Tuesday 17 May 2016

RANGKUMAN HUKUM ACARA PIDANA - PASCA UTS

*Catatan ini hanya sebagai pembantu dalam belajar dan bukan menjadi satu-satunya sumber dalam belajar. Sekiranya ini hanya sebagai reminder dan teman-teman bisa belajar dari sumber lain:) Saran dan komentar sangat terbuka untuk saya. Selamat Belajar :D

REMINDER

Ø  Perbedaan acqusatoir dan inquisitoir :
a.      Adversarial Acqusatoir :
- Berlaku di Common Law
- Intime Conviction
- Due procces of Law = Kemerdekaan hakim menilai alat bukti
- Unlimited but admissible evidence
- Asal = Code Napoleon
b.      Inquisitoir :
- Berlaku di Civil Law
- Conviction Raisonee
- Crime Control Model
- Pembatasan alat bukti yang sah (Limitation of Legal Evidence)
- Asal = Code D’ Instruction Criminele
Ø  Sistem peradilan pidana Indonesia :
- Pembatasan alat bukti yang sah (hanya 5 jenis alat bukti yang diakui) (Pasal 184 KUHAP)
- Diadopsi dari HIR / Code d’instruction Criminele

PEMERIKSAAN

Ø  Pemeriksaan =
Ø  Macam-macam acara pemeriksaan :
a.      Biasa
b.      Singkat = Untuk perkara di luar Pasal 205 KUHAP dan Pembuktian serta penerapan hukumnya rendah serta sifatnya sederhana (Pasal 203 ayat (1) KUHAP)
c.       Cepat = Untuk kasus tindak pidana ringan dan pelanggaran lalu lintas
Ø  Pasal 203 KUHAP ayat (1) = Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205 dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
Ø  Ciri-ciri pemeriksaan singkat : (Pasal 203 ayat (3) KUHAP)
- Penuntut tidak membuat surat dakwaan
- Hakim dapat meminta PU untuk medapat keterangan tambahan
- Hakim membuat surat yang memuat amar putusan tersebut
- Isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam acara biasa.
Ø  Prinsip peradilan pidana :
- Terbuka untuk umum (namun ada pengecualian terhadap beberapa perkara seperti perkara perceraian, perkara asusila, dan perkara anak)
- Terdakwa wajib hadir
- Ketua sidang memimpin pemeriksaan
- Langsung dan lisan (memakai teleconfrence termasuk langsung dan lisan)
- Pemeriksaan secara bebas
- Lebih dulu mendengar keterangan saksi (Pertama saksi korban, kedua saksi pelapor (Jika delik aduan), dan seterusnya)
Ø  Proses ajudikasi perkara pidana :
1.      Pembacaan surat dakwaan
2.      Eksepsi / keberatan
3.      Tanggapan atas eksepsi
4.      Putusan sela (tidak wajib)
5.      Pembuktian
6.      Requisitor / Surat tuntutan
7.      Pledoi / Pembelaan
8.      Replik Duplik
9.      Putusan
Ø  Proses pembacaan surat dakwaan :
1.      JPU, PH, dan Panitera siap sedia
2.      Majelis Hakim masuk ke ruang sidang
3.      PU Memanggil terdakwa masuk
4.      Pemeriksaan identitas terdakwa
5.      Hakim menjelaskan dengan sederhana dan mudah dimengerti tentang duduk perkara kepada terdakwa
Ø  Struktur tuntutan :
a.      Pendahuluan
b.      Opening Statement
c.       Fakta Persidangan
d.      Analisa Fakta
e.      Analisa Yuridis
f.        Kesimpulan
g.      Permohonan
Ø  Eksepsi bisa diajukan oleh : (hanya boleh salah satu / tidak boleh dua2nya) (Pasal 156 KUHAP)
1.      Terdakwa, atau
2.      Penasehat Hukum
Ø  Alasan eksepsi :
- Dakwaan tidak dapat diterima
- Dakwaan batal demi hukum / harus dibatalkan
- Pengadilan tidak berwenang mengadili
Ø  Macam-macam alasan dalam eksepsi :
1.      Obscuurlibel = Surat gugatan tidak jelas
2.      Error in persona = dakwaan/gugatan tersebut dialamatkan kepada orang yang salah.
3.      Premptoir = eksepsi yang menghalangi dikabulkannya gugatan,  ex : daluarsa
4.      Litispenendita = gugatan yang diajukan sama dengan perkara yang sedang diperiksa oleh pengadilan
5.      Perkara yang diajukan Bukan Tindak Pidana
6.      Premateur = Ada faktor hukum yang menangguhkan tuntutan tersebut
7.      UU Tidak tepat
Ø  Putusan sela dapat diputus setelah tanggapan dari JPU / bersama-sama dengan putusan akhir
Ø  Proses pembuktian :
Ø  Pasal 160 KUHAP =
a. Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum; 
b. Yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi; 
c. Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut. 
(2) Hakim ketua sidang menanyakan kepada saksi keterangan tentang nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan, selanjutnya apakah ia kenal terdakwa sebelum terdakwa melakukan perbuatan yang menjadi dasar dakwaan serta apakah ia berkeluarga sedarah atau semenda dan sampai derajat keberapa dengan terdakwa, atau apakah ia suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau terikat hubungan kerja dengannya. 
(3) Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang  sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya. 
(4) Jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberi keterangan
Ø  Syarat saksi yang bisa memberikan keterangan di persidangan :
1.      Tidak boleh ada hubungan darah dengan Penggugat / tergugat
2.      Bukan sebagai pegawai atau mantan pegawai dari penggugat / tergugat
3.      Memberi keterngan di bawah sumpah / janji
Ø  Struktur pembelaan / pledoi :
1.      Pendahuluan
2.      Fakta Persidangan
3.      Analisa fakta
4.      Analisa yuridis
5.      Permohonan :
a.      Bebas (terbukti tidak bersalah)
b.      Lepas dari segala tuntutan (ada alasan pembenar / pemaaf)
c.       Clemency (memohon untuk diringankan)
Ø  Struktur putusan :
a.      Kepala Putusan, setiap putusan pengadilan harus  mempunyai kepala putusan  yang berbunyi :  “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan  Yang Maha Esa” (Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004). Kepala putusan memiliki kekuatan eksekutorial kepada putusan pengadilan. Pencantuman kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan  Yang Maha Esa” dalam putusan pengadilan oleh pembuat Undang-Undang  juga dimaksudkan agar hakim selalu menginsafi, bahwa karena sumpah jabatannya ia tidak hanya bertanggung jawab pada hukum, diri sendiri, dan kepada rakyat, tetapi juga bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa (Penjelasan Umum angka 6 UU No.14/1970) .
b.      Identitas pihak-pihak yang berperkara, dalam putusan pengadilan identitas pihak penggugat, tergugat dan turut tergugat harus dimuat secara jelas, yaitu nama, alamat, pekerjaan, dan sebagainya serta nama kuasanya kalau yang bersangkutan menguasakan kepada orang lain.
c.       Pertimbangan (alasan-alasan), dalam putusan pengadilan terhadap perkara perdata terdiri atas 2 (dua) bagian, yaitu :
1.      Pertimbangan tentang duduk perkaranya (feitelijke gronden), adalah bukan pertimbangan dalam arti sebenarnya, oleh karenanya pertimbangan tersebut hanya menyebutkan apa yang terjadi didepan pengadilan. Seringkali dalam prakteknya gugatan penggugat dan jawaban tergugat dikutif secara lengkap, padahal dalam Pasal 184 HIR/Pasal 195 RBg menentukan bahwa setiap putusan pengadilan dalam perkara perdata harus memuat ringkasan gugatan dan jawaban dengan jelas.
2.      Pertimbangan tentang hukumnya (rechtsgronden), adalah pertimbangan atau alasan dalam arti yang sebenarnya, pertimbangan hukum inilah yang menentukan nilai dari suatu putusan pengadilan, yang penting diketahui oleh pihak-pihak yang berperkara dan hakim yang meninjau putusan tersebut dalam pemeriksaan tingkat banding dan tingkat kasasi
d.      Amar Putusan, dalam gugatan penggugat ada yang namanya petitum, yakni apa yang dituntut atau diminta supaya diputuskan oleh hakim. Jadi Amar putusan (diktum) itu adalah putusan pengadilan merupakan jawaban terhadap petitum dalam gugatan penggugat.

PEMBUKTIAN

Ø  Sistem / Teori Pembuktian :
a.      Positieve Wettelijk Bewijs Theory :
- Normatif berdasar alat bukti saja
- Tidak perlu keyakinan hakim
- Ex : Dalam perkara Kakek 70 tahun dituntut perkosa gadis 17 tahun, bila alat bukti sudah terpenuhi, maka kakek dianggap bersalah walaupun hal ini tidak masuk di akal sehat
b.      Intime Conviction :
- Keyakinan hakim berdasar alat bukti yang sah
- Unlimited Hut Admissible = Keyakinan hakim tidak terbatas / luas, namun tetap berdasar alat bukti yang sah
c.       Conviction La Rasionee :
- Pertimbangan hakim berdasar hanya kepada Pertimbangan hakim yang logis
d.      Negatieve Wettelijk Bewijs Theory :
- 2 alat bukti yang sah ditambah keyakinan hakim
- Ex : Indonesia (Dasar hukum : Pasal 183 KUHAP = Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.  )
Ø  Dasar menetapkan tersangka / terdakwa bersalah :
a.      Saat penyidikan = Keyakinan penyidik
b.      Saat Pra penuntutan = Keyakinan Penyidik
c.       Saat Persidangan = Keyakinan Hakim
Ø  Isi berkas perkara adalah kesalahan terdakwa membuat hakim tidak netral (seolah JPU melakukan brainwash ke hakim untuk menjatuhkan hukuman kepada terdakwa)
Ø  Beban pembuktian :
a.      Siapa yang mendalilkan, dia yang membuktikan
b.      Dalam kasus pidana
Ø  Jenis beban-beban pembuktian :
a.      Beban pembuktian biasa
b.      Beban pembuktian berimbang / terbatas
c.       Pembalikan beban pembuktian = Reversal Burden of Proof = Shifting the burden of proof
Ø  Beban pembuktian di Indonesia :
1.      Pasal 12B UU 20 / 2001 =Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
2.      Penjelasan UU PTPK = (JPU aktif dalam membuktikan dakwaannya dan terdakwa juga dibebani pembuktian) = Pembuktian berimbang
3.       Pasal 35 UU Tindak Pidana Pencucian Uang = Terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaan bukan merupakan hasil tindak pidana” (Pembalikan beban pembuktian)
Ø  Money Laundring Scheme :
Ø  Skema sidang pembuktian :
Ø  Barang bukti :
-          Merujuk kepada pendapat para sarjana & KUHAP
-          Hubungan barang bukti dengan alat bukti = Barang bukti pendukung data formil
-          Kategori :
a.      Barang bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana (Ex : Pisau)
b.      Barang bukti yang digunakan untuk membantu melakukan tindak pidana (Ex : Pistol yang digunakan untuk mengancam saja)
c.       Barang bukti yang tercipta oleh suatu tindak pidana (Ex : Ijazah palsu)
d.      Barang bukti yang merupakan tujuan suatu tindak pidana (Ex : Uang curian)
e.      Informasi dalam arti khusus
Ø  Saksi = orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. 
Ø  Syarat sah saksi :
a.      Formil : (Pasal 160 KUHAP dan Pasal 171 KUHAP)
b.      Materiil : (Pasal 1 butir 26 dan butir 27 KUHAP)
Ø  Pengecualian saksi :
1.      Absolut = Yang boleh diperiksa untuk memberi.keterangan tanpa sumpah ialah:
a. anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin;
b. orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali.   (Pasal 171 KUHAP)
2.      Relatif = Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar katerangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:
a. keluarga sedarah atau semanda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa; 
b. saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena parkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga; 
c. suami atau isteri terdakwa maupun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa. (Pasal 168 KUHAP jo Pasal 169 dan 170 KUHAP)
Ø  Macam-macam saksi :
1.      Saksi A Charge
2.      Saksi Ade Charge  
3.      Saksi Korban
4.      Saksi Pelapor  
5.      Saksi Mahkota  
6.      Saksi berantai  
7.      Saksi T. Auditu = Saksi yang mendengar kejadian pidana dari saksi lain
8.      Whistle Blower = Saksi khusus
9.      Saksi verbal / lisan  
Ø  Saksi berantai :
- Dasar hukum  = Pasal 185 ayat (4) KUHAP = Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.
- Suatu Tindak Pidana dengan beberapa saksi
- Beberapa Tindak Pidaa dengan beberapa saksi
Ø  Di common law, saksi dan korban dibedakan (kalau di Indonesia korban dianggap sebagai saksi korban)
Ø  Justice Collaborator = salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.
Ø  Keterangan saksi tidak bisa berdasarkan pemikiran / opini saksi tersebut (Pasal 185 ayat 5 KUHAP)
Ø  Pasal 185 ayat (6) KUHAP = Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan: 
a.      persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
b.      persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
c.       alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu;
d.      cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya;
Ø  Pasal 185 ayat (7) KUHAP = Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain. (sifatnya menambahkan / bukan melengkapi)
Ø  State Obligation = Setiap warga negara memiliki kewajiban menjadi saksi jika dipanggil secara sah untuk menjadi saksi (Pasal 170 KUHAP)
Ø  Keterangan saksi melalui teleconference masih diperdebatkan (namun cara ini diakui oleh beberapa UU khusus seperti UU Pemberantasan Terorisme, UU Perlindungan Saksi & Korban, dll)
Ø  Nulus Testis Ulus Testis = Satu saksi bukanlah saksi (Pasal 185 ayat (2) KUHAP)
Ø  Saksi yang pertama kali memberikan keterangan di persidangan adalah saksi korban
Ø  Advokat memiliki hak untuk tidak mengungkapkan rahasia kliennya (kecuali jika kliennya yang menyuruh untuk membuka rahasia, maka tidak ada alasan si advokat untuk menutup-nutupi rahasia tersebut)
Ø  Saat agenda persidangannya adalah mendengarkan keterangan ahli, maka ahli dari JPU dulu yang memberikan keterangan, baru selanjutnya ahli dari PH
Ø  Perihal pendampingan saksi oleh kuasa hukum :
- Tidak diatur di KUHAP
- Dalam UU Advokat, pengacara dapat mendampingi di setiap proses peradilan
- Di PK Kapolri, diatur bahwa saksi boleh didampingi PH

UPAYA HUKUM

Ø  Macam-macam produk hukum hakim :
a.      Penetapan:
§  Sifatnya Mengatur / Administratif, misalnya: KPN menunjuk Majelis, Penetapan Hari Sidang
§  Sifatnya Yudikatif, misalnya: Putusan sela, penentuan perwalian, atau ahli waris.
b.      Putusan / Vonis: Sifatnya mengakhiri perkara (walaupun masih ada upaya hukum).
Ø  Macam-macam isi putusan :
1.      Menghukum.
2.      Membebaskan = Apa yang didakwakan tidak terbukti atau kurang terbukti.  Dalam Hukum pidana, kurang terbukti disamakan dengan tidak terbukti.  (Asas In Dubio Proreo: Bila hakim ragu-ragu, hakim lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah, daripada menghukum 1 orang tidak bersalah.)
3.      Melepaskan, bila :
a.      Apa yang didakwakan terbukti, tetapi subyeknya tidak dapat dipertanggungjawabkan jiwanya secara hukum.
b.      Apa yang dirumuskan dalam dakwaan ternyata telah berubah sifatnya, bukan lagi tindak pidana. 
c.       Terdapat alasan pemaaf (misalnya overmacht), atau pembenar (misalnya seorang pejabat memasuki rumah milik orang lain dalam menjalankan tugas.)
Ø  Hubungan putusan dan upaya hukum :
1.      Putusan verstek, upaya hukumnya verzet / perlawanan
2.      Putusan menghukum, upaya hukumnya banding dan kasasi
3.      Putusan membebaskan / melepaskan, upaya hukumnya kasasi
4.      Putusan Berkekuatan Hukum tetap, upaya hukumnya Peninjauan Kembali dan Kasasi Demi Kepentingan Hukum
Ø  Dasar hukum upaya hukum = Pasal 1 angkat 12 jo Bab XVII dan Bab XVIII, Pasal 233-Pasal 269 KUHAP
Ø  Jenis upaya hukum :
a.      Upaya Hukum Biasa (Pasal 233-Pasal 258)
- Perlawanan
- Banding
- Kasasi
b.      Upaya Hukum Luar Biasa (Pasal 259-Pasal 269)
- Kasasi Demi Kepentingan Hukum (KDKH)
- Peninjauan Kembali (PK)
Ø  Perlawanan / Verzet :
- Diajukan terhadap penetapan yang bersifat yudisial.
- Dasar hukum: Pasal 149, Pasal 156, Pasal 214
- Dilakukan dalam hal: Kompetensi relatif/absolut ataupun Pemeriksaan Tipiring
Ø  Banding :
a.      Dasar Hukum = Pasal 233-Pasal 243
b.      Pihak Yang Dapat Mengajukan :
- Terdakwa / Penasehat Hukum
- JPU
c.       Tata cara
1.      Jangka Waktu 7 hari (Pasal 233 (2) KUHAP)
- Sejak diputus, atau
- Sejak diberitahukan kepada terdakwa
2.      Dalam 14 hari harus sudah dikirim ke PT
3.      Tidak ada kewajiban membuat memori banding, kontra memori banding wajib
Ø  Isi Memori Banding :
1.      Ditujukan pada Pengadilan Tinggi
2.      Pernyataan Banding telah dilakukan dlm tenggang waktu yang ditentukan.         
3.      Kutipan Amar Putusan yang dibanding
4.      Rangkuman keberatan atas putusan (Aspek Formil dan    Materiil). 
5.      Kesimpulan dan Pendapat Hukum
6.      Permohonan                         
Ø  Tata Cara Penyerahan Memori Banding ada di Pasal 233-234 KUHAP
Ø  Kasasi :
a.      Dasar Hukum = Pasal 244-Pasal 258
b.      Pihak Yang Mengajukan :
1.      Terdakwa/PH (bila putusannya menghukum)
2.      Penuntut Umum (bila putusannya bebas / lepas)
c.       Alasan Kasasi
1.      Peraturan diterapkan atau tidak diterapkan sebagaimana mestinya
2.      Cara mengadili tidak dilakukan menurut UU
3.      Pengadilan melampaui batas kewenangan
d.      Tata Cara
1.      Jangka waktu 14 hari setelah diberitahukan
2.      Hanya dapat diajukan 1 kali
Ø  Pernyataan permohonan Kasasi diajukan 14 hari setelah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan pada terdakwa (Pasal 245 ayat (1) KUHAP).
Ø  Penyerahan Memori Kasasi adalah 14 hari setelah pernyataan permohonan Kasasi (Pasal 248 (1) KUHAP)
Ø  Isi Memori Kasasi, antara lain: (Ps. 248 KUHAP)
1.      Ditujukan pada MA
2.      Pernyataan Kasasi dam penyerahan MK telah dilakukan dlm tenggang waktu yg ditentukan
3.      Kutipan Amar Putusan yang dikasasi
4.      Alasan Permohonan Kasasi (Ps.253 KUHAP)
5.      Alasan tambahan bahwa putusan bebas yang dimintakan  kasasi adalah putusan bebas tidak murni. (Bila PU mengajukan Kasasi thd Putusan Bebas).
6.      Pendapat hukum dan permohonan                                      
Ø  Tata Cara Penyerahan Memori Kasasi: Pasal 248 KUHAP
Ø  Kasasi Demi Kepentingan Hukum
a.      Dasar Hukum = Pasal 259-Pasal 262
b.      Pihak Yang Mengajukan : Jaksa Agung
c.       Alasan = Putusan yang dijatuhkan dan telah berkekuatan hukum tetap telah menimbulkan kerancuan dalam rangka penegakan hukum
d.      Tidak ada akibat hukum dalam arti mengubah putusan tetapi putusan tersebut dibutuhkan agar tidak terjadi kesalahan atau perbedaan pandangan dalam emnafsirkan hukum
Ø  Peninjauan Kembali :
a.      Dasar Hukum = Pasal 263- Pasal 269
b.      Pihak Yang Mengajukan
- Terpidana atau ahli waris (menurut KUHAP)
- Penuntut Umum (UU No. 4/2004 Pasal 23, Praktik)
c.       Alasan
- Novum
- Adanya pertentangan hukum antara satu putusan dengan putusan lain.
- Adanya kekhilafan atau kekeliruan hakim
- Putusan bersalah tidak disertai dengan pemidanaan
d.      Tata Cara
-          Diajukan 1 kali
-          Tidak ada batasan waktu
-          Pidana yang dijatuhkan tidak boleh lebih berat dari putusan sebelumnya
-          Pengajuan PK tidak menghentikan eksekusi, kecuali hukum mati
Ø  Eksekusi dilaksanakan oleh Jaksa
Ø  Dasar hukum eksekusi : Pasal 270 – Pasal 276
Ø  Tata Cara :
1.      Perampasan barang bukti
2.      Pidana penjara dilakukan oleh LP
3.      Pelaksanaan Pidana Mati

HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA

Ø  Miranda Rules = Terdakwa memiliki hak untuk mengetahui semau hak yang dimilikinya
Ø  Hak tersangka dan terdakwa = Pasal 50 – 68 KUHAP
Ø  6 Hak utama dari tersangka dan terdakwa :
1.      Hak untuk diam (namun kalau saksi harus ngomong !)
2.      Hak untuk menerima
3.      Hak untuk menolak
4.      Hak untuk tidak diancam / ditekan
5.      Hak untuk mendapat informasi sesuai dengan bahasa yang dimengerti
6.      Hak untuk mendapat bantuan hukum
Ø  Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka. (Pasal 56 KUHAP)
Ø  Pasal 50 ayat (1) KUHAP = Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum.
Ø  Hak untuk melakukan hubungan biologi bagi tersangka / terdakwa tidak diatur di KUHAP (Ilegal)

GANTI RUGI

Ø  Ganti rugi = hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 1 angka 22 KUHAP)
Ø  Besar ganti kerugian :
- Ganti kerugian atas upaya paksa yang tidak sah = Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000
- Berakibat cacat / meninggal dunia = Rp. 3.000.000
Ø  Tata cara ganti kerugian :
o   Diputus dalam sidang praperadilan bila perkaranya tidak diajukan ke pengadilan
o   Diajukan ke pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan
o   Pemeriksaan sesuai acara praperadilan
o   Putusan berbentuk penetapan
Ø  Pasal 1 angka 23 KUHAP =  Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang- undang ini. 

KONEKSITAS

Ø  Koneksitas = Proses pengadilan atas tindak pidana yang dilakukan oleh sipil dan anggota TNI (ada 2 orang / lebih, dimana ada yang orang sipil dan ada yang orang militer)
Ø  Dasar hukum :
1.      Pasal 22 UU 14 / 1970
2.      Pasal 89 – 94 UU 8 / 1981
3.      Pasal 23 UU N4 / 2004
Ø  Ketika terjadi koneksitas, maka hakimnya adalah campuran (ada hakim biasa dan ada hakim militer)
Ø  Pasal 22 UU 14 / 1970 = Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan Peradilan Umum dan lingkungan Peradilan Militer, diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan/Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer.
Ø  Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. (Pasal 24 UU 4 / 2004)
Ø  Dalam koneksitas, pada prinsipnya pemeriksaan dilakukan di pengadilan umum (bila kasusnya yang mengalami kerugian lebih besar adalah si militer, maka diadili di Peradilan Militer)

PENGGABUNGAN PERKARA

Ø  Penggabungan perkara (Pasal 98 – 101 KUHAP)
- Hak yang diberikan kepada pihak ketiga / korban tindak pidana
Ø  Tata cara penggabungan perkara :
a.      Diajukan atas permintaan pihak ketiga
b.      Diajukan sebelum requisitor atau sebelum hakim menjatuhkan putusan
c.       Penggabungan perkara perdata dan pidana dapat dilakukan pada tahap banding
d.      Hukum acara yang berlaku adalah hukum acara perdata
Ø  Kelebihan gugatan pidana dan perdata dipisah :
- Berdiri sendiri
- Ganti kerugian bisa meliputi ganti rugi materiil dan immateriil
- Dapat diajukan kapan saja
Ø  Kekurangan gugatan pidana dan perdata dipisah :
- Butuh waktu lama
- Biaya lama
- Proses tidak sederhana
- Pembuktian sulit
Ø  Kelebihan penggabungan perkara : Cepat, murah, sederhana
Ø  Kekurangan penggabungan perkara :
1.      Bergantung pada pokok perkara
2.      Hanya kerugian materiil saja yang dapat diganti
3.      Diajukan paling lambat sebelum requisitor
4.      Upaya hukum tergantung pokok perkara
5.      Apabila pidana tidak bandinh, maka gugatan juga tidak bisa

KAPITA SELEKTA HUKUM ACARA PIDANA

Ø  KUHAP tidak mengatur Yurisdiksi beracara WNI di luar negeri, dan juga sebaliknya ! (Ex : Jika dalam kasus Jessica nantinya ditemukan alat bukti di Australia, maka penyidik tidak memiliki dasar hukum di KUHAP untuk melakukan upaya paksa dalam rangka mendapat alat bukti itu)
Ø  Ekstradisi rata-rata dianggap sebagai bagian Hukum internasional publik, namun seharusnya masuk hukum acara pidana !!! (dikarenakan alasan esktradisi dll tidak masuk HIN Publik dan juga perjanjian internasional tidak wajib diperlukan untuk melakukan ekstradisi !)
Ø  Ekstradisi tidak harus melalui perjanjian, namun juga bisa tidak melalui perjanjian (Ex : Bantuan Hukum Timbal Balik)
Ø  Pasal 3 ayat (1) UU 1 tahun 2006 = Bantuan timbal balik dalam masalah pidana, yang selanjutnya disebut Bantuan, merupakan permintaan Bantuan berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Negara Diminta
Ø  Pasal 5 ayat (2) UU 1 tahun 2006 = Dalam hal belum ada perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Bantuan dapat dilakukan atas dasar hubungan baik berdasarkan prinsip resiprositas
Ø  Prinsip Resiprositas = Prinsip yang mensyaratkan adanya perlakuan timbal balik diantara sesama negara
Ø  Penjelasan Pasal 5 ayat (2) = Yang dimaksud dengan “hubungan baik” dalam ketentuan
ini adalah hubungan bersahabat dengan berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan kepada prinsipprinsip persamaan kedudukan, saling menguntungkan, dan memperhatikan, baik hukum nasional maupun hukum internasional yang berlaku.
Ø  Ekstradisi = Pemanggilan paksa tersangka di yurisdiksi asing
Ø  Yang boleh meminta yurisdiksi hanya negara kepada negara (swasta tidak boleh !!!)
Ø  Prinsip ekstradisi :
a.      Asas dual criminality = Perbuatan yang dilakukan A adalah kejahatan di negara asalnya dan juga di negara asing itu (yang tidak bisa diekstradisi adalah pelaku perkara politik, subversi, dan militer)
b.      Tidak boleh dipidana yang melebih daripada ancaman yang ada di negara termohon ekstradisi
c.       Suatu negara wajib melindungi warga negaranya
Ø  Di dunia, semua penyidik dibawah Jaksa Aguung, kecuali Indonesia, (pas zaman Bung Karno ada komandan angkatan kepolisian / komdak dengan alasan Presiden ingin menguasai langsung kepolisian)
Ø  Kasus Nazarudin bukan pakai ekstradisi namun expulsion (hal ini dikarenakan KPK yang
bukan bagian dari pemerintah, sehingga ia tidak bisa meminta ekstradisi)
Ø  KPK tidak dapat melakukan hubungan internasional karena UU KPK sendiri tidak diakui di dunia internasional
Ø  Sudut pandang ekstradisi :
a.      Perjanjian dan non perjanjian
b.      Formal dan informal :
1.      Formal Perjanjian = Perjanjian bilateral, Perjanjian Regional, Perjanjian Multilateral
2.      Formal non perjanjian = Perjanjian antar jaksa agung dua negara
3.      Non formal = Agreement between Agency to Agency
c.       Admissibilitas dan Inzdmissibilitas
Ø  Indonesia masih memakai konsep in personam (Ex : Penyidikan di KUHAP =  serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.)
Ø  Beberapa perkembangan Hukum Acara Pidana :
A.      Civil Asset Forfeiture = In rem forfeiture = Penyitaan perdata atas hasil kejahatan dengan prima facie / bukti permulaan yang cukup, dimana sifatnya tidak ne bis in idem walau kasusnya sudah selesai
B.      Illictenrichment = Teknik pembuktian untuk Tindak Pidana Narkotika (dunia) dan Tindak Pidana Korupsi ( khusus Indonesia)
C.      Penyidikan Finansial di tingkat penuntutan / eksekusi = Dilakukan oleh kejaksaan dan tidak dianggap ne bis in idem
Ø  Penyidikan dibedakan antara :
1.      In rem = Restoratif Justice
2.      In Personam = Retributif / Pembalasan = Diutamakan pidana beban
Ø  Penyidikan finansial adalah contoh dari In rem
Ø  Penyidikan finansial belum diatur di Indonesia
Ø  RUPBASAN = US Marshal + LPSK
Ø  ketika diaudit BPK, maka ketika ada laporan kerusakan barang bukti / alat bukti adalah Jaksa dan bukannya RUPBASAN (RUPBASAN hanya menyimpan alat bukti, dan yang memiliki kewenangan menghadirkan barang bukti dan alat bukti di persidangan adalah JPU)

PENGETAHUAN UMUM

Ø  Perbedaan alasan pembenar dan pemaaf
Ø  Tingkat kesenioritas hakim dilihat dari kapan dia masuk / menjadi hakim (Bukan lihat umurnya, jumlah uban, dll)
Ø  Semua JPU pasti jaksa, namun tidak semua jaksa adalah JPU (hanya jaksa yang telah ikut seleski tertentu yang dapat menjadi JPU / ada license tertentu)
Ø  Majelis Hakim di peradilan pidana umum sebanyak 3 orang (1 hakim karier dan 2 hakim ad hoc) dan Majelis Hakim di peradilan pidana khusus sebanyak 5 orang (2 hakim karier dan 3 hakim ad hoc)
Ø  Penasehat Hukum dikenakan asas “within sight & within hearing” (Pasal 71 ayat (2) dan Pasal 115 ayat (1) KUHAP) = Dilakukan pada perkara tindak pidana umum biasa

Ø  Penasehat hukum dikenakan asas “within sight but not within hearing” = Dilakukan pada perkara tindak pidana khusus

Mazmur 18:2 Ia berkata: “Aku mengasihi Engkau, ya TUHAN, kekuatanku!

No comments:

Post a Comment