9 HAKIM KONSTITUSI |
INTRODUCTION
Ø PTUN lahir sebagai konsekuensi ciri
dari negara hukum yang keempat (yaitu munculnya peradilan administrasi dalam
mengatasi perselisihan antara rakyat dengan pemerintah)
Ø Sejak abad 20, ciri negara hukum
bukan hanya harus ada PTUN, tapi harus ada Pengadilan Konstitusi (sekarang
semua negara yang mengaku negara hukum pasti memiliki Peradilan Konstitusi)
Ø Awal Ide membuat PTUN = Kenapa rakyat
saja yang diadili? Kenapa pejabat ga bisa ? = Mempermasalahkan administrative
decision = Norma Khusus
Ø Awal ide membuat Peradilan Konstitusi
= Kalau misalkan UU sendiri yang dibuat pemerintah itu merugikan masyarakat,
gimana solusinya ? = Mempermasalahkan norma umum
Ø Inggris dan Belanda tidak memiliki
peradilan konstitusi dan mekanisme judicial review (UU tidak dapat diganggu
gugat)
Ø Empat momen dari jelajah histories
yang patut dicermati dalam sejarah peradilan konstitusi antara lain :
a. Kasus Madison vs Marbury di AS = Kasus
pertama di AS di mana hakim MA membatalkan UU karena dirasa bertentangan dengan
Konstitusi AS (menimbulkan ketegangan presiden AS dan MA Amerika Serikat) = Kendati
saat itu Konstitusi Amerika Serikat tidak mengatur pemberian kewenangan untuk
melakukan judicial review kepada MA, tetapi dengan menafsirkan sumpah jabatan
yang mengharuskan untuk senantiasa menegakkan konstitusi, John Marshall
menganggap MA berwenang untuk menyatakan suatu Undang-undang bertentangan
dengan konstitusi.
b. Ide Hans Kelsen merancang mahkamah
khusus yang terpisah dari peradilan biasa (untuk mengawasi undang-undang dan
membatalkannya jika ternyata bertentangan dengan Undang-Undang Dasar) untuk
Austria
c. Gagasan Mohammad Yamin dalam sidang
BPUPKI = Mohammad Yamin menggagas lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa
di bidang pelaksanaan konstitusi yang lazim disebut constitutioneele geschil
atau constitutional disputes.
d. Perdebatan PAH I MPR pada
sidang-sidang dalam rangka amandemen UUD 1945 = Gagasan membentuk Mahkamah
Konstitusi mengemuka pada sidang kedua Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR RI
(PAH I BP MPR), pada Maret-April tahun 2000.
Ø 3 model peradilan konstitusi di dunia
:
a. Kelsen Theory = Peradilannya
Tersentralisasi (hanya satu) = Biasanya di Negara Civil Law
b. American Model = Peradilannya
terdesentralisasi (semua hakim bisa menilai UU) = Biasanya common law
c. France Model = Kewenangan
constitusional review tidak diberikan kepada lembaga peradilan tetapi kepada
suatu lembaga baru, yakni conseil constitutionnel (dewan konstitusi) = Pada
sistem ini permohonan constitutional review bersifat preventif (Dewan
konstitusi hanya dapat menguji rancangan undang-undang yang telah disahkan dan
disetujui di parlemen, tetapi belum diundangkan sebagaimana mestinya) = sering
ditemukan ketidakadilan dalam praktek
KEKUASAAN KEHAKIMAN
Ø Negara dalam perspektif negara hukum
dan demokrasi :
1. Negara sebagai organisasi yang
dibentuk dan diselenggarakan oleh rakyat dan bertujuan untuk mewujudkan tujuan
bersama
2. Untuk maksud dan tujuan dimaksud,
negara diberikan kekuasaan
3. Penyelenggaraan kekuasaan negara
dimaksud harus berdasarkan hukum yang dibentuk secara demokratis
4. Kekuasaan negara diorganisasi menjadi
antara lain kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudisial
Ø Pasal 24 (2) UUD 1945 = Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang
berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara,
dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Ø Setiap sengketa di dalam suatu masyarakat
/ negara harus selesai, karena berlarut-larutnya akan kontraproduktif dengan
tujuan negara / masyarakat
Ø Judicial Review = Pengujian peraturan
perundang-undangan tertentu oleh hakim (yudikatif). Hal ini berarti hak atau
kewenangan menguji (toetsingsrecht) dimiliki oleh hakim. Pengujian tersebut
dilakukan atas suatu ketentuan peraturan perundang-undangan terhadap peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi atau terhadap konstitusi sebagai hukum
tertinggi
Ø Constitutional Review = Pengujian
suatu ketentuan perundang-undangan terhadap konstitusi (Parameter pengujian
dalam hal ini adalah konstitusi sebagai hukum tertinggi)
Ø Perbedaan Judicial Review dan
Constitutional Review = Judicial review memiliki lingkup materinya lebih luas
karena menguji suatu peraturan perundang-undangan terhadap peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi (tidak terbatas pada konstitusi sebagai
parameter pengujian)
PENGETAHUAN DASAR MK
Ø Istilah Constitutional Court :
- The
guardian of the constitution
- The
final interpreter of the constitution
- The
guardian of the democracy
- The
protector of the citixens’s constitutional rights
- The
protector of the human rights
Ø A Constitutional Court is a child of
constitutional democracys (It can’t fulfill its function except in such a politic,
for independence is indispensable to a well functioning judicial body and
authoritarian governments do not allow such independent institution (Herman
Schwartz)
Ø MK adalah pengadilan yang paling
mutakhir di Indonesia (baru muncul setelah reformasi)
Ø Sejarah MK dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia dimulai, tepatnya setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945 dalam
Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B pada 9 November 2001.
Ø Latar belakang dibentuknya MK di
Indonesia :
1. Perkembangan hukum dan politik
Ketatanegaraan modern (perubahan ciri negara hukum sejak abad – 20)
2. Mengimbangi kekuasaan pembentukan UU
Yang dimiliki oleh DPR dan Presiden (Hal ini diperlukan agar UU Tidak menjadi
legitimasi bagi tirani mayoritas wakil rakyat di DPR Dan Presiden yg dipilih
langsung oleh mayoritas rakyat)
3. Konsekuensi dari diterapkannya
supremasi konstitusi (Prinsip supremasi konstitusi terdapat dalam Pasal 1 ayat
(2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut UUD)
4. Melindungi HAM dan hak konstitusional
warga negara dimana perlindungan, pemenuhan, dan pemajuannya adalah tanggung
Jawab negara.
Ø MK = Salah satu lembaga Peradilan di
Indonesia yang disebutkan dalam UUD 1945 = Pelaksana Yudikatif
Ø MK = Pengadilan pada tingkat pertama
dan terakhir = Tidak bisa banding
Ø 4 Wewenang MK : (Pasal 24 C ayat 1
UUD 1945)
a. Pengujian UU terhadap UUD (PUU)
b. Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN)
c. Perselisihan Hasil Pemilu Politik
d. Pembubaran Partai
Ø 1 Kewajiban MK = Memberikan putusan
atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan / atau Wakil
Presiden menurut UUD 1945 (Pasal 7B ayat 1 UUD 1945)
Ø MK baru kerja jika ada pihak yang
dirugikan (dia pasif)
Ø Fungsi Mahkamah Konstitusi :
-
Pengawal Konstitusi
-
Penafsir final konstitusi = Menafsirkan isi konstitusi
-
Pelindung HAM
-
Pelindung Hak Konstitusional Warga Negara
-
Pelindung Demokrasi
Ø Undang Undang MK = UU 24 / 2003
Ø Putusan MK bersifat Final dan Bending
(mengikat)
Ø Perbedaan peradilan MK dengan
peradilan pada umumnya :
- Di
pengadilan MK tidka ada termohon / tergugat
- Di MK tidak ada Penuntut Umum
- Di MK tidak ada Penuntut Umum
-
Jumlah hakim di peradilan MK ada 9 orang
- MK
adalah pengadilan tingkat pertama dan terakhir ( tidak ada bisa naik banding /
kasasi)
- Keputusan hakim MK final dan mengikat
- Keputusan hakim MK final dan mengikat
-
Tidak ada biaya pengadilan di MK
Ø Proses beracara di MK :
1. Pengajuan Permohonan
2. Pendaftaran
3. Penjadwalan Sidang
4. Pemeriksaan Pendahuluan
5. Pemeriksaan Persidangan
6. Putusan
Ø Syarat pengajuan permohonan :
1. Ditulis
dalam bahasa Indonesia.
2. Ditandatangani
oleh pemohon/kuasanya.
3. Diajukan
dalam 12 rangkap. (9
untuk hakim, 1 untuk pemerintah, 1 untuk DPR, 1 untuk Mahkamah Agung [DIKASIH
KE MA AGAR KETIKA ADA JUDICIAL REVIEW TERHADAP SUATU UU YANG DIAJUKAN DALAM PUU KE MK OLEH ORANG LAIN, MAKA
JUDICIAL REVIEW ITU BISA DIFREEZE
OLEH MA, AGAR DISELESAIKAN DULU PUU DARI UU ITU DI MK])
4. Jenis
perkara.
5. Sistematika:
- Identitas
dan legal standing;
- Posita
- Petitum
6. Disertai
bukti pendukung.
Ø Pemeriksaan Pendahuluan :
- Memeriksa
apakah pemohon memiliki legal standing.
-
Memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan itu apakah sudah jelas atau
belum kaitannya dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi
Ø Ciri-ciri Pemeriksaan Persidangan di
Mahkamah Konstitusi :
- Terbuka
untuk umum.
- Memeriksa
permohonan dan alat bukti.
- Para
pihak hadir menghadapi sidang guna memberikan keterangan.
- Lembaga
negara dapat diminta keterangan, Lembaga negara dimaksud dalam jangka waktu 7 hari
wajib memberi keterangan yang diminta.
- Saksi
dan/atau ahli memberi keterangan.
- Pihak-pihak
dapat diwakili kuasa, didampingi kuasa dan orang lain.
Ø Amar putusan MK dapat berupa : (Pasal
56 UU MK)
1. Menyatakan permohonan tidak dapat
diterima
2. Menyatakan permohonan dikabulkan
3. Menyatakan permohonan ditolak.
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR
Ø Toetsingrecht
= Hak uji (digunakan pada saat membicarakan hak / kewenangan untuk menguji
peraturan perundang-undangan)
Ø Model-model Pengujian UU di dunia :
a. Model 1 = Dilakukan setelah UU
disahkan dan PUU menjadi kewenangan MA (Ex : AS, Jepang)
b. Model 2 = Dilakukan setelah UU
disahkan dan PUU menjadi kewenangan Constitutional Court (Ex : Indonesia)
c. Model 3 = Dilakukan Constitution
Preview / dilakukan sebelum UU disahkan (Ex : Perancis)
Ø PUU MK hanya menguji UU saja
(konvensi internasional, perjanjian internasional, PP, Perda, dan lainnya yang
bukan UU TIDAK BISA diajukan ke MK
!!!)
Ø MK = Menguji UU terhadap UUD
MA =
Menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU
Ø PUU bisa HANYA TERHADAP 1 KATA dalam satu pasal !!!
Ø Perbedaan PUU Formil oleh MK dan PUU
Materil oleh MK :
A. Formil
-
Menilai suatu produk legislatif seperti UU telah melalui prosedur sebagaimana
telah diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku
-
Menguji soal-soal prosedur dan berkenaan dengan legalitas kompetensi institusi
yang membuatnya (dilihat apakah UU itu sudah dibuat sesuai prosedur oleh
lembaga negara yang berwenang membuat UU itu)
B. Materil
-
Menilai isi (apakah suatu peraturan perundang-undangan itu sesuai atau
bertentnagan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya
-
Menilai apakah suatu kekuasaan tertentu berhak mengeluarkan suatu peraturan
tertentu
-
Pengujian material berkaitan dengan kemungkinan pertentangan materi sesuatu
peraturan dengan peraturan lain yang lebih tinggi ataupun menyangkut
kekhususan2 yang dimiliki suatu aturan dibandingkan dengan norma-norma yang
berlaku umum
Ø Pada awalnya, di Pasal 50 UU MK, UU
yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah UU yang diundangkan setelah perubahan
UUD NRI Tahun 1945, namun ketentuan ini telah dihapus berdasarkan putusan MK
nomor 066/PUU-II/2004, agar semua UU bisa
terakomodasi untuk PUU di MK
Ø Pemohon dalam PUU / Legal Standing :
(Pasal 51 UU MK)
1. Pihak yang menganggap hak dan / atau kewenangan
konstitusionalnnya dirugikan oleh berlakunya UU
2. Berbentuk :
-
Perorangan / WNI
-
Badan hukum publik / privat
-
Lembaga negara
-
Kesatuan masyarakat hukum adat
Ø Tidak ada termohon dalam PUU !!!
Ø Suatu UU dikatakan telah membuat kerugian
hak dan/atau kewenangan konstitusional seseorang, harus memenuhi 5 syarat,
yaitu : (Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor
11/PUU-V/2007)
- adanya
hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;
- hak dan/atau
kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh
berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
- kerugian
hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut harus bersifat spesifik
(khusus) dan
aktual atau setidak- potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
- adanya
hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya
Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
- adanya
kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan,
maka kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional seperti yang didalilkan
tidak akan atau tidak lagi terjadi
Ø MK tidak mengadili pembentuk UU
Ø Pemeriksaan
permohonan pengujian UU terhadap UUD 1945 dilakukan dalam sidang terbuka untuk
umum, kecuali Rapat Permusyawaratan Hakim. (Pasal 2 PMK Nomor 06/PMK/2005)
Ø Rapat permusyawaratan Hakim / RPH :
- Bersifat
tertutup dan rahasia
- Hanya dapat diikuti oleh Hakim
konstitusi dan Panitera
- Pada rapat ini Perkara dibahas
secara mendalam dan rinci serta putusan MK diambil yang harus dihadiri
sekurang-kurangnya tujuh hakim konstitusi
- Pada rapat ini Panitera mencatat
dan merekam setiap pokok bahasan dan kesimpulan.
Ø Pasal
60 UU No. 24 Tahun 2006
= Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang
yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali (ne bis in idem)
Ø Pasal 42 PMK No. 06/PMK/2005
(1) Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau
bagian dalam UU yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali.
(2) Terlepas dari ketentuan ayat (1) di atas,
permohonan pengujian UU terhadap muatan ayat, pasal, dan/atau bagian yang sama
dengan perkara yang pernah diputus oleh Mahkamah dapat dimohonkan pengujian
kembali dengan syarat-syarat konstitusionalitas yang menjadi alasan permohonan
yang bersangkutan berbeda
Ø PUU bisa jadi pintu masuk untuk constitutional complain atau ke SKLN
PERSELISIHAN HASIL PEMILU
Ø Pemilu untuk memilih anggota DPR,
DPD, DPRD, dan Presiden + Wapres (tidak termasuk kepala daerah) (Pasal 22 E
ayat (2) UUD 1945)
Ø Presidential Threshold = Ambang batas
partai politik dapat mencalonkan pasangan presiden wakil presiden (UU
Pilpres-Wapres menetapkan aturan bahwa pasangan calon presiden dan wakil
presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang
memenuhi 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional pada pemilu DPR)
Ø Karena Pilkada tidak termasuk Pemilu,
maka di semua aturan tentang Pemilu tidak berlaku untuk Pilkada
Ø Pilkada tidak diselennggarakan oleh
KPU (tp oleh KPU daerah yang kepalanya bukan KPU Pusat)
Ø Pilkada sudah berganti nama menjadi
Pemilukada (UU 22 / 2007)
Ø Makna hasil pemilu :
-
Kuantitas hasil pemilu
-
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemilu (Ex : DPT)
Ø Penetapan Hasil Pemilu = Jumlah suara
yang diperoleh peserta pemilu (Penjelasan Pasal 74 ayat 2 UU MK)
Ø Tindak pidana Pemilu = Tindak
pelanggaran dan / atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana pemilu,
diselesaikan dengan mekanisme HAPID di KUHAP & UU terkait Pemilu
Ø Pelanggaran administrasi Pemilu =
Pelanggaran yang melipti tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan
dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan Pemilu di luar
tindak pidana Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu
Ø Sengketa Pemilu = Sengketa yang
terjadi antar eserta pemilu dan sengketa peserta pemilu dengan penyelenggara
pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota.
Ø Sengketa tata usaha negara pemilihan
= Sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara pemilihan antara peserta
pemilihan atau pemilihan umum dengan KPU (di setiap tingkatannya) sebagai
akibat dikeluarkannya keputusan KPU (di setiap tingkatannya).
Ø Penyelenggaraan kode etik
penyelenggara pemilu = Pelanggaran terhadap etika penyelenggara pemilu yag
berpedomankan sumpah dan atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai
penyelenggara pemilu.
Ø Perselisihan hasil Pemilu
diselesaikan oleh MK
Ø MK tidak berwenang mengadili hasil
Pemilukada karena tidak termasuk pemilu (Namun, menurut UU 1 / 2015, sebelum
terbentuk badan baru yang mengurusi hasil Pemilukada, maka sementara ditangani
MK)
Ø Pemohon dalam Permohoan Perselisihan
Hasil Pemilu :
a. perorangan warga negara Indonesia
calon anggota Dewan Perwakilan Daerah peserta pemilihan umum;
b. pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden peserta pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden
c. partai politik peserta pemilihan umum
Ø Perselisihan hasil pemilu (Pasal 74
ayat (2) UU MK)= Perselisihan mengenai “penetapan hasil pemilihan umum yang
dilakukan secara nasional
oleh KPU” yang mempengaruhi :
a. Terpilihnya calon anggota DPD
b. Penentuan pasangan calon yang masuk
pada putaran kedua pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta terpilihnya
pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
c. Perolehan kursi partai politik
peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan.
Ø Syarat suatu perselisihan hasil
pemilu bisa diajukan ke MK : (Pasal 158 UU 8 tahun 2015 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
Dan Walikota Menjadi Undang-Undang)
1. Peserta pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan
suara dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000
(dua juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat
perbedaan paling banyak sebesar 2% (dua persen) dari penetapan hasil
penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi
b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 (dua
juta) sampai dengan 6.000.000 (enam juta), pengajuan perselisihan perolehan
suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5% (satu koma
lima persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU
Provinsi
c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 (enam
juta) sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, pengajuan perselisihan
perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1%
(satu persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU
Provinsi
d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua
belas juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika
terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari
penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
2. Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dapat mengajukan permohonan pembatalan
penetapan hasil penghitungan perolehan suara dengan ketentuan :
a. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan
250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan
suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% (dua persen)
dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota
b. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan
250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa sampai dengan 500.000 (lima ratus
ribu) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan apabila terdapat
perbedaan paling banyak sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari penetapan
hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota
c. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan
500.000 (lima ratus ribu) jiwa sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa,
pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling
banyak sebesar 1% (satu persen) dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara
oleh KPU Kabupaten/Kota
d. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000
(satu juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika
terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari
penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kabupaten/Kota.
Ø Khusus
untuk perkara Perselisihan Hasil Pemilu diajukan paling lambat 3 X 24 jam sejak
KPU mengumumkan hasil pemilu.
Ø Permasalahan Hasil Pemilu yang
menjadi kewenangan MK meliputi :
-
Permasalahan kuantitas hasil Pemilu
-
Permasalahan kualitas penyelenggaraan Pemilu
Ø Contoh pelanggaran dalam proses
pemilu / pilkada = Money politic,
keterlibatan oknum pejabat / PNS (Pelanggaran ini dapat membatalkan hasil
pemilu sepanjang berpengaruh secara signifikan, yakni karena terjadi secara
terstruktur, sistematis, dan masif
Ø Batasan kewenangan MK terhadap
perselisihan hasil Pemilu : (Pasal 74 ayat 2 UU MK)
-
Hanya sebatas penetapan hasil Pemilu secara nasional oleh KPU yang mempengaruhi
hasil pemilu
-
Kalau hasil pemilu yang sejatinya tidak mengubah hasil pemilu yang
dipermasalahkan, maka MK langsung menolak permohonan pelapor terkait
perselisihan hasil pemilu
Ø Contoh pelanggaran dalam proses
pemilu yang tidak berpengaruh / tidak dapat ditaksir pengaruhnya terhadap hasil
pemilu = Membuat baliho yang tidak sesuai aturan, kertas simulasi yang
menggunakan lambang, kampanye diluar jadwal yang diperbolehkan
Ø Putusan MK dalam kasus perselisihan
hanya terdiri 3 jenis, yaitu : (Pasal 77 ayat (1) sampai ayat (4) UU MK) :
1. Tidak dapat diterima (tidak diproses
MK)
2. Dikabulkan (telah diproses MK)
3. Ditolak (telah diproses MK)
Ø MK hanya akan menentukan penghitungan
mana yang dinyatakan benar, apakah penghitungan versi penyelenggara atau
penghitungan versi pemohon keberatan
Ø Pelanggaran Pemilu sekarang ini sudah
TSM (Terstruktur Sistematis Masif) = Kecurangan Pemilu sudah dalam keadaan yang
disusun dan diatur rapi, dengan memakai sistem dan dilakukan secara besar-
besaran.
SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA
Ø SKLN = Sengketa Kewenangan Lembaga
Negara
Ø Dasar hukum SKLN :
-
Pasal 61 – 67 UU MK (UU 24 / 2003)
- PMK
No. 08 / PMK / 2006
-
Dasar 24C ayat (1) UUD 1945
Ø Unsur-unsur SKLN :
A. Sengketa = Perselisihan atau
perbedaan pendapat yang berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan antara dua atau
lebih lembaga negara. (Pasal 1 angka 7
PMK Nomor 08 / MK / 2006 )
B. Kewenangan Konstitutsional Lembaga
Negara = Kewenangan yang dapat berupa wewenang/hak dan tugas/kewajiban lembaga
negara yang diberikan oleh UUD 1945. (Pasal 1 angka 6 PMK Nomor 08 / MK / 2006)
C. Lembaga negara = Lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
(Pasal 1 angka 5 PMK Nomor 08 / MK / 2006)
Ø Pihak-pihak yang bersengkata : (PMK
Nomor 08 / MK / 2006)
a. Pemohon = Lembaga negara yang
menganggap kewenangan konstitusionalnya diambil, dikurangi, dihalangi,
diabaikan, dan/atau dirugikan oleh lembaga negara yang lain (Pemohon harus
mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan)
b. Termohon = Lembaga negara yang
dianggap telah mengambil, mengurangi, menghalangi, mengabaikan, dan/atau
merugikan pemohon
Ø Yang dapat menjadi Pemohon dan
Termohon dalam SKLN : (Pasal 2 PMK Nomor 08 / MK / 2006)
1. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
2. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
3. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
4. Presiden
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
6. Pemerintahan Daerah (Pemda)
7. Lembaga negara lain yang
kewenangannya diberikan UUD 1945.
Ø Dalam ketentuan UUD 1945, menurut
Jimly ada beberapa subjek hukum kelembagaan yang dapat dikaitkan dengan
pengertian lembaga / organ negara dalam arti luas (subjek Sengketa Kewenangan
Lembaga Negara), yaitu :
1. Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
3. Dewan
Perwakilan Daerah (DPD)
4. Presiden
5. Wakil
Presiden
6. Dewan
Pertimbangan Presiden
7. Kementerian
Negara
8. Duta
9. Konsul
10. Pemerintahan
Daerah Propinsi, yang mencakup Jabatan Gubernur dan DPRD Propinsi
11. Pemerintahan
Daerah Kabupaten, yang mencakup Jabatan Bupati dan DPRD Kabupaten
12. Pemerintahan
Daerah Kota, yang mencakup Jabatan Walikota dan DPRD Kota.
13. Komisi
Pemilihan Umum / KPU (yang
akan diatur lebih lanjut dalam undang-undang)
14. Bank
Sentral (yang
akan diatur lebih lanjut dalam undang-undang)
15. Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK)
16. Mahkamah
Agung (MA)
17. Mahkamah
Konstitusi (MK)
18. Komisi
Yudisial(KY)
19. Tentara
Nasional Indonesia (TNI)
20. Kepolisian
Negara Republik Indonesia
21. Pemerintah
Daerah Khusus atau istimewa
22. Kesatuan
Masyarakat hukum adat
Ø Dalam SKLN, kedua lembaga negara yang
bersengkata harus merupakan lembaga yang tercantum / dijelaskan di UUD 1945
Ø Objek Perkara SKLN :
1. Apakah ada aspek kewenangan yang
diatur secara langsung / setidak-tidaknya secara tidak langsung dalam UUD 1945
2. Apakah kewenagan itu terganggu / dirugikan oleh
keputusan-keputusan tindakan atau pelaksanaan kewenangan konstitusional lembaga
negara lain sehingga menyebabkannya memperoleh kedudukan hukum yang beralasan
untuk mengajukan permohonan perkara SKLN ke MK
Ø Hakim MK melihat apakah syarat subjek
perkara SKLN dan Objek Perkara SKLN dari suatu permohonan perkara SKLN sudah
terpenuhi apa belum (menentukan apakah permohonan itu bisa diterima apa tidak)
PEMBUBARAN PARTAI POLITIK
Ø Rakyat sebagai pemegang kedaulatan
memiliki hak :
-
Kebebasan hati nurani dan pikiran
- Hak
menyatakan pendapat
- Hak
berserikat
Ø Dalam Undang-undang Nomor.2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik
(pasal 11) menyatakan Partai Politik
berfungsi sebagai sarana :
a. Pendidikan Politik bagi anggota dan
masyarakat luas agar menjadi warga Negara Indonesia yang sadar akan hak dan
kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
b. Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
untuk kesejahteraan masyarakat;
c. Penyerap, penghimpun, dan penyalur
aspirasi politik masyarakat dalam
merumuskan dan menetapkan kebijakan Negara;
d. Partisipasi politik warga Negara
Indonesia
e. Rekrutmen politik dalam proses
pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan
kesetaraan dan keadilan gender.
Ø Partai Politik tidak hanya sebatas
partai politik yang ikut Pemilu (yang tidak ikut pemilu juga disebut partai politik
Ø Parpol bisa dibubarkan namun harus
sesuai dengan hukum
Ø Pembubaran Parpol melalui :
1. Putusan pengadilan
2. Prinsip Due Process of Law
Ø Pembubaran Parpol hanya bisa diajukan
oleh Pemerintah (pemohonnya hanya pemerintah yang dapat diwakili oleh Jaksa
Agung / Menteri yang ditunjuk oleh presiden)
Ø Alasan kewenangan pemohon pembubaran Parpol
hanya pemerintah :
-
Dalam UU Parpol, negara punya kewenangan membina
partai politik
-
Negara dianggap yang paling tahun akan perkembangan parpol
Ø Termohon Pembubaran parpol = Parpol
yang akan dibubarkan
Ø Alasan Parpol dapat dibubarkan (Pasal
68 ayat (2) UU MK) :
1. Ideologi partai politik yang bersangkutan
dianggap bertentangan dengan UUD 1945
2. Asas partai politik yang bersangkutan
dianggap bertentangan dengan UUD 1945
3. Tujuan partai politik yang bersangkutan
dianggap bertentangan dengan UUD 1945
4. Program partai politik yang bersangkutan
dianggap bertentangan dengan UUD 1945
5. Kegiatan partai politik yang bersangkutan
dianggap bertentangan dengan UUD 1945
Ø Alasan Parpol dapat dibubarkan : (UU
no 2 / 2008 jo. UU no. 2 / 2011)
a. Dengan Pembekuan terlebih dulu:
- melanggar
larangan terkait dengan nama, lambang, atau tanda gambar
- melanggar
larangan mendirikan badan usaha dan/atau memiliki saham suatu badan usaha.
- melanggar
larangan kegiatan yang bertentangan dengan UUD 1945 dan peraturan
perundang-undangan.
- melakukan
kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatan negara.
b. Tanpa Pembekuan
- menganut
dan mengembangkan serta menyebarkan ajaran atau paham
Komunisme/Marxisme-Leninisme.
- pengurus
partai politik menggunakan partai politiknya untuk melakukan tindak pidana
kejahatan terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 107 huruf c,
huruf d, atau huruf e Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999.
Ø Permohonan pembubaran Parpol harus diputus maksimal 60
hari kerja !!!
Ø Tahapan persidangan permohonan
pembubaran parpol :
1. Pemeriksaan pendahuluan
2. Pemeriksaan persidangan
3. Putusan
Ø Pembuktian didasarkan pada dokumen2
dan fakta2
Ø Jika amar putusan hakim adalah
mengabulkan permohonan pembubaran parpol, maka Majelis Hakim MK :
1. Menyatakan membubarkan dan
membatalkan status badan hukum parpol yang minta dibubarkan
2. Meminta pemerintah untuk :
-
Menghapuskan parpol yang dibubarkan dari daftar parpol pada pemerintah
-
Mengumumkan putusan mahkamah dalam berita negara RI
Ø Akibat hukum pembubaran parpol :
(Pasal 10 ayat (2) PMK No. 12 / 2008)
- Pelarangan
hak hidup partai politik dan penggunaan simbol-simbol partai tersebut di
seluruh Indonesia
- Pemberhentian
seluruh anggota DPR dan DPRD yang berasal dari partai politik yang dibubarkan
- Pelarangan
terhadap mantan pengurus partai politik yang dibubarkan untuk melakukan
kegiatan politik
- Pengambilalihan
oleh negara atas kekayaan partai politik yang dibubarkan.
Ø Kasus Pembubaran Parpol :
-
Partai Refak Turki
-
Socialist Reich Party dan Communist Party di Jerman
- Thai
Rak Thai Party di Thailand
-
Pembubaran Masyumi (Keppres No 200 tahun 1960)
-
Pembubaran PSI / Partai Sosialis Indonesia (Keppres No. 201 Tahun 1960)
-
Pembubaran PKI (Keppres No. 1 / 3 /
1996)
KEWAJIBAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Ø Kewajiban MK = Memutus pendapat DPR
dalam proses pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden
Ø Sistem pemerintahan Indonesia =
Presidensil
Ø Presiden sebagai kepala pemerintahan
= Menjalankan Pemerintahan
Ø Di dalam menjalankan kewenangannya,
presiden diawasi melalui mekanisme check
and balances
Ø Ciri pemerintahan presidensial dan
gagasan impeachment : (PAH 1 BP MPR / Panitia Ad Hoc Badan Pekerja MPR )
1. adanya masa jabatan Presiden yang
bersifat tetap (fixed term);
2. Presiden
selain sebagai kepala negara juga kepala pemerintahan
3. adanya
mekanisme saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances)
4. adanya
mekanisme impeachment.
Ø Definisi Impeachment :
a. Arab = Makzul = Diturunkan dari
jabatan (Removal From Office)
b. Kamus Bahasa Indonesia = Makzul =
Meletakkan jabatan; turun tahta raja
c. Pemakzulan = Sebuah proses di mana
sebuah badan legislatif secara resmi menjatuhkan dakwaan terhadap seorang
pejabat tinggi negara
d. Black's Law Dictionary = A criminal
proceeding against a public officer, before a quasi political court, instituted
by a written accusation called ‘articles of impeachment”
e. Encyclopedia Britanica = a criminal
proceeding instituted against a public official by a legislative body
f.
Jimly
Asshidiqie = Tuduhan atau dakwaan sehingga impeachment lebih menitikberatkan
pada prosesnya dan tidak mesti berakhir dengan berhenti atau turunnya Presiden
atau pejabat tinggi negara lain dari jabatannya
Ø Dasar Impeachment :
-
Fondasi check and balances
-
Pelaksanaan fungsi pengawasan MPR
-
Proses Politik
Ø Tujuan Impeachment = Meminimalisasi
penyalahgunaan kekuasaan (instrumen untuk menegur perbuatan menyimpang,
penyalahgunaan, dan pelanggaran terhadap keperayaan publik oleh pejabat negara
Ø Sejatinya impeachment merupakan
instrumen untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan
dari pemegangnya
Ø Dasar hukum Impeachment :
1. Pasal 7A & 7B UUD 1945
2. UU MK
3. PMK No. 21 / 2009
Ø Pasal 7A UUD 1945 = Presiden dan/atau
Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti
telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun
apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden
Ø Pasal 7B ayat (1) UUD 1945 = Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil
Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada
Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden.
Ø Sejarah Impeachment di Indonesia :
a. Sebelum amandemen
-
Impeach dilakukan oleh MPR (Presiden adalah mandataris MPR)
-
Penguasa Indonesia yang sukses diimpeach = Soekarno (alasan : ) &
Abdurahman Wahid (alasan : Dekrit Presiden dia yang meminta MPR dibubarkan,
Bulogate, Bruneigate)
b. Setelah amandemen
- Due
process of Law
-
Dasar hukum = Hak menyampaikan pendapat DPR, Pasal 77 UU MD3, MK, MPR Paragraf
3 UU MD3
Ø Contoh Impeachment yang sukses =
Rolandas Paskas (Presiden Lithuania) pada 6 April 2004
Ø Objek Impeachment : (tidak terbatas
pada Presiden / Wapres saja)
a. Indonesia = Presiden dan Wakil
Presiden
b. Korea Selatan = Presiden, Perdana
Menteri, anggota Dewan Negara, Kepala Eksekutif Departemen, Hakim Mahkamah
Konstitusi, Hakim, anggota Komite Manajemen Pemilihan Pusat, anggota Dewan
Audit dan Inspeksi, dan lainnya pejabat publik yang ditunjuk oleh hukum.
c. Amerika Serikat = Presiden, Wakil
Presiden, maupun kepada seluruh pejabat sipil lainnya seperti Menteri (secretary),
Gubernur dan sebagainya
Ø Alasan impeachment di Indonesia :
(Pasal 7A UUD 1945)
1. Melakukan pelanggaran hukum berupa:
a. Penghianatan terhadap Negara
b. Korupsi
c. Penyuapan
d. Tindak pidana berat lainnya, atau
e. Perbuatan Tercela,
2. Terbukti tidak memenuhi syarat
sebagai Presiden, syarat-syaratnya (Pasal 6 ayat (1) UUD 1945) yaitu : (minimal
1 aja sudah cukup)
a. Warga negara Indonesia sejak
kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya
sendiri
b. Tidak pernah mengkhianati negara
c. Mampu secara rohani dan jasmani untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Ø Perbuatan tercela = Tidak sesuai
dengan norma kesusilaan / adat
Ø Makna Pasal 7A UUD 1945 menurut Pasal
10 ayat (3) UU MK : (jenis-jenis pelanggaran hukum tersebut)
a. Penghianatan terhadap Negara adalah
tindak pidana terhadap keamanan Negara
sebagaimana diatur dalam undang-undang
b. Korupsi dan penyuapan adalah adalah
tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana yang diatur dalam
undang-undang
c. Tindak pidana berat lainnya adalah
tindak pidana yang diancam dengan pidana 5 (lima) tahun atau lebih.
d. Perbuatan tercela adalah perbuatan
yang dapat merendahkan martabat Presiden dan/atau wakil presiden
e. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau wakil Presiden adalah syarat sebagaimana yang ditentukan
dalam Pasal 6 Undang- Undang Dasar 1945.
Ø Lembaga negara yang terlibat dalam
Impeachment :
1. Parlemen
2. Lembaga PeradilanPengetahuan Umum
Ø Proses Acara Impeachment Presiden :
(Pasal 7B UUD 1945)
1. DPR berpendapat untuk memberhentikan
Presiden dan/atau Wakil Presiden karena telah memenuhi alasan impeachment
sebagaimana diatur dalam pasal 7A UUD 1945
2. DPR mengajukan permintaan kepada
Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat tersebut
3. Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa,
mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan
Rakyat tersebut paling lama 90 hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat
itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
4. Apabila Mahkamah Konstitusi
memutuskan pendapat DPR benar, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang
paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden
kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5. Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib
menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut
paling lambat 30 hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul
tersebut
6. Keputusan Majelis Permusyawaratan
Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil
dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya
3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota yang hadir (setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan
penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat)
Ø Para Pihak dalam proses acara impeach
: (Hukum Acara MK Nomor 21 / 2009)
a. Pemohon = DPR (diwakili pimpinan)
b. Termohon = Presiden dan/atau wakil
presiden
Ø Presiden dan/atau wakil presiden dapat
didampingi penasehat hukum, namun wajib menghadiri sidang
Ø Kalau di tengah jalannya proses acara
pemakzulan, Presiden dan/atau Wakil Presiden mengundurkan diri, maka acaranya
batal demi hukum (objek permohonannya sudah tidak ada, sehingga batal demi hukum)
Ø Hal-hal menarik dalam proses
Impeachment di Indonesia:
1. Apakah proses impeachment tunduk pada prinsip-prinsip dan asas-asas yang terdapat di
dalam hukum pidana dan hukum acara pidana, atau perlukah disusun satu hukum
acara tersendiri?
2. Apakah diperlukan semacam special prosecutor yang dibentuk secara
khusus untuk melakukan penuntutan terhadap Presiden di depan sidang yang
digelar oleh MK?
3. Bagaimanakah tata cara DPR
mengumpulkan bukti-bukti, sehingga bisa sampai pada suatu kesimpulan bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lain,
perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
Wakil Presiden?
4. Apakah yang dimaksud dengan kata
“pendapat” yang terdapat di dalam Pasal 7A dan 7B tersebut berupa “pendapat
politik” yang berarti secara luas bisa dilatarbelakangi persoalan suka atau
tidak suka (like and dislike) kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden ataukah
“pendapat hukum” yang berarti harus terukur dan terbingkai oleh norma-norma
yuridis?
5. Apabila MK memutuskan bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden terbukti telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak lagi
memenuhi syarat dan DPR telah menyelenggarakan sidang paripurna untuk
meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR dan
MPR pun menerima usulan tersebut, maka bisakah di kemudian hari, setelah tidak
menjabat lagi, Presiden dan/atau Wakil Presiden diadili lagi di peradilan umum
dan tidak melanggar asas ne bis in idem
dalam hukum pidana?
6. Apakah proses peradilan yang bersifat khusus
bagi Presiden dan/atau Wakil Presiden ini tidak bertentangan dengan asas
persamaan di depan hukum (equality before the law)?
7. Mengingat putusan MK yang memutuskan
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti telah melakukan pelanggaran
hukum atau tidak lagi memenuhi syarat tidak mengikat MPR, apakah ini bisa
diartikan bertentangan dengan prinsip supremasi hukum (supremacy of law) yang
dikenal dalam hukum tata negara?
8. Kalau kita negara hukum, kenapa
proses acara impeachement Indonesia
mayoritas berdasarkan proses politik (terlalu banyak peran DPR dalam proses
ini)
PENGETAHUAN UMUM
Ø Dasar hukum negara Indonesia adalah
negara demokrasi adalah :
-
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945
-
Pemilihan Umum
-
Pasal 28 UUD 1945
-
Pasal 28 E ayat 3 UUD 1945
Ø Yudisial = Judicial
Ø HTN = Constitutional Law
Ø MA = Supreme Court
Ø Di German dan Austria, MA dan
Mahkamah Administrasi posisinya sejajar
Ø Anggaran Dasar = Article of
Association
Ø Teori perwakilan :
a. Function Representation = Berdasarkan
golongan (Ex : Inggris)
b. Region Representation = Berdasarkan
wilayah (Ex : Amerika Serikat)
c. Political Representation =
Berdasarkan perolehan partai politik (Ex : Indonesia)
Ø Anggota MPR = Anggota DPR + Anggota
DPD
Ø Jumlah Anggota DPR = 560 orang
Ø Jumlah Anggota DPD = 136 orang (4 perwakilan tiap provinsi)
Ø Jumlah anggota DPD < 1/3 jumlah anggota DPR (Pasal 22C ayat (2) UUD
1945)
Ø Hak menyampaikan pendapat DPR = hak
DPR untuk menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian
luar biasa yang terjadi di tanah air, maupun di kancah internasional.
Ø Presiden juga memiliki kekuasaan
legislatif
Ø UU = Dibuat presiden & DPR
(mereka tidak ada atasan, sehingga kinerja mereka dalam membuat UU di check
& balances oleh MK)
Ø Perda = Dibuat oleh kepala daerah
& DPRD (mereka dalam membuat Perda di check & balances oleh Mendagri)
Lebih baik menjadi orang kecil, tetapi bekerja untuk diri sendiri, dari pada berlagak orang besar, tetapi kekurangan makan Amsal 12:9
No comments:
Post a Comment