Monday 16 May 2016

Rangkuman Hukum Acara Perdata - Pasca UTS

*Catatan ini hanya sebagai pembantu dalam belajar dan bukan menjadi satu-satunya sumber dalam belajar. Sekiranya ini hanya sebagai reminder dan teman-teman bisa belajar dari sumber lain:) Saran dan komentar sangat terbuka untuk saya. Selamat Belajar :D

REMINDER !!!
Ø  Proses yudisial dalam HAPER secara garis besar :
1.      Sidang hari pertama
2.      Jawab menjawab
3.      Pembuktian
4.      Putusan
Ø  Pasal 1365 KUHPer = Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Ø  Unsur-unsur PMH :
- Perbuatan yang melanggar hukum
- Membawa kerugian bagi orang lain
Ø  Pasal 1243 KUHPer = Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
Ø  Bentuk-bentuk wanprestasi :
1.      Tidak melaksanakan sesuai dengan apa yang diperjanjikan
2.      Melaksanakan isi perjanjian tetapi terlambat
3.      Tidak melaksanakan sama sekali
Ø  Isi gugatan terhadap perkara wanprestasi = Si tergugat melaksanakan isi perjanjian sesuai dengan yang dijanjikan + ganti rugi
Ø  Gugatan provisional = Mengajukan agar suatu gugatan diputus terlebih dahulu, namun bukan pokok perkaranya (Ex : Dalam Sengketa perceraian dapat diajukan gugatan provisionil terhadap status anak, karena pokok perkaranya adalah perceraian)

PEMBUKTIAN
Ø  Pembuktian = Tahap setelah jawab menjawab
Ø  Pembuktian = Proses yang penting untuk meyakinkan hakim
Ø  Dasar hukum :
- Pasal 162 – 177 HIR
- Pasal 282 – 388 Rbg
- Pasal 1865 – 1945 BW
Ø  Hakim harus memiliki :
a.      Pengetahuan tentang Hukum :
- Hukum tertulis yang berlaku
- Hukum kebiasaan
- Kaedah-kaedah hukum asing
b.      Pengetahuan tentang Fakta
- Dalam hal hakim menjatuhkan putusan verstek (Fakta = Tergugat tidak hadir)
- Dalam hal tentang mengakui kebenaran (P-99)
- Dalam hal tidak ada penyangkalan
Ø  Fakta :
a.      Notair = Fakta yang tidak perlu pembuktian karena dianggap sudah diketahui oleh umum (Ex : Fakta 17 Agustus adalah hari libur, begeitid / format surat yang tanggalnya salah)
b.      Prosesuil = Fakta yang terjadi dalam proses dan disaksikan sendiri oleh hakim (Ex : Tidak datangnya Penggugat / Tergugat, pengakuan dalam persidangan)
Ø  Titik pembuktian = Pasal 162 HIR = Tentang bukti dan hal menerima atau menolak alat bukti dalam perkara perdata, pengadilan negeri wajib memperhatikan peraturan pokok tersebut
Ø  Beban pembuktian = Pasal 163 HIR = Barangsiapa mengaku mempunyai suatu hak, atau menyebutkan suatu kejadian untuk meneguhkan  hak itu atau untuk membantah hak orang lain, harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu. (KUHPerd. 1865.)
Ø  Asas Pembuktian = “Siapa yang mendalilkan, dia yang harus membuktikan”
Ø  Yang punya beban pembuktian pada surat gugatan adalah penggugat
Ø  Dalam kasus, beban pembuktian ada di penggugat untuk membuktikan gugatan dan juga pada tergugat yang harus membuktikan jawaban
Ø  Macam-macam alat bukti : (semakin ke bawah semakin lemah kekuatan pembuktiannya)
1.      Bukti surat (165 – 167 HIR)
2.      Bukti saksi (168 – 172 HIR)
3.      Persangkaan (173 – 174 HIR)
4.      Pengakuan (175 – 176 HIR)
5.      Sumpah (177 jo. 155, 156 HIR)
6.      Pemeriksaan setempat (153 HIR, 211 Rv)
Ø  Alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna :
a.      Akta otentik (bagian dari surat)
b.      Pengakuan di persidangan
Ø  Surat terdiri dari dua macam, yaitu :
1.      Akta :
- Dibuat untuk tujuan sebagai alat bukti
- Terdiri dari
a.      Akta Otentik = Paling Sempurna
b.      Akta Di Bawah Tangan
2.      Bukan akta
Ø  Akta otentik :
- Dasar hukum = 165 HIR / 285 Rbg
- Kekuatan = Bukti yang sempurna
- Memiliki bentuk tertentu
- Hakim tidak dapat mengesampingkan Akta Otentik, kecuali dapat dibuktikan lain
- Ex : Surat-surat yang dibuat notaris, Surat yang dibuat Panitera Pengadilan, Surat tanah oleh BPN, Akta lahir oleh Kantor Catatan Sipil, Akta Notaris oleh PPAT
- Yang menyangkal Akta Otentik adalah mereka yang tidak punya akta
Ø  Akta di bawah tangan
- Dibuat langsung oleh para pihak (tanpa campur tangan pihak yang berwenang)
- Pacta sunt servanda
- Kalau tidak ada masalah, sifatnya sempurna
Ø  Kalau objek perjanjiannya memiliki nilai yang besar, lebih baik ke Notaris
Ø  Kalau objek perjanjiannya tanah, lebih baik ke PPAT
Ø  Akta notaris tidak boleh ada space kosong (kalau harus enter, biasanya diberi garis panjang), supaya tidak ada penyelewengan / ditambagin
Ø  Fotocopy akta tidak berlaku / tidak dapat digunakan untuk alat bukti (Dasar hukum = Pasal 188 BW dan Putusan MA No. 112 K / pdt / 1996)
Ø  Keterangan saksi = Apa yang saksi lihat, dengar, dan alami sendiri (171 HIR)
Ø  Keterangan saksi terbatas pada peristiwa-peristiwa yang dialaminya sendiri (pendapat / persangkaan lewat berfikir bukan kesaksian, namun keterangan ahli !)
Ø  Asas keterangan saksi = Unus Testis, nullus testis (satu saksi bukanlah saksi) (169 HIR)
Ø  Pihak yang tidak dapat didengar sebagai saksi : 

1.  keluarga sedarah dan keluarga semenda salah satu pihak dalam garis lurus;  

2 .  istri atau suami salah satu pihak, meskipun sudah bercerai;  

3 . anak-anak yang umumnya tidak dapat diketahui pasti, bahwa mereka sudah berusia Lima belas tahun; 

4 . orang gila, meskipun kadang-kadang ingatannya terang (Pasal 145 HIR)
Ø  Pihak-pihak yang dapat mengundurkan diri dalam memberi kesaksian : (Pasal 146 HIR)
1.  saudara dan ipar dari salah satu pihak, baik laki-laki maupun perempuan;  
2.  keluarga sedarah dalam garis lurus dan saudara laki-laki dan perempuan dari suami atau istri salah satu pihak; 
3.  sekalian orang yang karena kedudukan, pekerjaan atau jabatannya yang sah, diwajibkan menyimpan rahasia, tetapi semata-mata hanya tentang hal yang diberitahukan kepadanya karena kedudukan, pekerjaan atau jabatannya itu. (IR. 277.) 
Ø  Saksi Ahli :
- Dasar hukum = 154 HIR
- Harus dibedakan dengan saksi biasa
- Keterangan saksi ahli didasarkan pada bidang ilmu pengetahuan yang dimilikinya / bidang keahliannya
Ø  Persangkaan terdiri atas dua :
1.      Persangkaan Hakim :
- Ex : Dalam hal perkara gugatan perceraian, hakim berpersangka dilakukan atas dasar perzinahan
2.      Persangkaan Undang Undang :
- Ex : Pasal 1394 BW, hanya perlu simpan 3 kuitansi terakhir, sudah dapat membuktikan suatu perbuatan hukum kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya
Ø  Pengakuan = Alat bukti yang memiliki kekuatan mengikat sempurna bagi hakim SELAIN Akta otentik
Ø  Pengakuan tidak dapat ditarik kembali
Ø  Macam2 pengakuan :
a.      Murni
b.      Dengan suatu kualifikasi :
- Memakai keterangan tambahan
- Ex : “Iya saya bayar, tapi nanti, iya saya bayar, tapi baru utang pokoknya aj yaa...”
c.       Dengan suatu klausula
- Membebaskan sifatnya
- Ex : “Iya saya utang, tapi sudah lunas...”
Ø  Sumpah dalam Haper bukanlah sumpah secara agama, artinya keterangan / dalil yang diucapkan sebelumnya dikuatkan dengan sumpah
Ø  Penggunaan sumpah sudah jarang saat ini (karena zaman dulu, sumpah dipakai sebagai alat bukti karena alat bukti lain masih sedikit)
Ø  Pembagian sumpah :
a.      Supletoir = Untuk melengkapi bukti lain yang telah ada di tangan salah satu pihak
b.      Decissoir = Yang dimohonkan oleh pihak lawan
Ø  Pemeriksaan langsung = Hakim langsung memeriksa  di tempat yang bersangkutan (Ex : Dalam permohonan adopsi, hakim turun ke lapangan menuju rumah adopter untuk melihat apakah adopternya layak atau tidak untuk adopsi anak

PUTUSAN
Ø  Putusan = pernyataan hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan dan mengakhiri perkara perdata. (Ridwan Syahrani, S.H.)
Ø  Putusan = suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak (Sudikno)
Ø  A priori =
Ø  Putusan = Ujung dari rangkaian proses HAPER
Ø  Putusan hakim harus dibacakan di depan persidangan yang terbuka untuk umum !!! (bila hal tersebut tidak dilaksanakan, maka terhadap putusan tersebut terancam batal) (Namunk dalam penetapan, hal tersebut tidak perlu dilakukan)
Ø  Perbedaan antara putusan dan keputusan :
a.      Vonis :
- Vonis
- Wewenang hakim
- Bagian dari hukum acara perdata
b.      Keputusan :
- Beschiking
- Bukan wewenang hakim
- Bukan bagian dari hukum acara perdata
- Salah satu sumber dari pengajuan gugatan ke PTUN (HAN)
Ø  Berdasarkan pasal 184 HIR suatu putusan hakim harus berisi:
a.      Suatu keterangan singkat tetapi jelas dari isi gugatan dan jawaban.
b.      Alasan-alasan yang dipakai sebagai dasar dari putusan hakim.
c.       Keputusan hakim tentang pokok perkara dan tentang ongkos perkara.
d.      Keterangan apakah pihak-pihak yang berperkara hadir pada waktu keputusan itu dijatuhkan.
e.      Kalau keputusan itu didasarkan atas suatu undang-undang, ini harus disebutkan.
f.        Tandatangan hakim dan panitera.
Ø  Struktur putusan :
1.      Kepala = “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
2.      Identitas = Harus dimuats ecara jelas, yaitu nama, alamat, pekerjaan dan sebagainya, serta nama kuasanya bila yang bersangkutan mengkuasakan kepada orang lain
3.      Pertimbangan (didasarkan pada pembuktian) = Dasar dari suatu putusan yang terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu :
a.      pertimbangan tentang duduk perkaranya (Feitelijke gronden) adalah tentang apa yang terjadi di depan pengadilan seringkali gugatan dan jawaban dikutip secara lengkap
b.      pertimbangan hukum (rechts gronden) yang menentukan nilai dari suatu putusan.
4.      Amar putusan
Ø  Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 638 k/Sip/1969, tanggal 22 Juli 1970 jo No. 492 k/Sip/1970, tanggal 16 Desember 1970, menyatakan bahwa jika suatu putusan pengadilan kurang cukup pertimbangannya, hal tersebut dapat dijadikan alasan untuk mengajukan kasasi yang berakibat batalnya putusan tersebut
Ø  Penggolongan Putusan :
a.      Putusan akhir :
-          Putusan yang mengakhiri perkara perdata pada tingkat pemeriksaan tertentu
-          Menyelesaikan sengketa perdata pada suatu tahap tertentu (dikatakan tertentu karena bisa saja putusan akhir tidak selalui berada di akhir karena bisa saja ada upaya hukum)
b.      Putusan Sela :
-          putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Semua putusan sela diucapakan dalam sidang dan merupakan bagian dari berita acara persidangan. Terhadap salinan otentik dari putusan sela tersebut kedua belah pihak dapat memperolehnya dari berita acara yang memuat putusan sela tersebut
-          untuk melancarkan jalannya persidangan (bukan untuk mengadili sengketa)
Ø  Putusan Perdamaian = Putusan yang dijatuhkan hakim yang isinya menghukum para pihak yang berperkara untuk melaksanakan isi perjanjian perdamaian yang sebelumnya telah disetujui oleh para pihak
Ø  Putusan gugur = Putusan yang dijatuhkan kepada Penggugat oleh hakim dalam hal Penggugat tidak hadir pada hari sidang pertama tanpa alasan yang sah dan tidak pula menyuruh wakilnya untuk hadir padahal penggugat telah dipanggil secara sah dan patut (Pasal 124 HIR).
Ø  Putusan verstek = putusan yang dijatuhkan oleh hakim karena tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama dan tidak mengirimkan wakilnya yang sah walaupun telah dipenggil secara sah dan patut (pasal 125 HIR).
Ø  Putusan serta merta = UVB / Uitvoerbaar Bij Voorraad =  putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu  (uit voerbaar bij voorraad) walaupun terhadap putusan tersebut ada upaya hukum lain (baik upaya hukum biasa maupun luar biasa).
Ø  Putusan sela bisa menjadi putusan akhir ( tinggal ganti format aja)
Ø  3 sifat amar putusan (Macam-macam putusan akhir) :
1.      Putusan Declaratoir = putusan yang menyatakan suatu keadaan sebagai suatu keadaan yang sah menurut hukum. Putusan ini bersifat hanya menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata.
2.      Putusan Constitutief = putusan yang menciptakan suatu keadaan hukum baru. Keadaan hukum baru tersebut dapat berupa meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru.
3.      Putusan Condemnatoir = putusan yang bersifat menghukum para pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi.
Ø  Macam-macam putusan sela :
1.      Putusan Preparatoir = putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan guna melancarkan proses persidangan hingga tercapai putusan akhir.
2.      Putusan Interlocutoir = putusan yang isinya memerintahkan pembuktian, isi putusan ini mempengaruhi putusan akhir.
3.      Putusan Incidentieel = putusan yang berhubungan dengan insiden, yitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa. Putusan ini belum berhubungan dengan pokok perkara, masih bersifat formil belum menyangkut materil suatu perkara.
4.      Putusan Provisionieel = putusan yang menjawab tuntutan provisi, yaitu permintaan pihak yang berperkara supaya diadakan tindakan pendahuluan untuk kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan.
Ø  Putusan sela belum tentu ada dalam suatu gugatan, tetapi bisa digunakan jika dibutuhkan
Ø  178 HIR :
(1) Pada waktu bermusyawarah, hakim, karena jabatannya, wajib melengkapi segala alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak. (RO. 39, 41; IR. 184.) (2) Hakim itu wajib mengadili semua bagian tuntutan.
(3) Ia dilarang menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak dituntut, atau memberikan lebih daripada yang dituntut. (Rv. 50.)
Ø  Pasal 184 HIR :
(1) Dalam putusan hakim har-us dicantumkan ringkasan yangjelas dari tuntutan dan jawaban serta dari alasan keputusan itu; begitu juga, harus dicantumkan keterangan tersebut pada ayat (14) pasal 7 "Reglemen susunan kehakiman dan kebijaksanaan mengadili di Indonesia", keputusan pengadilan negeri tentang pokok perkara dan besarnya biaya, serta pemberitahuan tentang hadir tidaknya kedua belah pihak itu pada waktu dijatuhkan keputusan itu.
(2) Dalam putusan hakim yang berdasarkan peraturan undang-undang yang pasti, peraturan itu harus disebutkan. (RO. 7, 30 dst.; Rv. 61; Sv. 174; IR. 178 dst., 181 dst., 185 dst., 319.)
(3) Putusan hakim itu ditandatangani oleh ketua dan panitera pengadilan. (RO. 43; Sv. 174-71; IR. 116, 186 dst., 319-61.)
Ø  NO = Gugatan tidak dapat diterima karena kesalahan formil

EKSEKUSI
Ø  Dalam suatu putusan hakim, termuat kekuatan eksekutorial
Ø  Eksekusi = Melaksanakan putusan
Ø  Eksekusi =Tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yg kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan yg berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata   (Yahya Harahap)
Ø  Eksekusi = Melaksanakan putusan yang sudah tidak dapat diubah lagi itu, ditaati secara sukarela oleh pihak yang bersengketa. Jadi di dalam makna perkataan eksekusi sudah mengandung arti pihak yang kalah mau tidak mau harus mentaati putusan itu secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan kepadanya dengan bantuan kekuatan umum, dimana kekuatan umum ini berarti polisi (Subekti)
Ø  Eksekusi = Hukum yang mengatur cara dan syarat-syarat yang dipakai oleh alat-alat negara guna membantu pihak yang berkepentingan untuk menjalankan putusan hakim, apabila pihak yang kalah tidak bersedia memenuhi bunyinya putusan dalam waktu yang ditentukan (Supomo)
Ø  Dasar hukum = 195 – 208 HIR
Ø  Yang melaksanakan eksekusi = Pengadilan negeri yang menangani kasus tersebut
Ø  Asas Eksekusi = Pelaksanaan putusan hanya dapat dilakukan terhadap suatu putusan yg telah berkekuatan hukum tetap (BHT)
Ø  Macam-macam eksekusi :
A.      Punya title eksekutorial :
1.      Eksekusi yang bentuk hukumannya membayar sejumlah uang (Pasal 196 HIR)
2.      Eksekusi yang bentuk hukumannya melakukan suatu perbuatan (Pasal 225 HIR)
3.      Eksekusi yang bentuk hukumannya melaksanakan prestasi yang ditentukan dalam putusan hakim secara langsung (Pasal 1033 RV jo. Pasal 200 ayat (11) HIR)
B.      Tidak punya title eksekutorial (khusus) :
1.      Parate eksekusi  = Apabila seorang kreditur menjual barang-barang tertentu milik debitur tanpa adanya title eksekutorial  (Ct: Pasal 1155 KUHPerdata)
Ø  Parate eksekusi :
-          Dalam hal gadai, apabila seorang kreditur menjual barang-barang tertentu milik debitur tanpa adanya title “eksekutorial”
-          Tidak perlu bantuan pengadilan agar eksekusi dapat dilaksanakan
-          Dasar hukum = Pasal 1155 KUHPer (diatur dalam hukkum perdata materil)
Ø  Syarat putusan dapat dieksekusi :
1.      Terhadap putusan Berkekuatan hukum tetap (Dikatakan putusan BHT jika tidak ada lagi ajuan upaya hukum biasa (banding atau kasasi) oleh terdakwa terhadap putusan tersebut)
2.      Terhadap putusan yang bersifat condemnatoir
3.      Tidak dilaksanakan secara sukarela (Tidak sukarela karena kalau terdakwa / yang kalah rela dengan hukumannya, maka tidak perlu yang namanya eksekusi, cukup para pemohon dan termohon saja yang menyelesaikan sengketa dan tidak perlu bantuan pengadilan untuk melaksanakan putusan
Ø  Pengecualian terhadap syarat eksekusi :
1.      Terhadap pelaksanaan putusan serta merta
2.      Pelaksanaan putusan provisi
3.      Pelaksanaan akta perdamaian
4.      Pelaksanaan Grosse Akta
Ø  Grosse Akta :
-          Dasar hukum = 224 HIR
-          Suatu surat grosse dari hipotik dan pengakuan utang yang dibuat oleh...
-          Salah satu salinan akta untuk pengakuan utang dengan kepala Akta “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan YME” yang mempunyai kekuatan eksekutorial (Pasal 1 angka 11 UU 2/2014)
-          Perlu digunakan untuk utang sederhana
-          Tidak ada lagi hipotik sekarang ini
Ø  Prosedur eksekusi :
1.      Surat permohonan eksekusi
-          Pasal 196 HIR = Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai memenuhi keputusan itu dengan baik, maka pihak yang dimenangkan mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan negeri tersebut pada pasal 195 ayat (1), baik dengan lisan maupun dengan surat, supaya keputusan itu dilaksanakan. Kemudian ketua itu akan memanggil pihak yang kalah itu serta menegurnya, supaya ia memenuhi keputusan itu dalam waktu yang ditentukan oleh ketua itu, selama-lamanya delapan hari.
2.      Aarmaning
-          Memberi peringatan kepada pihak yang kalah
-          Dilakukan oleh KPN
-          Dasar hukum = Pasal 196 HIR
3.      Sita eksekusi :
-          Dasar hukum = Pasal 197 ayat (1) HIR
-          jika dalam tempo  yg ditentukan itu pihak yg dikalahkan belum memenuhi isi putusan, atau jika ia sudah dipanggil dengan patut tidak datang menghadap, maka Ketua karena jabatannya dapat memberi surat penetapan supaya disita barang-barang bergerak milik orang yg dikalahkan atau jika tidak ada barang bergerak yang disita barang tetap (untuk kemudian dilelang) sebanyak jumlah nilai uang dalam putusan ditambah dengan semua biaya untuk menjalankan putusan
-          Untuk menjamin pelaksanaan putusan
4.      Lelang :
-          Penjualan barang sitaan milik termohon (debitur) di muka umum
-          Cara penjualan lelang :
a.      Dilakukan langsung di hadapan juru lelang
b.      Dilakukan dengan perantaraan atau bantuan kantor lelang
Ø  Tata cara sita eksekusi :
1.      Berdasarkan Surat Perintah Ketua Pengadilan Negeri .
2.      Dilaksanakan oleh Juru Sita.
3.      Pelaksanaan dibantu Dua Orang Saksi.
4.      Sita Eksekusi Dilakukan di Tempat.
5.      Pembuatan Berita Acara Sita Eksekusi.
6.      Penjagaan Yuridis Barang yang Disita.
7.      Ketidakhadiran Tersita Tidak Menghalangi Sita Eksekusi
Ø  Syarat sita eksekusi :
1. Barang yang disita benar-benar milik pihak tersita (termohon)
2. Mendahulukan penyitaan barang yang bergerak, dan apabila tidak mencukupi baru dilanjutkan terhadap barang yang tidak bergerak, sampai mencapai batas jumlah yang dihukum kepada pihak yang kalah.
Ø  Jika debitur tidak dapat melaksanakan putusan karena bangkrut / sudah jatuh miskin, maka solusinya adalah diajukan ke Pengadilan Niaga
Ø  Penangguhan eksekusi :
- Pasal 66 ayat (2) UU 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 tahun 2004 jo. UU 3 / 2009 Tentang Mahkamah Agung
- Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan / menghentikan eksekusi

UPAYA HUKUM
Ø  Upaya hukum dapat dilakukan terhadap suatu putusan hakim
Ø  Tujuan upaya hukum = Demi kebenaran dan keadilan karena suatu putusan bisa saja keliru, khliaf, bahkan memihak
Ø  Pembagian Upaya Hukum
a.      UH Biasa :
- Objek = Putusan yang belum berkekuatan hukum tetap
- Ex = Perlawanan / Verzet, Banding, dan Kasasi
b.      UH Luar biasa
- Objek = Putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi
- Ex = Peninjauan Kembali, Perlawanan Pihak Ketiga (Derdenverzet)
Ø  Upaya hukum biasa bisa menangguhkan eksekusi, namun upaya hukum luar biasa tidak bisa menangguhkan eksekusi
Ø  Suatu Putusan dikatakan berkekuatan hukum tetap jika :
1.      Sudah tidak ada upaya hukum biasa terhadap putusan itu,
2.      Masa pengajuan upaya hukum biasa sudah habis, atau
3.      Para pihak menerima putusan secara sukarela
Ø  Verzet :
-          Upaya hukum terhadap verstek (putusan yang dijatuhkan karena tergugat tidak hadir dalam sidang pertama SETELAH dipanggil secara sah dan patut, artinya surat pemanggilan sudah disampaikan ke tergugat secara langsung dan disampaikan pada waktu yang tidak melebihi batas maksimal pemanggilan H-3 Sidang)
-          Dasar hukum = Pasal 129 HIR
Ø  Banding :
-          Banding dilakukan jika salah satu pihak tidak puas terhadap putusan PN
-          Dasar hukum = UU 20 / 1947 & UU 14 / 1970 jo. UU 4 / 2004
-          Permohonan banding harus diajukan ke Panitera dari PN yang menjatuhkan putusan atas perkara pemohon banding
-          Permohonan banding harus diajukan max. 14 hari setelah Putusan PN dijatuhkan
-          Pihak yang mengajukan banding BOLEH mengajukan memori banding, sebaliknya pihak yang dibanding BOLEH mengajukan kontra memori banding (hal ini tidak wajib karena dalam banding, yang dilakukan adalah pemeriksaan ulang berkas perkara / judex fictie)
-          Memori banding diberikan ke Pengadilan Tinggi (PT ada 1 di setiap provinsi)
Ø  Memori banding berisi alasan-alasan mengapa pemohon banding mengajukan banding disertai bukti-bukti baru bila ada
Ø  Kontra memori banding berisi dalil-dalil yang terbanding untuk mematahkan memori banding
Ø  Pasal 11 ayat (1) UU 20 tahun 1947 =   Kemudian selambat-lambatnya empat belas hari setelah permintaan pemeriksaan ulangan diterima, Panitera memberi tahu kepada kedua belah fihak, bahwa mereka dapat melihat surat-surat yang bersangkutan dengan perkaranya di kantor Pengadilan Negeri selama empat belas hari.
Ø  Kasasi :
-          Objek permohonan = Putusan-putusan yang diberikan dalam tingkat akhir oleh pengadilan-pengadilan lain daripada Mahkamah Agung demikian juga terhadap putusan pengadilan yang dimintakan banding dapat dimintakan kasasi kepada MA oleh pihak-pihak yang berkepentingan
-          Kasasi memeriksa judex jurist (memeriksa apakah hakim sudah menerapkan hukum dengan tepat)
-          Kasasi tidak memeriksa ulang berkas perkara
-          Permohonan kasasi diajukan kepada Panitera dari pengadilan yang menjatugkan putusan yang dimohonkan
-          Jangka waktu permohonan kasasi adalah 14 hari sejak putusan diterima oleh pemohon (dikatakan sejak putusan diterima bukan sejak putusan dijatuhkan adalah karena pemberitahuan hasil banding harus diberi tahu dulu ke Pengadilan Negeri, baru nanti PN yang memberi tahu hasil banding ke pemohon)
-          Alasan yang dipergunakan dalam permohonan kasasi : (Pasal 30 UU 14 / 1985 jo UU 5 / 2005)
1.      Hakim tidak berwenang memutuskan perkara
2.      Hakim salah menerapkan / melanggar hukum yang berlaku
3.      Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundangundangan, yang mengancam atas kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan
-          Memori kasasi dan kontra memori kasasi bersifat wajib (jika memori kasasi tidak dipenuhi, maka permohonan akan ditolak. Jika kontra memori kasasi tidak dipenuhi, maka termohon dianggap menerima begitu saja permohonan kasasinya)
Ø  Peninjauan Kembali :
-          Pasal 23 ayat (1) UU 4 / 2004 = Apabila terdapat hal-hal atau keadaan yang ditentukan dengan UU, terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dimintakan PK kepada MA dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan
-          Pengajuan PK hanya dapat dilakukan SEKALI (Pasal 66 ayat (1) UU 14 / 1985) (Tidak dapat diajukan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan PK)
-          Tenggang waktu Peninjauan Kembali yaitu harus diajukan dalam waktu 180 hari, dimana range waktu ini untuk : (Pasal 69 UU No. 14 / 1985 jo. UU 5 / 2004)
1.      Yg disebut dalam huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yg berperkara;
2.      Yg disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal diketemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yg berwenang;
3.      Yg disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yg berperkara.

Ø  Pasal 70 UU 14 / 1985 jo UU 5 / 2004 :
-          Permohonan PK diajukan oleh pemohon kepada MA melalui KPN yg memutus perkara dalam tk pertama dengan membayar biaya perkara yg diperlukan;
-          MA memutus permohonan PK pada tingkat pertama dan terakhir
Ø  Derdenverzet :
-          Dasar hukum = Pasal 378 RV
-          Terjadi apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikan kepentingan dari pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut

GUGATAN PERWAKILAN
Ø  Dasar hukum gugatan perwakilan = Perma Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok (mengatur class actions)
Ø  Gugatan perwakilan kelompok = Suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri sendiri atau diri diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud (Pasal 1 huruf a Perma 1 / 2002)
Ø  Wakil kelompok = Satu orang atau lebih yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya (Pasal 1 huruf b Perma 1 / 2002)
Ø  Anggota kelompok = Sekelompok orang dalam jumlah banyak yang menderita kerugian yang kepentingannya diwakili oleh wakil kelompok di pengadilan (Pasal 1 huruf c Perma 1 / 2002) = Class member
Ø  Sub kelompok = Pengelompokan anggota kelompok ke dalam kelompok yang lebih kecil dalam satu gugatan berdasarkan perbedan tingkat penderitaan dan atau jenis kerugian (Pasal 1 huruf d Perma 1 / 2002)
Ø  Notifikasi = Pemberitahuan yang dilakukan oleh panitera atas perintah Hakim kepada anggota kelompok melalui berbagai cara yang mudah dijangkau oleh anggota kelompok yang didefinisikan dalam surat gugatan (Pasal 1 huruf e Perma 1 / 2002)
Ø  Notifikasi perlu diadakan :
1.      Segera setelah hakim memutuskan bahwa pengajuan tata cara gugatan perwakilan kelompok dintakan sah
2.      Pada tahap penyelesaian dan pendistribusian ganti rugi ketika gugatan dikabulkan
3.      Untuk memberi kesempatan bagi anggota kelas yang ingin menyatakan keluar dari kelompok tersebut
4.      Cara pemberitahuan dibuat seefektif atas persetujuan hakim dengan tujuan agar anggota kelas mengetahui adanya prosedur class action
Ø  Macam-macam pemberitahuan :
a.      Opt out = Prosedur di mana anggota kelas / kelompok yang didefinisikan secara umum dalam anggota class actions diberitahukan di media massa (cetak / elektronik) – public notice pihak-pihak yang termasuk dalam definisi umum, diberi kesempatan dalam jangka waktu tertentu untuk menyatakan keluar dari kasus gugatan class actions apabila tidak ingin dilibatkan dalam gugatan class action, sehingga putusan pengadlian tidak memihak dirinya (Dalam model op out, anggota kelompok yang memutuskan tidak mau ikutan perkara, bisa mengajukan pengunduran diri dari perkara)
b.      Opt in = Prosedur yang mensyaratkan penggugat (wakil kelas) untuk memperlihatkan persetujuan tertulis dari seluruh anggota kelas. Apabila diberlakukan prosedur ini, prosedurnya sama dnegan gugatan perdata biasa yang bersifat massal, di mana masing-masing anggota kelas memberikan surat kuasa kepada kuasa hukum.
Ø  Indonesia memakai jenis opt out
Ø  Penggunaan mekanisme Opt-out dirasakan lebih sesuai dengan tujuan digunakannya class action sebab apabila yang digunakan adalah mekanisme Opt-In (semua anggota kelas memberikan kuasa secara tertulis, hal ini sesuai Pasal 123 HIR) maka gugatan class actions tersebut tidak akan ada bedanya dengan gugatan biasa dengan jumlah penggugat yang banyak. 
Ø  Prosedur gugatan perwakilan di Indonesia :
1.      Pemberian Kuasa, tidak semua anggota kelas (class members) harus memberikan persetujuan secara tertulis. Pemberian kuasa cukup diwakilkan oleh wakil kelas (class representative) yang jumlahnya relatif lebih sedikit.
2.      Bagian-bagian dalam gugatan harus lebih diperjelas secara formal tentang identitas pihak-pihak (persamaan fakta, hukum, dan tuntutan). Pada bagian posita dan Petitum dijelaskan tentang mekanisme pendistribusian ganti rugi.
3.      Akan ada penetapan terlebih dahulu untuk memutuskan apakah suatu gugatan dapat diajukan dengan cara class action atau tidak.
4.      Pemberitahuan (Notifikasi) dapat dilakukan dengan berbagai cara yang sifatnya lebih efektif agar semua anggota kelas (class members) mengetahui akan adanya gugatan class action tersebut.
5.      Bunyi putusan lebih terperinci dan dapat dilaksanakan. Mekanisme yang digunakan dalam notifikasi adalah mekanisme Opt-Out yaitu bagi anggota kelas (class Members) yang tidak setuju atau tidak ingin diikutkan dalam perkara tersebut dapat menyatakan keluar dari gugatan tersebut secara tertulis.
Ø  Berbagai UU yang telah mengakui pengaturan class action di Indonesia :
a.      Pasal 37 UU 23 / 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup :
-          Menggunakan istilah gugatan perwakilan
-          Pasal 37 ini sebenarnya mengatur tiga hal yang satu sama lain berbeda,yaitu :
§ Hak mengajukan gugatan secara perwakilan
§ Hak masyarakat mengajukan laporan mengenai permasalahan lingkungan hidup yang merugikan diri mereka
§ Perwakilan dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup untuk bertindak mengatasnamakan masyarakat
b.      Penjelasan Pasal 46 UU 8 / 1999 tentang Perlindungan Konsumen = Menggunakan istilah gugatan kelompok
c.       Pasal 71 UU 41 / 1999 tentang Kehutanan = Menggunakan istilah gugatan perwakilan
d.      Penjelasan Pasal 38 UU 18 / 1999 tentang Jasa Konstruksi = Menggunakan istilah gugatan perwakilan
e.      Pasal 36 UU 18 / 2008 tentang Pengelolaan Sampah
f.        Pasal 9 UU 5 / 1983 tentang ZEE
Ø  Syarat gugatan class action :
a.      Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak.
b.      Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan.
c.       Ada kesamaan jenis tuntutan diantara wakil kelompok dengan anggota kelompok.
d.      Wakil kelompok harus memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakili.
Ø  Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak (jumlahnya uncountable)
Ø  Terdapat kesamaan fakta / peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan
Ø  Ada kesamaan jenis tuntutan diantara wakil kelompok dengan anggota kelompok
Ø  Wakil kelompok harus memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakili
Ø  Dalam opt out tidak perlu surat kuasa dari anggota kelompok kepada wakil kelompok (Kalau sistem opt in kebalikannya)
Ø  Verifikasi = Pada awal proses pemeriksaan, persidangan, hakim wajib memeriksa dan mempertimbangkan kriteria gugatan perwakilan kelompok
Ø  Keuntungan class action :
1.      Lebih ekonomis dan efisien bagi tergugat dan penggugat
2.      Pengadilan tidak memerlukan banyak Majelis Hakim untuk menangani perkara sejenis
3.      Memberikan Akses kepada keadilan dan mengurangi hambatan2 bagi penggugat individual yang pada umumnya berposisi lebih lemah untuk memperjuangkan haknya di pengadilan
4.      Perubahan sikap pelaku pelanggaran (merugikan kepentingan masyarakat luas yang diharapkan ada efek jera)
5.      Menghindari putusan yang bertentangan satu sama lain atau tidak konsisten dalam satu perkara sejenis
Ø  Groupsacties = gugatan dari sekelompok orang yang masing-masing mempunyai kepentingan dan masing-masing kepentingan itu dapat diindividualisir
Ø  Algemeen Belang = gugatan yang dapat diajukan oleh sekelompok orang dengan tidak perlu diindividualisir, sebab kepentingan disini merupakan bagian dari hidup setiap orang atau anggota masyarakat.
Ø  Bagan prosedur gugatan kelompok :

Ø  di akhir prosedur, harus ada mekanisme ganti rugi !!

PERADILAN NIAGA
Ø  Prinsipnya, hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Niaga adalah Hukum Acara Perdata
Ø  Penjelasan Pasal 280 ayat (1) UU Kehakiman = Kewenangan absolut untuk menerima, memeriksa, dan mengadili permohonan kepailitan ada pada Pengadilan Niaga
Ø  Pengadilan niaga berada di lingkungan peradilan umum
Ø  Di Indonesia, pengadilan niaga ada di Jakarta, Semarang, Surabaya, Makasar, dan Medan berdasarkan Keppres No. 97 Tahun 1999 (PN inilah yang menjadi kompetensi relatif Peradilan Niaga)
Ø  Sejarah peradilan niaga :
-          Awalnya pengaturan kepailitan diatur dalam 2 macam peraturan kepailitan akibat dari pembedaan antara pedagang dan bukan pedagang, yaitu :
1.      Untuk pedagang Indonesia diatur dalam Buku ketiga KUHD
2.      Untuk bukan pedagang diatur dalam Buku Ketiga Rv 
-          Lalu, kedua aturan itu dicabut oleh Faillissement Verordening S 1906 – 348 (Peraturan Kepailitan)
-          Setelah bangsa Indonesia merdeka,  Faillissement Verordening masih tetap berlaku untuk kepailitan
-          Namun, peraturan tersebut sudah tidak mampu lagi memenuhi perkembangan. Akhirnya Faillissement V. diganti dengan ditetapkannya Perpu 1 / 1998 tentang Perubahan atas UU Kepailitan yang kemudian disahkan menjadi UU 4 / 1998
-          Ternyata UU 4 / 1998 juga memiliki kelemahan. Karena itu UU 4 / 1998 diganti dengan UU 37 / 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU)
Ø  Namun, harusnya memang dibedakan antara pedagang dan bukan pedagang, karena :
1.      Perusahaan (Pedagang) terdiri dari dua harta, yaitu harta pengurus dan harta perusahaan (jika suatu perusahaan terbukti mengalami pailit dikarenakan bukan kesalahan pengurus, maka harta yang terkena imbas pailit hanya harta perusahaan
2.      Perseorangan (bukan pedagang) hanya memiliki satu jenis harta dan tidak dapat dipisahkan dari orangnya
Ø  Kepailitan = Lembaga hukum perdata yang merealisasikan 2 asas pokok mengenai jaminan yang diatur dalam Pasal 1131 (jaminan umum) dan 1132 KUHPer (jaminan khusus)
Ø  Kepailitan adalah konsekuensi logis dari adanya :
1.      Pasal 1131 KUHPer = Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.
2.      Pasal 1132 KUHPer = Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada alasan- alasan sah untuk didahulukan.
Ø  Pailit = Sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dan dibawah pengawas hakim pengawas (UUKPKPU)
Ø  Filosofi Pailit = Kepailitan adalah jalan keluar bagi debitur yang tidak mampu membayar utangnya daripada permasalahan utangnya (agar tidak terus-terusan dikejar-kejar hutang)
Ø  Syarat Pailit : (Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU)
a.      Debitur sedikitnya mempunyai 2 kreditur / lebih (concursus creditorium) :
-          Kalau cuma 1, maka tidak perlu lembaga pailit karena harta kekayaan milik debitur menjadi jaminan pelunasan hutang kreditur tanpa perlu membaginya dengan kreditur lain
-          Urutan prioritas :
1.      Kreditur Separatis = Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan, yang tidak terkena akibat putusan pernyataan pailit, artinya hak-hak eksekusi mereka tetap dapat dijalankan seperti tidak ada kepailitan debitor (Ex : pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, dan hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya)
2.      Preferred Creditor = kreditor yang memiliki hak istimewa atau hak prioritas (hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatannya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya.)
3.      Concurrent Creditor = kreditor yang harus berbagi dengan para kreditor lainnya secara proporsional (pari passu), yaitu menurut perbandingan besarnya masing-masing tagihan, dari hasil penjualan harta kekayaan debitor yang tidak dibebani dengan hak jaminan. = unsecured creditor.
b.      Debitur tidak membayar sedikitnya satu hutang kepada salah satu krediturnya
c.       Hutang itu telah jatuh tempo dan telah dapat ditagih
Ø  Utang = kewajiban yang dinyatakan) atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor (UUKPKPU)
Ø  Kreditur lebih baik melalui lembaga pailit daripada lewat gugat wanprestasi jika debitur mandek, karena biaya gugatannya tidak worth it dibanding hutangnya.
Ø  Pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit (Pasal 2 ayat (1) – (5) UUKPKPU :
1.      Debitur itu sendiri
2.      Dua / lebih kreditur
3.      Kejaksaan untuk kepentingan umum
4.      BI dalam hal debitur adalah bank
5.      Ketua Bappepam dalam hal debitur adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring, dan penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian
6.      Menteri Keuangan dalam hal debitur adalah perusahaan asuransi, reasuransi, dana pensiun, atau BUMN yang bergerak di bidang kepentingan umum
Ø  Dalam teori, sebenarnya BUMN bisa dipailitkan, namun dalam prakteknya, MA pernah membatalkan pailit sebuah BUMN karena banyak UU lain (Ex : UU Perbendaharaan Negara) yang menyatakan harta negara tidak dapat dipailitkan dan harta negara tidak dapat disita
Ø  Permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh seorang advokat, kecuali dalam hal permohonan diajukan oleh Kejaksaan, BI, Bapepam dan Menteri Keuangan (Pasal 7 ayat (2) UUKPKPU)
Ø  Prosedur permohonan pailit :

Ø  Proses persidangan perkara perdata niaga tidak jauh beda dengan perkara perdata umum, HANYA di dalam sidang permohonan pailit tidak ada tahap replik dan duplik
Ø  Prosedur Persidangan Pailit :
1.      Sidang I,  Pemohon Pailit membacakan permohonannya.
2.      Sidang selanjutnya, Termohon Pailit dapat mengajukan jawaban (tanggapan) atau mengajukan permohonan PKPU
3.      Sidang selanjutnya, proses pembuktian pembuktian ini dilakukan secara sederhana
4.      Sidang selanjutnya, kesimpulan dari para pihak
5.      Sidang terakhir, pembacaan putusan.
Ø  Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU = Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi
Ø  Alat bukti dalam Peradilan Niaga Mengacu kepada alat-alat bukti dalam perkara perdata umum di Pasal 164 HIR
Ø  PKPU= Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diatur dalam Pasal 222-264 UUKPKPU
Ø  PKPU dapat diajukan oleh Debitur dan Kreditur
Ø  Macam PKPU :
1.      PKPU Sementara (Pasal 226 UUKPKPU)
2.      PKPU Tetap (Pasal 229 ayat (1)UUKPKPU)
Ø  Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan bersifat serta merta (Pasal 8 ayat (7) UUKPKPU)
Ø  Putusan Diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan (Pasal 8 ayat (5) UUKPKPU)
Ø  Dalam putusan, harus diangkat Kurator dan seorang Hakim Pengawas (Pasal 15 ayat (1) UUKPKPU)
Ø  Tugas Kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit (Pasal 69 UUKPKPU)
Ø  Tugas Hakim Pengawas mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit (Pasal 65 UUKPKPU)
Ø  Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali (Pasal 16 dan Pasal 69 UUKPKPU)
Ø  segala perbuatan Kurator tetap sah meski putusan dibatalkan akibat adanya Kasasi atau Peninjauan Kembali (Pasal 16 ayat (2) UUKPKPU)
Ø  Sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan maka Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. (Pasal 24 ayat (1) UUKPKPU)
Ø  Debitor yang pailit memiliki hak untuk menawarkan perdamaian kepada semua kreditor
Ø  Dalam perkara perdata niaga, yang melaksanakan putusan pailit adalah Kurator bukan KPN dan dalam perkara kepailitan tidak ada yang memimpin eksekusi, sebab UU hanya menyatakan bahwa dalam melakukan pemberesan dan pengurusan harta pailit, Kurator diawasi oleh Hakim Pengawas.
Ø  Tata Cara Eksekusi :
1.      Panitia Kreditor
2.      Verifikasi = Piutang-piutang Kreditor atau utang-utang Debitor yang dinyatakan pailit didata oleh Kurator untuk dicocokkan mengenai benar tidaknya pengakuan sebagai Kreditor, besarnya piutang Kreditor maupun kedudukannya sebagai Kreditor.
3.      Pelaksanaan Pemberesan oleh Kurator
4.      Penjualan di muka umum harta pailit (Lelang) = Dilakukan oleh Kurator/Balai Harta Peninggalan (BHP) dengan perantaraan Kantor Lelang Negara (juru lelang) dengan seizin Hakim Pengawas (penjualan di bawah tangan dapat dilakukan hanya dengan izin Hakim Pengawas)        
Ø  Setelah kepailitan berakhir, Debitor Pailit/ ahli warisnya berhak mengajukan rehabilitasi ke PNiaga yg memutus.
Ø  Rehabilitasi = pemulihan nama baik Debitor Pailit, melalui putusan pengadilan yg berisi keterangan bahwa Debitor telah memenuhi kewajibannya.
Ø  Upaya hukum yang bisa dilakukan terhadap Putusan Pailit hanya :
1.      Kasasi
2.      Peninjauan Kembali
Ø  Prosedur upaya hukum dalam perkara perdata niaga tidak jauh berbeda dengan perkara biasa, namun waktu pengajuannya beda dengan biasa

PENGETAHUAN UMUM
Ø  Anak yang sah adalah anak yang lahir dari perkawinan sah kedua orangtuanya, kecuali dikemudian hari dapat dibuktikan lain
Ø  1917 BW = Pemilik benda bergerak adalah orang yang memiliki kekuatan fisik

Ø  Pasal 5 UU 11 / 2008 = Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia. 
~ Ratapan 3:25

No comments:

Post a Comment