Monday 28 March 2016

RANGKUMAN HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI - PRA UTS

*Catatan ini hanya sebagai pembantu dalam belajar dan bukan menjadi satu-satunya sumber dalam belajar. Sekiranya ini hanya sebagai reminder dan teman-teman bisa belajar dari sumber lain:) Saran dan komentar sangat terbuka untuk saya. Selamat Belajar :D



9 HAKIM KONSTITUSI



INTRODUCTION

Ø  PTUN lahir sebagai konsekuensi ciri dari negara hukum yang keempat (yaitu munculnya peradilan administrasi dalam mengatasi perselisihan antara rakyat dengan pemerintah)
Ø  Sejak abad 20, ciri negara hukum bukan hanya harus ada PTUN, tapi harus ada Pengadilan Konstitusi (sekarang semua negara yang mengaku negara hukum pasti memiliki Peradilan Konstitusi)
Ø  Awal Ide membuat PTUN = Kenapa rakyat saja yang diadili? Kenapa pejabat ga bisa ? = Mempermasalahkan administrative decision = Norma Khusus
Ø  Awal ide membuat Peradilan Konstitusi = Kalau misalkan UU sendiri yang dibuat pemerintah itu merugikan masyarakat, gimana solusinya ? = Mempermasalahkan norma umum
Ø  Inggris dan Belanda tidak memiliki peradilan konstitusi dan mekanisme judicial review (UU tidak dapat diganggu gugat)
Ø  Empat momen dari jelajah histories yang patut dicermati dalam sejarah peradilan konstitusi antara lain :
a.      Kasus Madison vs Marbury di AS = Kasus pertama di AS di mana hakim MA membatalkan UU karena dirasa bertentangan dengan Konstitusi AS (menimbulkan ketegangan presiden AS dan MA Amerika Serikat) = Kendati saat itu Konstitusi Amerika Serikat tidak mengatur pemberian kewenangan untuk melakukan judicial review kepada MA, tetapi dengan menafsirkan sumpah jabatan yang mengharuskan untuk senantiasa menegakkan konstitusi, John Marshall menganggap MA berwenang untuk menyatakan suatu Undang-undang bertentangan dengan konstitusi.

b.      Ide Hans Kelsen merancang mahkamah khusus yang terpisah dari peradilan biasa (untuk mengawasi undang-undang dan membatalkannya jika ternyata bertentangan dengan Undang-Undang Dasar) untuk Austria
c.       Gagasan Mohammad Yamin dalam sidang BPUPKI = Mohammad Yamin menggagas lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa di bidang pelaksanaan konstitusi yang lazim disebut constitutioneele geschil atau constitutional disputes.
d.      Perdebatan PAH I MPR pada sidang-sidang dalam rangka amandemen UUD 1945 = Gagasan membentuk Mahkamah Konstitusi mengemuka pada sidang kedua Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR RI (PAH I BP MPR), pada Maret-April tahun 2000.
Ø  3 model peradilan konstitusi di dunia :
a.      Kelsen Theory = Peradilannya Tersentralisasi (hanya satu) = Biasanya di Negara Civil Law
b.      American Model = Peradilannya terdesentralisasi (semua hakim bisa menilai UU) = Biasanya common law
c.       France Model = Kewenangan constitusional review tidak diberikan kepada lembaga peradilan tetapi kepada suatu lembaga baru, yakni conseil constitutionnel (dewan konstitusi) = Pada sistem ini permohonan constitutional review bersifat preventif (Dewan konstitusi hanya dapat menguji rancangan undang-undang yang telah disahkan dan disetujui di parlemen, tetapi belum diundangkan sebagaimana mestinya) = sering ditemukan ketidakadilan dalam praktek


KEKUASAAN KEHAKIMAN

Ø  Negara dalam perspektif negara hukum dan demokrasi :
1.      Negara sebagai organisasi yang dibentuk dan diselenggarakan oleh rakyat dan bertujuan untuk mewujudkan tujuan bersama
2.      Untuk maksud dan tujuan dimaksud, negara diberikan kekuasaan
3.      Penyelenggaraan kekuasaan negara dimaksud harus berdasarkan hukum yang dibentuk secara demokratis
4.      Kekuasaan negara diorganisasi menjadi antara lain kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudisial
Ø  Pasal 24 (2) UUD 1945 = Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Ø  Setiap sengketa di dalam suatu masyarakat / negara harus selesai, karena berlarut-larutnya akan kontraproduktif dengan tujuan negara / masyarakat
Ø  Judicial Review = Pengujian peraturan perundang-undangan tertentu oleh hakim (yudikatif). Hal ini berarti hak atau kewenangan menguji (toetsingsrecht) dimiliki oleh hakim. Pengujian tersebut dilakukan atas suatu ketentuan peraturan perundang-undangan terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau terhadap konstitusi sebagai hukum tertinggi
Ø  Constitutional Review = Pengujian suatu ketentuan perundang-undangan terhadap konstitusi (Parameter pengujian dalam hal ini adalah konstitusi sebagai hukum tertinggi)
Ø  Perbedaan Judicial Review dan Constitutional Review = Judicial review memiliki lingkup materinya lebih luas karena menguji suatu peraturan perundang-undangan terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (tidak terbatas pada konstitusi sebagai parameter pengujian)


PENGETAHUAN DASAR MK

Ø  Istilah Constitutional Court :
- The guardian of the constitution
- The final interpreter of the constitution
- The guardian of the democracy
- The protector of the citixens’s constitutional rights
- The protector of the human rights
Ø  A Constitutional Court is a child of constitutional democracys (It can’t fulfill its function except in such a politic, for independence is indispensable to a well functioning judicial body and authoritarian governments do not allow such independent institution (Herman Schwartz)
Ø  MK adalah pengadilan yang paling mutakhir di Indonesia (baru muncul setelah reformasi)
Ø  Sejarah MK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dimulai, tepatnya setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945 dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B pada 9 November 2001.
Ø  Latar belakang dibentuknya MK di Indonesia :
1.      Perkembangan hukum dan politik Ketatanegaraan modern (perubahan ciri negara hukum sejak abad – 20)
2.      Mengimbangi kekuasaan pembentukan UU Yang dimiliki oleh DPR dan Presiden (Hal ini diperlukan agar UU Tidak menjadi legitimasi bagi tirani mayoritas wakil rakyat di DPR Dan Presiden yg dipilih langsung oleh mayoritas rakyat)
3.      Konsekuensi dari diterapkannya supremasi konstitusi (Prinsip supremasi konstitusi terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD)
4.      Melindungi HAM dan hak konstitusional warga negara dimana perlindungan, pemenuhan, dan pemajuannya adalah tanggung Jawab negara.
Ø  MK = Salah satu lembaga Peradilan di Indonesia yang disebutkan dalam UUD 1945 = Pelaksana Yudikatif
Ø  MK = Pengadilan pada tingkat pertama dan terakhir = Tidak bisa banding
Ø  4 Wewenang MK : (Pasal 24 C ayat 1 UUD 1945)
a.      Pengujian UU terhadap UUD (PUU)
b.      Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN)
c.       Perselisihan Hasil Pemilu Politik
d.      Pembubaran Partai
Ø  1 Kewajiban MK = Memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan / atau Wakil Presiden menurut UUD 1945 (Pasal 7B ayat 1 UUD 1945)
Ø  MK baru kerja jika ada pihak yang dirugikan (dia pasif)
Ø  Fungsi Mahkamah Konstitusi :
- Pengawal Konstitusi
- Penafsir final konstitusi = Menafsirkan isi konstitusi
- Pelindung HAM
- Pelindung Hak Konstitusional Warga Negara
- Pelindung Demokrasi
Ø  Undang Undang MK = UU 24 / 2003
Ø  Putusan MK bersifat Final dan Bending (mengikat)
Ø  Perbedaan peradilan MK dengan peradilan pada umumnya :
- Di pengadilan MK tidka ada termohon / tergugat
- Di MK tidak ada Penuntut Umum
- Jumlah hakim di peradilan MK ada 9 orang
- MK adalah pengadilan tingkat pertama dan terakhir ( tidak ada bisa naik banding / kasasi)
- Keputusan hakim MK final dan mengikat
- Tidak ada biaya pengadilan di MK
Ø  Proses beracara di MK :
1.      Pengajuan Permohonan
2.      Pendaftaran
3.      Penjadwalan Sidang
4.      Pemeriksaan Pendahuluan
5.      Pemeriksaan Persidangan
6.      Putusan
Ø  Syarat pengajuan permohonan :
1.      Ditulis dalam bahasa Indonesia.
2.      Ditandatangani oleh pemohon/kuasanya.
3.      Diajukan dalam 12 rangkap. (9 untuk hakim, 1 untuk pemerintah, 1 untuk DPR, 1 untuk Mahkamah Agung [DIKASIH KE MA AGAR KETIKA ADA JUDICIAL REVIEW TERHADAP SUATU UU YANG DIAJUKAN  DALAM PUU KE MK OLEH ORANG LAIN, MAKA JUDICIAL REVIEW ITU BISA DIFREEZE OLEH MA, AGAR DISELESAIKAN DULU PUU DARI UU ITU DI MK])
4.      Jenis perkara.
5.      Sistematika:
- Identitas dan legal standing;
- Posita
- Petitum
6.      Disertai bukti pendukung.
Ø  Pemeriksaan Pendahuluan :
- Memeriksa apakah pemohon memiliki legal standing.
- Memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan itu apakah sudah jelas atau belum kaitannya dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi
Ø  Ciri-ciri Pemeriksaan Persidangan di Mahkamah Konstitusi :
- Terbuka untuk umum.
- Memeriksa permohonan dan alat bukti.
- Para pihak hadir menghadapi sidang guna memberikan keterangan.
- Lembaga negara dapat diminta keterangan, Lembaga negara dimaksud dalam jangka waktu 7 hari wajib memberi keterangan yang diminta.
- Saksi dan/atau ahli memberi keterangan.
- Pihak-pihak dapat diwakili kuasa, didampingi kuasa dan orang lain.
Ø  Amar putusan MK dapat berupa : (Pasal 56 UU MK)
1.      Menyatakan permohonan tidak dapat diterima
2.      Menyatakan permohonan dikabulkan
3.      Menyatakan permohonan ditolak. 


PENGUJIAN UNDANG-UNDANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR

Ø  Toetsingrecht = Hak uji (digunakan pada saat membicarakan hak / kewenangan untuk menguji peraturan perundang-undangan)
Ø  Model-model Pengujian UU di dunia :
a.      Model 1 = Dilakukan setelah UU disahkan dan PUU menjadi kewenangan MA (Ex : AS, Jepang)
b.      Model 2 = Dilakukan setelah UU disahkan dan PUU menjadi kewenangan Constitutional Court (Ex : Indonesia)
c.       Model 3 = Dilakukan Constitution Preview / dilakukan sebelum UU disahkan (Ex : Perancis)
Ø  PUU MK hanya menguji UU saja (konvensi internasional, perjanjian internasional, PP, Perda, dan lainnya yang bukan UU TIDAK BISA diajukan ke MK !!!)
Ø  MK = Menguji UU terhadap UUD
MA = Menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU
Ø  PUU bisa HANYA TERHADAP 1 KATA dalam satu pasal !!!
Ø  Perbedaan PUU Formil oleh MK dan PUU Materil oleh MK :
A.      Formil
- Menilai suatu produk legislatif seperti UU telah melalui prosedur sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku
- Menguji soal-soal prosedur dan berkenaan dengan legalitas kompetensi institusi yang membuatnya (dilihat apakah UU itu sudah dibuat sesuai prosedur oleh lembaga negara yang berwenang membuat UU itu)
B.      Materil
- Menilai isi (apakah suatu peraturan perundang-undangan itu sesuai atau bertentnagan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya
- Menilai apakah suatu kekuasaan tertentu berhak mengeluarkan suatu peraturan tertentu
- Pengujian material berkaitan dengan kemungkinan pertentangan materi sesuatu peraturan dengan peraturan lain yang lebih tinggi ataupun menyangkut kekhususan2 yang dimiliki suatu aturan dibandingkan dengan norma-norma yang berlaku umum
Ø  Pada awalnya, di Pasal 50 UU MK, UU yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah UU yang diundangkan setelah perubahan UUD NRI Tahun 1945, namun ketentuan ini telah dihapus berdasarkan putusan MK nomor 066/PUU-II/2004, agar semua UU  bisa terakomodasi untuk PUU di MK
Ø  Pemohon dalam PUU / Legal Standing : (Pasal 51 UU MK)
1.      Pihak yang menganggap hak dan / atau kewenangan konstitusionalnnya dirugikan oleh berlakunya UU
2.      Berbentuk :
- Perorangan / WNI
- Badan hukum publik / privat
- Lembaga negara
- Kesatuan masyarakat hukum adat
Ø  Tidak ada termohon dalam PUU !!!
Ø  Suatu UU dikatakan telah membuat kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional seseorang, harus memenuhi 5 syarat, yaitu : (Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007)
- adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;
- hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
- kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak- potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat  dipastikan akan terjadi;
- adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
- adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya  permohonan, maka kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi
Ø  MK tidak mengadili pembentuk UU
Ø  Pemeriksaan permohonan pengujian UU terhadap UUD 1945 dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum, kecuali Rapat Permusyawaratan Hakim. (Pasal 2 PMK Nomor 06/PMK/2005)
Ø  Rapat permusyawaratan Hakim / RPH :
- Bersifat tertutup dan rahasia
- Hanya dapat diikuti oleh Hakim konstitusi dan Panitera
- Pada rapat ini Perkara dibahas secara mendalam dan rinci serta putusan MK diambil yang harus dihadiri sekurang-kurangnya tujuh hakim konstitusi
- Pada rapat ini Panitera mencatat dan merekam setiap pokok bahasan dan kesimpulan.
Ø  Pasal 60 UU No. 24 Tahun 2006 = Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali (ne bis in idem)
Ø  Pasal 42 PMK No. 06/PMK/2005
(1) Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam UU yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali.
(2) Terlepas dari ketentuan ayat (1) di atas, permohonan pengujian UU terhadap muatan ayat, pasal, dan/atau bagian yang sama dengan perkara yang pernah diputus oleh Mahkamah dapat dimohonkan pengujian kembali dengan syarat-syarat konstitusionalitas yang menjadi alasan permohonan yang bersangkutan berbeda
Ø  PUU bisa jadi pintu masuk untuk constitutional complain atau ke SKLN


PERSELISIHAN HASIL PEMILU

Ø  Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, dan Presiden + Wapres (tidak termasuk kepala daerah) (Pasal 22 E ayat (2) UUD 1945)
Ø  Presidential Threshold = Ambang batas partai politik dapat mencalonkan pasangan presiden wakil presiden (UU Pilpres-Wapres menetapkan aturan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional pada pemilu DPR)
Ø  Karena Pilkada tidak termasuk Pemilu, maka di semua aturan tentang Pemilu tidak berlaku untuk Pilkada
Ø  Pilkada tidak diselennggarakan oleh KPU (tp oleh KPU daerah yang kepalanya bukan KPU Pusat)
Ø  Pilkada sudah berganti nama menjadi Pemilukada (UU 22 / 2007)
Ø  Makna hasil pemilu :
- Kuantitas hasil pemilu
- Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemilu (Ex : DPT)
Ø  Penetapan Hasil Pemilu = Jumlah suara yang diperoleh peserta pemilu (Penjelasan Pasal 74 ayat 2  UU MK)
Ø  Tindak pidana Pemilu = Tindak pelanggaran dan / atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana pemilu, diselesaikan dengan mekanisme HAPID di KUHAP & UU terkait Pemilu
Ø  Pelanggaran administrasi Pemilu = Pelanggaran yang melipti tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan Pemilu di luar tindak pidana Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu
Ø  Sengketa Pemilu = Sengketa yang terjadi antar eserta pemilu dan sengketa peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
Ø  Sengketa tata usaha negara pemilihan = Sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara pemilihan antara peserta pemilihan atau pemilihan umum dengan KPU (di setiap tingkatannya) sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU (di setiap tingkatannya).
Ø  Penyelenggaraan kode etik penyelenggara pemilu = Pelanggaran terhadap etika penyelenggara pemilu yag berpedomankan sumpah dan atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu.
Ø  Perselisihan hasil Pemilu diselesaikan oleh MK
Ø  MK tidak berwenang mengadili hasil Pemilukada karena tidak termasuk pemilu (Namun, menurut UU 1 / 2015, sebelum terbentuk badan baru yang mengurusi hasil Pemilukada, maka sementara ditangani MK)
Ø  Pemohon dalam Permohoan Perselisihan Hasil Pemilu :
a.      perorangan warga negara Indonesia calon anggota Dewan Perwakilan Daerah peserta pemilihan umum; 
b.      pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden peserta pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden
c.       partai politik peserta pemilihan umum
Ø  Perselisihan hasil pemilu (Pasal 74 ayat (2) UU MK)= Perselisihan mengenai “penetapan hasil pemilihan umum yang dilakukan secara nasional oleh KPU” yang mempengaruhi :
a.      Terpilihnya calon anggota DPD
b.      Penentuan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
c.       Perolehan kursi partai politik peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan.
Ø  Syarat suatu perselisihan hasil pemilu bisa diajukan ke MK : (Pasal 158 UU 8 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang)
1.      Peserta pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% (dua persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi
b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 (dua juta) sampai dengan 6.000.000 (enam juta), pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi
c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 (enam juta) sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1% (satu persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi
d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
2.      Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara dengan ketentuan :
a. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% (dua persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota
b. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan apabila terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota
c. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1% (satu persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota
d. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota.
Ø  Khusus untuk perkara Perselisihan Hasil Pemilu diajukan paling lambat 3 X 24 jam sejak KPU mengumumkan hasil pemilu.
Ø  Permasalahan Hasil Pemilu yang menjadi kewenangan MK meliputi :
- Permasalahan kuantitas hasil Pemilu
- Permasalahan kualitas penyelenggaraan Pemilu
Ø  Contoh pelanggaran dalam proses pemilu / pilkada = Money politic, keterlibatan oknum pejabat / PNS (Pelanggaran ini dapat membatalkan hasil pemilu sepanjang berpengaruh secara signifikan, yakni karena terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif
Ø  Batasan kewenangan MK terhadap perselisihan hasil Pemilu : (Pasal 74 ayat 2 UU MK)
- Hanya sebatas penetapan hasil Pemilu secara nasional oleh KPU yang mempengaruhi hasil pemilu
- Kalau hasil pemilu yang sejatinya tidak mengubah hasil pemilu yang dipermasalahkan, maka MK langsung menolak permohonan pelapor terkait perselisihan hasil pemilu
Ø  Contoh pelanggaran dalam proses pemilu yang tidak berpengaruh / tidak dapat ditaksir pengaruhnya terhadap hasil pemilu = Membuat baliho yang tidak sesuai aturan, kertas simulasi yang menggunakan lambang, kampanye diluar jadwal yang diperbolehkan
Ø  Putusan MK dalam kasus perselisihan hanya terdiri 3 jenis, yaitu : (Pasal 77 ayat (1) sampai ayat (4) UU MK) :
1.      Tidak dapat diterima (tidak diproses MK)
2.      Dikabulkan (telah diproses MK)
3.      Ditolak (telah diproses MK)
Ø  MK hanya akan menentukan penghitungan mana yang dinyatakan benar, apakah penghitungan versi penyelenggara atau penghitungan versi pemohon keberatan
Ø  Pelanggaran Pemilu sekarang ini sudah TSM (Terstruktur Sistematis Masif) = Kecurangan Pemilu sudah dalam keadaan yang disusun dan diatur rapi, dengan memakai sistem dan dilakukan secara besar- besaran.


SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA

Ø  SKLN = Sengketa Kewenangan Lembaga Negara
Ø  Dasar hukum SKLN :
- Pasal 61 – 67 UU MK (UU 24 / 2003)
- PMK No. 08 / PMK / 2006
- Dasar 24C ayat (1) UUD 1945
Ø  Unsur-unsur SKLN :
A.      Sengketa = Perselisihan atau perbedaan pendapat yang berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan antara dua atau lebih lembaga negara.  (Pasal 1 angka 7 PMK Nomor 08 / MK / 2006 )
B.      Kewenangan Konstitutsional Lembaga Negara = Kewenangan yang dapat berupa wewenang/hak dan tugas/kewajiban lembaga negara yang diberikan oleh UUD 1945.  (Pasal 1 angka 6 PMK Nomor 08 / MK / 2006)
C.      Lembaga negara = Lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. (Pasal 1 angka 5 PMK Nomor 08 / MK / 2006)
Ø  Pihak-pihak yang bersengkata : (PMK Nomor 08 / MK / 2006)
a.      Pemohon = Lembaga negara yang menganggap kewenangan konstitusionalnya diambil, dikurangi, dihalangi, diabaikan, dan/atau dirugikan oleh lembaga negara yang lain (Pemohon harus mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan)
b.      Termohon = Lembaga negara yang dianggap telah mengambil, mengurangi, menghalangi, mengabaikan, dan/atau merugikan pemohon
Ø  Yang dapat menjadi Pemohon dan Termohon dalam SKLN : (Pasal 2 PMK Nomor 08 / MK / 2006)
1.      Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
2.      Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
3.      Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
4.      Presiden
5.      Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
6.      Pemerintahan Daerah (Pemda)
7.      Lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan UUD 1945.
Ø  Dalam ketentuan UUD 1945, menurut Jimly ada beberapa subjek hukum kelembagaan yang dapat dikaitkan dengan pengertian lembaga / organ negara dalam arti luas (subjek Sengketa Kewenangan Lembaga Negara), yaitu :
1.      Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2.      Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
3.      Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
4.      Presiden
5.      Wakil Presiden
6.      Dewan Pertimbangan Presiden
7.      Kementerian Negara
8.      Duta
9.      Konsul
10.  Pemerintahan Daerah Propinsi, yang mencakup Jabatan Gubernur dan DPRD Propinsi
11.  Pemerintahan Daerah Kabupaten, yang mencakup Jabatan Bupati dan DPRD Kabupaten
12.  Pemerintahan Daerah Kota, yang mencakup Jabatan Walikota dan DPRD Kota.
13.  Komisi Pemilihan Umum / KPU (yang akan diatur lebih lanjut dalam undang-undang)
14.  Bank Sentral (yang akan diatur lebih lanjut dalam undang-undang)
15.  Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
16.  Mahkamah Agung (MA)
17.  Mahkamah Konstitusi (MK)
18.  Komisi Yudisial(KY)
19.  Tentara Nasional Indonesia (TNI)
20.  Kepolisian Negara Republik Indonesia
21.  Pemerintah Daerah Khusus atau istimewa
22.  Kesatuan Masyarakat hukum adat
Ø  Dalam SKLN, kedua lembaga negara yang bersengkata harus merupakan lembaga yang tercantum / dijelaskan di UUD 1945
Ø  Objek Perkara SKLN :
1.      Apakah ada aspek kewenangan yang diatur secara langsung / setidak-tidaknya secara tidak langsung dalam UUD 1945
2.      Apakah kewenagan  itu terganggu / dirugikan oleh keputusan-keputusan tindakan atau pelaksanaan kewenangan konstitusional lembaga negara lain sehingga menyebabkannya memperoleh kedudukan hukum yang beralasan untuk mengajukan permohonan perkara SKLN ke MK       
Ø  Hakim MK melihat apakah syarat subjek perkara SKLN dan Objek Perkara SKLN dari suatu permohonan perkara SKLN sudah terpenuhi apa belum (menentukan apakah permohonan itu bisa diterima apa tidak)


PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

Ø  Rakyat sebagai pemegang kedaulatan memiliki hak :
- Kebebasan hati nurani dan pikiran
- Hak menyatakan pendapat
- Hak berserikat
Ø  Dalam Undang-undang  Nomor.2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik (pasal 11) menyatakan   Partai Politik berfungsi sebagai sarana :
a.      Pendidikan Politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga Negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
b.      Penciptaan iklim yang kondusif  bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;
c.       Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik  masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan Negara;
d.      Partisipasi politik warga Negara Indonesia
e.      Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
Ø  Partai Politik tidak hanya sebatas partai politik yang ikut Pemilu (yang tidak ikut pemilu juga disebut partai politik
Ø  Parpol bisa dibubarkan namun harus sesuai dengan hukum
Ø  Pembubaran Parpol melalui :
1.      Putusan pengadilan
2.      Prinsip Due Process of Law
Ø  Pembubaran Parpol hanya bisa diajukan oleh Pemerintah (pemohonnya hanya pemerintah yang dapat diwakili oleh Jaksa Agung / Menteri yang ditunjuk oleh presiden)
Ø  Alasan kewenangan pemohon pembubaran Parpol hanya pemerintah :
- Dalam UU Parpol, negara punya kewenangan membina partai politik
- Negara dianggap yang paling tahun akan perkembangan parpol
Ø  Termohon Pembubaran parpol = Parpol yang akan dibubarkan
Ø  Alasan Parpol dapat dibubarkan (Pasal 68 ayat (2) UU MK) :
1.      Ideologi partai politik yang bersangkutan dianggap bertentangan dengan UUD 1945
2.      Asas partai politik yang bersangkutan dianggap bertentangan dengan UUD 1945
3.      Tujuan partai politik yang bersangkutan dianggap bertentangan dengan UUD 1945
4.      Program partai politik yang bersangkutan dianggap bertentangan dengan UUD 1945
5.      Kegiatan partai politik yang bersangkutan dianggap bertentangan dengan UUD 1945
Ø  Alasan Parpol dapat dibubarkan : (UU no 2 / 2008 jo. UU no. 2 / 2011)
a.      Dengan Pembekuan terlebih dulu:
- melanggar larangan terkait dengan nama, lambang, atau tanda gambar
- melanggar larangan mendirikan badan usaha dan/atau memiliki saham suatu badan usaha.
- melanggar larangan kegiatan yang bertentangan dengan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan.
- melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatan negara.
b.      Tanpa Pembekuan
- menganut dan mengembangkan serta menyebarkan ajaran atau paham Komunisme/Marxisme-Leninisme.
- pengurus partai politik menggunakan partai politiknya untuk melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 107 huruf c, huruf d, atau huruf e Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999.
Ø  Permohonan pembubaran Parpol harus diputus maksimal 60 hari kerja !!!
Ø  Tahapan persidangan permohonan pembubaran parpol :
1.      Pemeriksaan pendahuluan
2.      Pemeriksaan persidangan
3.      Putusan
Ø  Pembuktian didasarkan pada dokumen2 dan fakta2
Ø  Jika amar putusan hakim adalah mengabulkan permohonan pembubaran parpol, maka Majelis Hakim MK :
1.      Menyatakan membubarkan dan membatalkan status badan hukum parpol yang minta dibubarkan
2.      Meminta pemerintah untuk :
- Menghapuskan parpol yang dibubarkan dari daftar parpol pada pemerintah
- Mengumumkan putusan mahkamah dalam berita negara RI
Ø  Akibat hukum pembubaran parpol : (Pasal 10 ayat (2) PMK No. 12 / 2008)
- Pelarangan hak hidup partai politik dan penggunaan simbol-simbol partai tersebut di seluruh Indonesia
- Pemberhentian seluruh anggota DPR dan DPRD yang berasal dari partai politik yang dibubarkan
- Pelarangan terhadap mantan pengurus partai politik yang dibubarkan untuk melakukan kegiatan politik
- Pengambilalihan oleh negara atas kekayaan partai politik yang dibubarkan.
Ø  Kasus Pembubaran Parpol :
- Partai Refak Turki
- Socialist Reich Party dan Communist Party di Jerman
- Thai Rak Thai Party di Thailand
- Pembubaran Masyumi (Keppres No 200 tahun 1960)
- Pembubaran PSI / Partai Sosialis Indonesia (Keppres No. 201 Tahun 1960)
- Pembubaran PKI (Keppres No. 1 / 3  / 1996)


KEWAJIBAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Ø  Kewajiban MK = Memutus pendapat DPR dalam proses pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden
Ø  Sistem pemerintahan Indonesia = Presidensil
Ø  Presiden sebagai kepala pemerintahan = Menjalankan Pemerintahan
Ø  Di dalam menjalankan kewenangannya, presiden diawasi melalui mekanisme check and balances
Ø  Ciri pemerintahan presidensial dan gagasan impeachment : (PAH 1 BP MPR / Panitia Ad Hoc Badan Pekerja MPR )
1.      adanya masa jabatan Presiden yang bersifat tetap (fixed term);
2.      Presiden selain sebagai kepala negara juga kepala pemerintahan
3.      adanya mekanisme saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances)
4.      adanya mekanisme impeachment.
Ø  Definisi Impeachment :
a.      Arab = Makzul = Diturunkan dari jabatan (Removal From Office)
b.      Kamus Bahasa Indonesia = Makzul = Meletakkan jabatan; turun tahta raja
c.       Pemakzulan = Sebuah proses di mana sebuah badan legislatif secara resmi menjatuhkan dakwaan terhadap seorang pejabat tinggi negara
d.      Black's Law Dictionary = A criminal proceeding against a public officer, before a quasi political court, instituted by a written accusation called ‘articles of impeachment”
e.      Encyclopedia Britanica = a criminal proceeding instituted against a public official by a legislative body
f.        Jimly Asshidiqie = Tuduhan atau dakwaan sehingga impeachment lebih menitikberatkan pada prosesnya dan tidak mesti berakhir dengan berhenti atau turunnya Presiden atau pejabat tinggi negara lain dari jabatannya
Ø  Dasar Impeachment :
- Fondasi check and balances
- Pelaksanaan fungsi pengawasan MPR
- Proses Politik
Ø  Tujuan Impeachment = Meminimalisasi penyalahgunaan kekuasaan (instrumen untuk menegur perbuatan menyimpang, penyalahgunaan, dan pelanggaran terhadap keperayaan publik oleh pejabat negara
Ø  Sejatinya impeachment merupakan instrumen untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dari pemegangnya
Ø  Dasar hukum Impeachment :
1.      Pasal 7A & 7B UUD 1945
2.      UU MK
3.      PMK No. 21 / 2009
Ø  Pasal 7A UUD 1945 = Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
Ø  Pasal 7B ayat (1) UUD 1945 =  Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Ø  Sejarah Impeachment di Indonesia :
a.      Sebelum amandemen
- Impeach dilakukan oleh MPR (Presiden adalah mandataris MPR)
- Penguasa Indonesia yang sukses diimpeach = Soekarno (alasan : ) & Abdurahman Wahid (alasan : Dekrit Presiden dia yang meminta MPR dibubarkan, Bulogate, Bruneigate)
b.      Setelah amandemen
- Due process  of Law
- Dasar hukum = Hak menyampaikan pendapat DPR, Pasal 77 UU MD3, MK, MPR Paragraf 3 UU MD3
Ø  Contoh Impeachment yang sukses = Rolandas Paskas (Presiden Lithuania) pada 6 April 2004
Ø  Objek Impeachment : (tidak terbatas pada Presiden / Wapres saja)
a.      Indonesia = Presiden dan Wakil Presiden
b.      Korea Selatan = Presiden, Perdana Menteri, anggota Dewan Negara, Kepala Eksekutif Departemen, Hakim Mahkamah Konstitusi, Hakim, anggota Komite Manajemen Pemilihan Pusat, anggota Dewan Audit dan Inspeksi, dan lainnya pejabat publik yang ditunjuk oleh hukum.
c.       Amerika Serikat = Presiden, Wakil Presiden, maupun kepada seluruh pejabat sipil lainnya seperti Menteri (secretary), Gubernur dan sebagainya
Ø  Alasan impeachment di Indonesia : (Pasal 7A UUD 1945)
1.    Melakukan pelanggaran hukum berupa:
a.    Penghianatan terhadap Negara
b.    Korupsi
c.    Penyuapan
d.    Tindak pidana berat lainnya, atau
e.    Perbuatan Tercela,
2.    Terbukti tidak memenuhi syarat sebagai Presiden, syarat-syaratnya (Pasal 6 ayat (1) UUD 1945) yaitu : (minimal 1 aja sudah cukup)
a.      Warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri
b.      Tidak pernah mengkhianati negara
c.       Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Ø  Perbuatan tercela = Tidak sesuai dengan norma kesusilaan / adat
Ø  Makna Pasal 7A UUD 1945 menurut Pasal 10 ayat (3) UU MK : (jenis-jenis pelanggaran hukum tersebut)
a.      Penghianatan terhadap Negara adalah tindak pidana terhadap keamanan  Negara sebagaimana diatur dalam undang-undang
b.      Korupsi dan penyuapan adalah adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang
c.       Tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana 5 (lima) tahun atau lebih.
d.      Perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan/atau wakil presiden
e.      Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau wakil Presiden adalah syarat sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 6 Undang- Undang Dasar 1945.
Ø  Lembaga negara yang terlibat dalam Impeachment :
1.      Parlemen
2.      Lembaga PeradilanPengetahuan Umum
Ø  Proses Acara Impeachment Presiden : (Pasal 7B UUD 1945)
1.      DPR berpendapat untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden karena telah memenuhi alasan impeachment sebagaimana diatur dalam pasal 7A UUD 1945
2.      DPR mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut
3.      Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama 90 hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
4.      Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan pendapat DPR benar, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5.      Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat 30 hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut
6.      Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir (setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat)
Ø  Para Pihak dalam proses acara impeach : (Hukum Acara MK Nomor 21 / 2009)
a.      Pemohon = DPR (diwakili pimpinan)
b.      Termohon = Presiden dan/atau wakil presiden
Ø  Presiden dan/atau wakil presiden dapat didampingi penasehat hukum, namun wajib menghadiri sidang
Ø  Kalau di tengah jalannya proses acara pemakzulan, Presiden dan/atau Wakil Presiden mengundurkan diri, maka acaranya batal demi hukum (objek permohonannya sudah tidak ada, sehingga batal demi hukum)
Ø  Hal-hal menarik dalam proses Impeachment di Indonesia:
1.      Apakah proses impeachment tunduk pada prinsip-prinsip dan asas-asas yang terdapat di dalam hukum pidana dan hukum acara pidana, atau perlukah disusun satu hukum acara tersendiri?
2.      Apakah diperlukan semacam special prosecutor yang dibentuk secara khusus untuk melakukan penuntutan terhadap Presiden di depan sidang yang digelar oleh MK?
3.      Bagaimanakah tata cara DPR mengumpulkan bukti-bukti, sehingga bisa sampai pada suatu kesimpulan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lain, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden?
4.      Apakah yang dimaksud dengan kata “pendapat” yang terdapat di dalam Pasal 7A dan 7B tersebut berupa “pendapat politik” yang berarti secara luas bisa dilatarbelakangi persoalan suka atau tidak suka (like and dislike) kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden ataukah “pendapat hukum” yang berarti harus terukur dan terbingkai oleh norma-norma yuridis?
5.      Apabila MK memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak lagi memenuhi syarat dan DPR telah menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR dan MPR pun menerima usulan tersebut, maka bisakah di kemudian hari, setelah tidak menjabat lagi, Presiden dan/atau Wakil Presiden diadili lagi di peradilan umum dan tidak melanggar asas ne bis in idem dalam hukum pidana?
6.       Apakah proses peradilan yang bersifat khusus bagi Presiden dan/atau Wakil Presiden ini tidak bertentangan dengan asas persamaan di depan hukum (equality before the law)?
7.      Mengingat putusan MK yang memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak lagi memenuhi syarat tidak mengikat MPR, apakah ini bisa diartikan bertentangan dengan prinsip supremasi hukum (supremacy of law) yang dikenal dalam hukum tata negara?
8.      Kalau kita negara hukum, kenapa proses acara impeachement Indonesia mayoritas berdasarkan proses politik (terlalu banyak peran DPR dalam proses ini)


PENGETAHUAN UMUM

Ø  Dasar hukum negara Indonesia adalah negara demokrasi adalah :
- Pasal 1 ayat (2) UUD 1945
- Pemilihan Umum
- Pasal 28 UUD 1945
- Pasal 28 E ayat 3 UUD 1945
Ø  Yudisial = Judicial
Ø  HTN = Constitutional Law
Ø  MA = Supreme Court
Ø  Di German dan Austria, MA dan Mahkamah Administrasi posisinya sejajar
Ø  Anggaran Dasar = Article of Association
Ø  Teori perwakilan :
a.      Function Representation = Berdasarkan golongan (Ex : Inggris)
b.      Region Representation = Berdasarkan wilayah (Ex : Amerika Serikat)
c.       Political Representation = Berdasarkan perolehan partai politik (Ex : Indonesia)
Ø  Anggota MPR = Anggota DPR + Anggota DPD
Ø  Jumlah Anggota DPR = 560 orang
Ø  Jumlah Anggota DPD = 136  orang (4 perwakilan tiap provinsi)
Ø  Jumlah anggota DPD <  1/3 jumlah anggota DPR (Pasal 22C ayat (2) UUD 1945)
Ø  Hak menyampaikan pendapat DPR = hak DPR untuk menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air, maupun di kancah internasional.
Ø  Presiden juga memiliki kekuasaan legislatif
Ø  UU = Dibuat presiden & DPR (mereka tidak ada atasan, sehingga kinerja mereka dalam membuat UU di check & balances oleh MK)

Ø  Perda = Dibuat oleh kepala daerah & DPRD (mereka dalam membuat Perda di check & balances oleh Mendagri)

Lebih baik menjadi orang kecil, tetapi bekerja untuk diri sendiri, dari pada berlagak orang besar, tetapi kekurangan makan Amsal 12:9

No comments:

Post a Comment