUKKAN GUGATANNYA SEKALI LAGI sesudah membayar uang muka biaya perkara. (Pasal 71 (2) UU 5 / 86) (Namun kalaauu mau diajukan lagi, maka tenggat waktu pengajuannya berkurang. Hal ini karena 90 hari dihitung SEJAK KTUN KELUAR [BUKAN SEJAK GUGATAN AWALNYA GUGUR])
Ø  Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan Pengadilan tersebut DAPAT DITETAPKAN KEWAJIBAN YANG HARUS DILAKUKAN oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara. (Pasal 97 (8) UU 5 / 86) = Bukti bahwa Putusan PTUN bersifat condemnatoir, karena bisa “memaksa” pejabat TUN melakukan sesuatu.
Ø  Salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari. (Pasal 116 (1) UU 5 / 86) = PTUN memakai pak pos (BUKAN PETUGAS PENGADILAN) untuk mengirimkan salinan putusan pengadilan
Ø  Jenis-jenis eksekusi dalam UU PTUN :
a.       UU 5 / 86 = Eksekusi Otomatis dan Hierarkis
b.      UU 51 / 09 = Eksekusi Otomatis dan Upaya Paksa
Ø  Eksekusi Otomatis = Dalam hal empat bulan setelah putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dikirimkan tergugat tidak melaksanakan kewajibannya mencabut Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan, maka Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu TIDAK MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM LAGI. (Pasal 116 (2) UU 5 / 86 dan Pasal 116 (2) UU 51 / 09)
Ø  Eksekusi Hierarkis : (Pasal 116 (3-6) UU 5 / 86)
1.      Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya mencabut Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru atau penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3 (Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, MAKA HAL TERSEBUT DISAMAKAN DENGAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA), dan kemudian setelah tiga bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakannya, maka penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan agar Pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan Pengadilan tersebut.
2.      Jika tergugat masih tetap tidak mau melaksanakannya, Ketua Pengadilan mengajukan hal ini KEPADA INSTANSI ATASANNYA MENURUT JENJANG JABATAN.
3.      Dalam hal instansi atasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), tidak mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), maka Ketua Pengadilan MENGAJUKAN HAL INI KEPADA PRESIDEN SEBAGAI PEMEGANG KEKUASAAN PEMERINTAH TERTINGGI UNTUK MEMERINTAHKAN PEJABAT TERSEBUT MELAKSANAKAN PUTUSAN PENGADILAN TERSEBUT.
Ø  Eksekusi Upaya Paksa = Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif. (Pasal 116 (4) UU 51 / 09)
Ø  Kewajiban tergugat yang kalah dapat disertai pembebanan ganti rugi. (Pasal 97 (10) UU 5 / 86) = Namun nominalnya dibatasi maksimal 5 juta = Jika meminta ganti rugi di PTUN, maka tidak bisa minta ganti rugi lagi di PN secara perdata.
Ø  Dalam hal putusan Pengadilan menyangkut kepegawaian, maka di samping kewajiban tergugat, dapat disertai pemberian rehabilitasi (Pasal 97 (11) UU 5 / 86) = Rehabilitasi hanya bisa terhadap PNS.
Ø  Contoh Amar putusan yang sempurna :
1.      Mencabut kTUN yg digugat (ps 97 ayat 9 hrf a UU 5 / 86)
2.      Pelaksanaannya: sesuai ketentuan Ps 116 ayat (1) dan (2) UU 5 /86
Ø  Contoh Amar putusan yang tidak sempurna :
1.      Bilama  kewajiban sbgmn tsb  ps 97 ayat (11) UU 5 /86 tdk dpt dilaksanakan  dgn  sempurna  krn “perubahan keadaan”
2.      Pelaksanaannya: sesuai Ps 117 ayat (1-6) UU 5 / 86
AAUPB
Ø  Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik = AAUPB = Asas-Asas Umum Pemerintahan yang layak
Ø  AAUPB dapat disamakan dengan “itikad baik” dalam hukum perdata, “tiada pidana tanpa kesalahan” dalam hukum pidana, dan “audi alteram partem” dalam hukum acara.
Ø  AAUPB di Indonesia :
1.      Asas Kepastian Hukum = Asas kepastian hukum memiliki dua aspek, yang satu lebih bersifat hukum material, yang lain bersifat formal. Aspek hukum material terkait erat dengan asas kepercayaan. Sedangkan aspek yang bersifat formal terkait pada keputusan-keputusan yang menguntungkan, dan harus disusun dengan kata-kata yang jelas.
2.      Asas keseimbangan = Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian atau kealpaan seorang pegawai. Asas ini menghendaki pula adanya kriteria yang jelas mengenai jenis-jenis atau kualifikasi pelanggaran atau kealpaan yang dilakukan seseorang sehingga memudahkan penerapannya dalam setiap kasus yang ada dan seiring dengan persamaan perlakuan serta sejalan dengan kepastian hukum.
3.      Asas kesamaan dalam mengambil keputusan  =  Asas ini menghendaki agar badan pemerintah mengambil tindakan yang sama (dalam arti tidak bertentangan) atas kasus-kasus yang faktanya sama.
4.      Asas bertindak cermat =  Asas ini menghendaki agar pemerintah atau administrasi bertindak cermat dalam melakukan aktivitas penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi warga negara.
5.      Asas motivasi untuk setiap keputusan = Asas ini menghendaki agar setiap keputusan badan-badan pemerintahan harus mempunyai motivasi atau alasan yang cukup sebagai dasar dalam menerbitkan keputusan dan sedapat mungkin alasan atau motivasi itu tercantum dalam keputusan.
6.      Asas larangan mencampuradukkan kewenangan = Asas tidak mempercampuradukkan ini menghendaki agar pejabat tata usaha negara tidak menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain selain yang telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau menggunakan wewenang yang melampaui batas.
7.      Asas Permainan yang Layak (fair play) = Asas ini menghendaki agar warga negara diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencari kebenaran dan keadilan serta diberi kesempatan untuk membela diri dengan memberikan argumentasi-argumentasi sebelum dijatuhkannya putusan administrasi. Asas ini juga menekankan pentingnya kejujuran dan keterbukaan dalam proses penyelesaian sengketa tata usaha negara.
8.      Asas perlindungan atas pandangan hidup = Asas ini menghendaki agar pemerintah melindungi hak atas perlindungan pribadi setiap pegawai negeri dan juga tentunya hak kehidupan pribadi setiap warga negara, sebagai konsekuensi negara hukum demokratis yang menjujung tinggi dalam melindungi hak asasi setiap warga negara.
9.      Asas Kebijaksanaan = Asas ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya diberi kebebasan dan keleluasaan untuk menerapkan kebijaksanaan Tanpa harus terpaku pada peraturan perundang-undangan formal.
10.  Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum = Asas ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan kepentingan umum yakni kepentingan yang mencangkup semua aspek kehidupan orang banyak
Ø   Dasar hukum AAUPB :
1.      Pasal 53 ayat (2) UU 9 / 04
2.      Pasal 1 (17) UU 30/14
3.      Pasal 10 UU 30/14
Kepentingan Umum
Ø  Kepentingan Umum : (Peneliti UGM)
a.       Memelihara kepentingan umum, yang khusus mengenai kepentingan negara (Ex : Pertahanan dan Keamanan)
b.      Memelihara kepentingan umum dalam arti memelihara kepentingan bersama warga negara (Ex : Persediaan Sandang pangan, perumahan, kesejahteraan sosial)
c.       Memelihara kepenttingan bersama yang tidak seluruhnya dapat dilakukan oleh warga negara dalam bentuk bantuan negara (Ex : Pendidikan dan kesehatan)
d.      Memelihara kepentingan perseorangan yang tidak seluruhnya dapat diselenggarakan warga dalam bentuk bantuan negara adakalanya negara memelihara seluruh kepentingan perorangan.
Ø  Nilai dasar Hukum Administrasi Negara :
1.      Lawfulness = Birokrat harus bekerja sesuai dengan UU (namun birokrat tidak bisa menolak pekerjaan dengan dalih tidak ada dasar peraturan perundang-undangan / birokrat tidak boleh menolak tugas. Disinilah diskresi diperlukan)
2.      Fairness = Melayani dengan adil tanpa membedakan SARA
3.      Rationality = Rasional
4.      Opennes = Transparan
5.      Efficiency = Kalau bisa cepat, kenapa diperlama ?
Ø  Pembuat Keputusan :
1.      Fair, transparent, lawfulness
2.      Accountable
3.      Non Arbitrary
4.      To Protect the right & interest of citizen
Maladministrasi
Ø  Maladministrasi :
- Gagalnya aparatur pemerintah dalam melakukan tugas / sesuatu yang seharusnya dilakukan tapi tidak dilakukan (UU Ombudsman 7 / 2008)
- Suatu diantara tugas ombudsman melakukan investigasi, karena warga kecewa terhadap hasil tuntutan formal dan lembaga peradilan
Ø  Penyebab maladministrasi :
1.      Kegagalan, dalam hal :
a.       mengikuti prosedur
b.      menyediakan informasi
c.       membuat kompilasi dan memelihara catatan / arsip
d.      memutus dengan cara yang benar
e.       investasi
f.       mempertimbangkan tindakan yang mungkin dapat dilakukan
2.      Kekeliruan
3.      Lambat bertindak
4.      Ingkar janji
5.      Memperlakukan warga / konsumen secara tidak jujur / adil
6.      Antar departemen / korporasi terjadi kendala dalam menunjuk penghubung yang layak
Pengetahuan Umum
Ø  Keputusan yang sudah ditetapkan tidak dapat ditunda pelaksanaannya, kecuali jika berpotensi menimbulkan  kerugian negara; kerusakan lingkungan hidup; dan/atau  konflik sosial. (Pasal 65 (1) UU 30 / 14)
Ø  Penundaan Keputusan dapat dilakukan OLEH Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan dan/atau Atasan Pejabat (Pasal 65 (2) UU 30/14)
Ø  Penundaan Keputusan dapat dilakukan BERDASARKAN Permintaan Pejabat Pemerintahan terkait atau Putusan Pengadilan. (Pasal 65 (3) UU 30/14)
Ø  Ombudsman :
- Tidak dapat melakukan investigasi terhadap mutu keputusan
- Yang dapat dilakukan adalah investigasi terhadap prosedur yang dilakukan aparatur pemerintah.
Ø  A.n / Atas Nama dalam beschikking terjadi jika kepada pejabat tertentu didelegasikan wewenang resmi secara umum
Ø  U.p / Atas Perintah dalam beshikking terjadi bila atasan memerintahkan bawahannya untuk melakukan sesuatu :
a.       Tanggung jawab ekstern pada pemberi perintah
b.      Tanggung jawab intern pada pihak yang diperintah kepada pihak yang memberi perintah
Ø   Untuk Beliau dalam beshikking terjadi bila kepada pejabat berdasarkan kewenangan delegasi untuk urusan tertentu yang menjadi tugasnya (Ex : Urusan kepegawaian)
a.       Tanggung jawab ekstern pada pihak pemberi wewenang
b.      Tanggung jawab intern pada pihak penerima wewenang terhadap pemberi wewenang.



Yakobus 5 : 16 = Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.

No comments:

Post a Comment