* Catatan ini hanya sebagai pembantu dalam belajar dan bukan menjadi satu-satunya sumber dalam belajar. Sekiranya ini hanya sebagai reminder dan teman-teman bisa belajar dari sumber lain:) Saran dan komentar sangat terbuka untuk saya. Selamat Belajar :D
Ø
Hukum adat = Aturan-aturan hukum yang dibentuk
dari kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat, berkembang dalam masyarakat adat,
tidak tertulis, dan secara yuridis berlaku bagi masyarakat asli
Ø
Alasan kita perlu belajar WARDAT :
- Pasal 37 UU nomor 1 Tahun 1974 (Bila
perkawinan putus karena perceraian, harta benda diatur menurut hukumnya masing-masing,
di mana salah satu hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat)
- Sistem keluarga adat masih berlaku
- Seorang ahli perdata perlu memahami
akan tanah pusaka, karena berkaitan dengan “job desk nya” dalam urusan
pertanahan (dia harus tahu bahwa Tanah Pusaka tidak boleh diperjualbelikan)
Ø
Perkawinan = ikatan lahir batin antara seorang
pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
(UU No. 1 tahun 1974)
Ø
Sebelum UU No. 1 tahun 1974 (UU Perkawinan)
berlaku, perkawinan diatur dalam 3 sistem hukum (sistem hukum adat, islam,
barat)
Ø
Sejak berlakunya UU Perkawinan, sistem
perkawinan versi hukum barat tidak berlaku lagi, namun versi hukum adat dan
hukum islam masih diakui, karena belum ada pasal yang mengatur secara tegas
bahwa perkawinan versi hukum adat dan hukum islam tidak berlaku lagi
Ø
Hukum tentang Perkawinan berkaitan dengan hukum
waris, karena hukum waris itu berawal dari hukum perkawinan (apa yang
diwariskan diatur dalam akta perkawinan)
Ø
Hukum Waris = Lanjutan dari hukum perkawinan
Ø
Seharusnya dibentuknya UU Perkawinan diikuti
dengan dibentuknya UU Waris, namun belum ada UU nasional tentang hukum waris
dan UU no. 1 tahun 1974 tidak mengatur tentang hukum waris
Ø
Hukum Waris = Hukum yang mengatur mengenai apa
yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia (dengan
kata lain mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang
meninggal serta akibat – akibatnya bagi ahli waris)
Ø
Hukum waris di Indonesia masih memakai 3 sistem
hukum (hukum adat, hukum barat, hukum islam)
Ø
Ketiga sistem hukum yg mengatur waris di
Indonesia ini tidak mungkin dijadikan satu, karena sumber dari masing-masing
sistem hukum tersebut berbeda satu sama lain
Ø
Sampai saat ini, masalah waris dikembalikan
kepada hukum masing-masing pihak yang terkait (Pasal 37 UU No. 1 tahun 1974)
Ø
Subjek Hukum = Segala sesuatu yang dapat
mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum
Ø
Hak = Kewenangan
Ø
Semua manusia memiliki hak yang melekat dalam
dirinya, tapi tidak semua manusia bisa menggunakan haknya (Ex : Manusia berhak
untuk menikah, tetapi bayi tidak bisa kawin karena belum memenuhi syarat yang
ada)
Ø
Dewasa artinya subjek hukum bisa menjalankan
semua hak yang dimilikinya
Ø
Seseorang sudah dianggap dewasa jika :
- Memenuhi batas usia yang ditentukan
(hukum barat)
- Sudah menikah (hukum barat dan adat)
- Sudah akil baliq (hukum adat)
- Telah mampu menjalankan hak dan
kewajiban yang hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa
- Dianggap oleh orang sekitarnya bahwa
dia dewasa (walaupun belum dewasa secara umur)
Ø
Di dalam hukum barat, hukum adat, dan hukum
nasional, orang yang sudah menikah dianggap dewasa (sekalipun belum cukup umur)
karena dianggap sudah bisa melaksanakan tanggung jawabnya sebagai suami / istri
dan sudah bisa melaksanakan hak + kewajibannya sebagai suami / istri
Ø
Di dalam hukum adat, seseorang dianggap dewasa
kalau sudah akil baliq dan tidak berdasarkan batas usia tertentu (kapan waktu
akil baliq berbeda setiap orang dan tidak mungkin ada seorangpun yang mau
memberitahu ke umum tentang akil baliqnya karena hal privasi)
Ø
Orang yang telah mampu menjalankan hak dan
kewajiban tertentu, di mana hak dan kewajiban ini seharusnya hanya bisa
dilakukan oleh orang dewasa, maka ia dianggap dewasa (Ex : Anak laki-laki yang
menjadi tulang punggung / pencari nafkah keluarga, telah dianggap dewasa,
walaupun masih dibawah umur)
Ø
Keluarga = Orang-orang yang memiliki hubungan
dengan kita
Ø
Keterkaitan dalam hubungan kekeluargaan :
HUBUNGAN DARAH --> HUBUNGAN KELUARGA --> HUKUM
Ø
Hubungan darah seseorang menentukan hubungan
keluarga seseorang, dan hubungan keluarga seseorang menentukan hubungan hukum
seseorang
Ø
Dalam hukum adat, hubungan darah yang diakui
menentukan akibat hukum dari perkawinan
Ø
Di dalam masyarakat matrilineal, seseorang tidak
memiliki hubungan darah dengan ayahnya dan keluarga ayahnya, begitu juga
sebaliknya dalam masyarakat patrilineal (Di dalam hukum adat hanya melihat dari
sisi yuridisnya)
Ø
Hubungan keluarga = Hubungan antara seseorang
dengan orang lain yang ada di atasnya dalam garis keturunannya
Ø
Dasar hubungan keluarga :
1.
Hubungan Darah (dalam menentukan hubungan
keluarga, dilihat hubungan darahnya dengan ayah dan ibunya / 1 generasi di
atasnya / dari bawah ke atas)
2.
Perkawinan
Ø
Pentingnya hubungan keluarga = Hubungan keluarga
adalah dasar dari hubungan hak dan kewajiban / hubungan hukum (kalau ada
hubungan keluarga, maka ada hubungan hak dan kewajiban)
Ø
Hubungan kekeluargaan bertimbal balik dengan
sistem keluarga
Ø
Sistem keluarga / Sistem kekerabatan = Suatu
cara mengetahui bagaimana seseorang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
lain (Untuk mengetahui siapa keluarga kita)
Ø
Bukti sistem keluarga adat masih berlaku adalah
masih berlaku adalah masih digunakannya marga dalam nama orang-orang batak
Ø
Sistem keluarga menentukan hukum perkawinan, hukum
waris, dan hak-hak kebendaan
Ø
Masyarakat Indonesia = Masyarakat-masyarakat
adat (19 lingkaran hukum à
Van Vollenhoven) = Masyarakat Indonesia asli
Ø
3 cara masyarakat Indonesia asli dalam
menentukan hubungan hak dan kewajiban
1.
Ada masyarakat adat yang hanya melihat hubungan
keluarganya melalui hubungan darah dari garis laki-laki saja / ayahnya saja à Orang itu hanya
memiliki hubungan darah + hubungan keluarga + hubungan hukum hanya dengan
keluarga ayahnya saja (dengan ibunya & keluarga ibunya tidak memiliki hubungan
darah dalam sisi yuridis, namun hubungan biologis dan hubungan sosial tetap
ada), di mana hal ini berhubungan dengan masalah hukum à Masyarakat ini tidak memiliki
hubungan hukum dengan ibunya à
Kakek dari ibunya termasuk bukan ahli waris (karena tidak memiliki hubungan
keluarga) à Masyarakat
yang seperti ini dalam hukum adat dan budaya disebut masyarakat patrilineal à Patrilineal istiliah
ilmu hukum adat dan bukan bahasa daerah à
Karena hanya melalui laki-laki, maka dinamakan patrilineal (BUKAN KARENA
PATRILINEAL, MAKANYA DIA HARUS LIHAT GARIS KETURUNAN LAKI-LAKI!!!)
2.
Ada masyarakat yang melihat hubungan darahnya
hanya dari garis ibunya dan keluarga ibunya à
Dengan ayahnya dan keluarga ayahnya, tidak punya hubungan darah (yuridis) à Masyarakat ini tidak
punya hubungan darah, hubungan keluarga, serta hubungan hukum dengan ayahnya
dan keluarga ayahnya à
Karena hanya menarik hubungan melalui pihak perempuan, makanya disebut
matrilineal (Ex : Masyarakat Minangkabau (BUKAN PADANG !!!))
3.
Ada masyarakat yang melihat hubungan dari garis
ayah + keluarga ayah dan ibu + keluarga ibu à
Mempunyai hubungan darah ke semua à
Memiliki hubungan darah, hubungan keluarga, dan hubungan hukum dengan ayah + ibu
+ keluarga ayah + keluarga ibu à
Masyarakat ini dinamakan masyarakat bilateral
Ø
Pada masyarakat patrilineal, kedudukan laki-laki
> kedudukan perempuan (dalam masyarakat matrilineal belum tentu berlaku
kebalikannya)
Ø
Bagi masyarakat yang hanya melihat hubungan
darah dari 1 garis saja, maka terbentuk klen
Ø
Klen = Kelompok orang yang terikat oleh hubungan
darah yang sama / kelompok yang didasarkan pada hubungan darah yang sama
Ø
Klen = Marga (Batak) = Suku (Minangkabau)
Ø
Di dalam Klen, hubungan darah yang jadi dasar
utama
Ø
Dalam klen, yang namanya keluarga adalah mereka
semua yang ada dalam satu klen (semuanya berasal dari 1 orang laki-laki yang
sama (patrilineal) / 1 orang perempuan yang sama (matrilineal)
Ø
Di dalam klen, di antara dua orang yang memiliki
hubungan darah yang sama tidak boleh menikah karena dilarang perkawinan antara
dua orang yang hubungan darahnya sama (perkawinan harus dilakukan antara
seseorang dengan orang lain yang ada di luar klen / perkawinan eksogami)
Ø
Dalam masyarakat patrilineal dan matrilineal,
perkawinan eksogami dilakukan untuk menjaga kemurnian klen (Ex : Batak kalau
tidak melakukan pernikahan eksogami tetapi menikah dengan perkawinan endogami,
maka akan berubah menjadi masyarakat bilateral)
Ø
Di dalam masyarakat bilateral, perkawinan tidak
boleh dilakukan antara orang-orang yang memiliki hubungan darah yang dekat
Ø
Di dalam masyarakat Jawa, tidak ada gunanya bila
diterapkan sistem klen di Jawa, alasannya karena dalam masyarakat Jawa, menarik
garis hubungan hubungan darahnya melalui garis penghubung ibu dan ayah,
sehingga semua orang yang berasal dari kedua keluarga itu akan berada dalam
satu klan bila diterapkan sistem klan (sehingga tidak ada gunannya pakai klan
karna semua orang adalah saudara dan semua orang adalah satu klan)
Ø
UU Perkawinan (UU no. 1 tahun 1974) menganut
masyarakat bilateral, hal ini dapat dilihat dalam pasal mengenai kedudukan anak
terhadap orang tuanya (kalau terjadi cerai, anak dapat ikut ayah / ibunya)
Ø
Matrilineal dan Bilateral tidak ada variasinya,
tapi patrilineal ada variasinya, yaitu :
a.
Patrilineal murni = Penghubung garis
keturunannya / yang menentukan hubungan darah tetap laki-laki (apapun jenis
perkawinannya) (Ex : Masyarakat Batak)
b.
Patrilineal beralih-alih = Penghubung garis
keturunan / yang menentukan hubungan darah, tidak selalu laki-laki namun bisa
berpindah ke perempuan. Yang menentukan berpindah apa tidak adalah bentuk
perkawinanya adalah :
- Bila bentuk perkawinannya adalah kawin
jujur, garis penghubung yang dilihat adalah laki-laki
- Bila bentuk perkawinannya adalah kawin
semendo, garis penghubung yang dilihat bisa laki-laki dan juga bisa perempuan
(tidak harus) (alasan bisa kawin semendo karena sistem kewarisannya mayorat /
anak laki-laki tertua yang jadi ahli waris)
(Ex : Masyarakat Bali, Masyarakat
Masyarakat Lampung, Masyarakat Tanah Semendo, Masyarakat Rejam)
Ø
Perkawinan dalam masyarakat adat tidak hanya
menyangkut seorang laki-laki / seorang perempuan namun juga antara keluarga
suami dan keluarga istri (bahkan antara masyarakat suami dan masyarakat istri)
Ø
Perkawinan dalam hukum adat adalah masalah
keluarga dan masyarakat (perkawinan dalam hukum adat tidak berfokus pada ikatan
lahir dan batin)
Ø
Syarat sahnya perkawinan dalam hukum adat :
- Dilakukan menurut hukum agamanya
- Sudah dewasa (sudah akil baliq)
- Tidak dilakukan antara dua orang yang
saudara persusuan (sumber susu asi-nya dari orang yang sama)
Ø
Tujuan perkawinan (hukum adat) :
- Menjaga kemurnian klen dan keberadaan
klen (anak yang lahir adalah bagian dari ayah / ibu sesuai garis keturunan yang
diakui)
- Memperoleh keturunan
Ø
Jika sudah menikah, suami dan istri secara
yuridis menjadi satu (ada ikatan hak dan kewajiban)
Ø
Ada hubungan antara cara menarik garis keturunan
dengan bentuk perkawinannya (Ex : Perkawinan jujur yang dilahirkan oleh masyarakat
patrilineal)
Ø
Sistem Kekeluargaan menciptakan bentuk
perkawinan (sekarang ada 3 bentuk perkawinan dari tiga sistem kekeluargaan),
yaitu :
a.
Masyarakat patrilineal = Perkawinan Jujur
b.
Masyarakat matrilineal = Perkawinan Semendo
c.
Masyarakat bilateral = Perkawinan Bebas
Ø
Hubungan antara sistem keluarga dan bentuk
perkawinan :
- Perkawinan jujur tidak mungkin terjadi
pada masyarakat bilateral (karena pada masyarakat bilateral tidak ada klan)
- Perkawinan bebas tidak mungkin terjadi
pada masyarakat patrilineal dan bilateral
Ø
Perkawinan dalam masyarakat patrilineal :
- Bersistem poligami
- Berbentuk perkawinan jujur
- Bersifat patrilokal
- Ada Jujur (Barang-barang yang
mempunyai magis yang harus / wajib diberikan suami ke keluarga istri karena
istri harus tinggal di kediaman suami (namun boleh utang bila istri sepakat)
Penjelasan :
Istri harus tinggal di tempat tinggal
suami karena sifat perkawinannya adalah patrilokal dan anak mereka juga harus
tinggal di kediaman suami (karena anak tersebut hanya mempunyai hubungan darah
dengan ayahnya, sehingga anak tersebut termasuk bagian keluarga ayah) à Hal ini menyebabkan
terjadinya kekosongan magis pada keluarga istri dan kelebihan magis pada
keluarga suami, sehingga kelebihan magis di keluarga suami wajib diberi kepada
keluarga istri supaya seimbang yang besarannya tergantung status sosial istri
(semakin tinggi status sosialnya, semakin besar magis yang harus dibayarkan
oleh keluarga suami) dan dihitung besarnya sebelum menikah à Jika Jujur belum
dilunasi, maka istri tetap tinggal di keluarga istri dan suami yang ke kediaman
istri à
Jika Jujur belum dilunasi dan anak sudah lahir, maka anak tinggal di kediaman
istri (namun hubungan darah tetap kepada ayah) à
Jika tidak dibayar, maka perkawinannya dianggap tidak pernah terjadi (magis menjadi
salah satu syarat perkawinan) / biasanya dilakukan kawin lari à Jika suami tidak mampu
melunasi jujur namun istri tidak masalah dengan itu dan menganggap jujurnya
sudah lunas dengan pengabdiannya, maka jujurnya dianggap lunas sepenuhnya
Ø
Bentuk perkawinan jujur membuat kedudukan suami
istri tidak seimbang (suami > istri), karena istri harus menjadi bagian
keluarga suami (Suami-istri berbeda klen)
Ø
Perkawinan dalam masyarakat matrilineal :
- Bersistem Eksogami
- Berbentuk perkawinan semendo
- Bersifat matrilokal
Penjelasan :
Anak akan tinggal di dalam keluarga ibu
karena hubungan darahnya adalah hanya dengan keluarga ibu à Laki-laki tidak boleh
meninggalkan keluarga ibunya à
Fungsi dan tugas laki-laki adalah sebagai pemimpin dan penanggung jawab dari
anggota keluarganya (keluarga ibunya) à
Ketika suami datang ke keluarga istri, dia dianggap sebagai tamu dan tidak
untuk pindah ke dalam keluarga istri (Perkawinan bersifat matrilokal) à Menjelang perkawinan,
yang melamar adalah saudara dari keluarga ibunya karena seorang anak tetap
dianggap memiliki hubungan darah yuridis dengan ibu dan keluarga ibunya (yang
melamar adalah keluarga perempuan karena mengundang laki-laki menjadi orang
semendo (tamu yang dihormati) dalam keluarganya) à
sehingga disebut perkawinan semendo à
Suami hanya boleh bertamu pada malam hari saja (setelah shalat isya) dan harus
pergi sebelum sholat subuh à
Antara orang semendo dengan saudara istri yang laki-laki tidak pernah bertemu
karena saudara istri berjenis kelamin laki-laki yang sudah akil baliq tidak
boleh tidur di rumah itu pada malam hari (suami harus pergi sebelum sholat
subuh karena saudara istri laki-laki yang telah akil baliq akan kembali ke
rumah itu)
Ø
Dalam perkawinan semendo, suami istri tidak ada
kehidupan bersama karena suami hanya semendo / tamu (suami bertanggung jawab
atas keluarga ibunya sehingga ia tidak boleh keluar dari keluarganya)
Ø
Revolusi perkawinan semendo :
1.
Bentuk 1 (Semendo bertandang) = Bentuk
perkawinan dimana seorang suami fungsinya hanya sebagai tamu dalam keluarga
istrinya
2.
Bentuk 2 (Semendo menetap di kampung) = Bentuk
perkawinan dimana suami mulai menetap di rumah terpisah meskipun masih dalam
lingkungan keluarga istri dan tanggung jawab masih berada pada keluarga istri
3.
Bentuk 3 (Semendo menetap di kota) = Bentuk
perkawinan dimana suami dan istri merantau ke kota-kota di Minangkabau dan
tanggung jawab sudah mulai berada pada suami
4.
Bentuk 4 (Semendo bebas) = Bentuk perkawinan
dimana suami dan istri bebas dari pengaruh keluarga istri (namun tidak
meninggalkan sistem matrilineal)
Ø
Di dalam masyarakat matrilineal, kedudukan
laki-laki dan perempuan tetap sama, namun pelaksanaan kewenangannya yang
berbeda (istri memiliki kewenangan ke dalam, suami memiliki kewenangan ke luar)
Ø
Dewasa ini, dalam masyarakat matrilineal, anak
sudah bisa menjadi ahli waris dari ayahnya (namun tidak boleh mewaris harta
pusaka)
Ø
Istilah “kaki lima” berasal dari masyarakat
minangkabau dimana laki-laki tidak boleh bawa harta dari kampung, karena harta
adalah kepunyaan perempuan
Ø
Istilah “merantau” berasal dari masyarakat
minangkabau dimana laki-laki tinggal di mana-mana (di surau, kebun, dll)
Ø
Perantauan dan pergaulan dengan orang-orang baru
di perantauan, membawa perubahan pola pikir masyarakat Minangkabau (Di minangkabau
tidak lagi dapat dibedakan apakah dia tamu / bukan, karena suami sudah tinggal
di rumah istrinya), meskipun tidak berarti matrilinealnya hilang karena yang
berubah adalah pola kehidupan sehari-harinya
Ø
Perkawinan dalam masyarakat bilateral :
- Bersistem eleuterogamie (tidak ada
larangan untuk menikah secara eksogami maupun endogami)
- Berbentuk perkawinan bebas
- Bersifat bilokal
- Satu-satunya larangan dalam masyarakat
bilateral adalah tidak boleh menikah dengan orang-orang yang memiliki hubungan
darah yang dekat
- Masing-masing suami istri dapat
melakukan perbuatan hukum dengan sepengetahuan pasangannya
Penjelasan :
Anak punya ikatan / hubungan darah
dengan keluarga ibu dan keluarga ayah (karena melihat garis keturunannya dari
hubungan darah ayah dan ibu) sehingga ia bisa bertempat tinggal di tempat ayah
ataupun ibu à
Ketika menikah, tempat tinggal berdasarkan kesepakatan dua pihak (bilokal)
Ø
Dalam perkawinan bebas, kedudukan suami dan
istri itu sama (hak dan kewajiban suami istri sama)
Ø
Perkawinan bebas tidak terikat dengan masalah :
- Tempat tinggal
- Perkawinan endogami / eksogami
Ø
Dalam perkawinan bebas, pasangan suami istri secara
yuridis masih tetap menjadi bagian keluarganya masing-masing, namun tempat
tinggal mereka ditentukan oleh mereka berdua secara bersama-sama (membentuk
kehidupan bersama)
Ø
Keduduakan suami dan istri :
a.
Umum = Suami (Kepala rumah tangga), Istri (Ibu
rumah tangga) à
Ada kehidupan bersama
b.
Minangkabau = Laki-laki tertua dalam keluarga
istri (Kepala rumah tangga)
Ø
Ketentuan khusus dalam perkawinan masyarakat
Batak :
- Tidak boleh perkawinan simetris, hanya
boleh asimetris
- Tidak boleh perkawinan timbal balik
antara dua marga / klen (2 marga ini tidak boleh saling memberi perempuan /
laki-laki)
- Ada filosofi Dalihan Na Tolu / tungku
tempat memasak yang diletakkan diatas dari tiga batu (filosofinya
adalah anak boru, hulu hula / keluarga laki-laki dari pihak istri atau ibu,
dan suhut / keluarga kita / satu marga) (Tungku untuk masak di masyarakat Batak
minimal berkaki tiga, karena filosofinya sendiri di masyarakat Batak tidak
boleh dilakukan perkawinan simetris antar 2 marga)
- Masyarakat hukum Adat batak adalah masyarakat
bertingkat
Ø
Perkawinan Ngalindung ka Gelung :
- Terdapat di masyarakat Sunda
- Perkawinan antara seorang laki-laki
yang keadaan ekonominya tidak punya apa-apa, sedangkan perempuannya adalah
janda kaya raya
- Laki-laki / suami tinggal dalam
keluarga istri dan tanggung jawab berada pada keluarga istri, namun cara
menarik hubungan keluarga tetap dari dua pihak atau bilateral
Ø
Sistem waris masyarakat adat (yang mendapat
harta waris adalah anak tertua) :
a.
Mayorat perempuan
- Di tanah semendo
- Yang tertua adalah perempuan
b.
Mayorat laki-laki
- Di masyarakat bali dan lampung
- Yang tertua adalah laki-laki
Ø
Sistem kewarisan terkadang menyebabkan bentuk
perkawinan menyimpang dari yang seharusnya
Ø
Contoh penyimpangan dalam beberapa masyarakat
patrilineal di Indonesia (masyarakat patrilineal beralih-alih) :
1.
Masyarakat Bali
- Bentuk perkawinan = Perkawinan Semendo
Sentara Nyeburin
- Bila tidak ada anak laki-laki dalam
keluarga itu, maka salah satu anak perempuannnya tidak boleh melakukan
perkawinan yang menyebabkan ia keluar dari lingkungan keluarga ayahnya (yaitu
perkawinan jujur), sehingga ia harus memilih bentuk perkawinan yang tidak
keluar dari lingkungan keluarga ayahnya (yaitu perkawinan semendo) à Anak perempuan itu
harus diubah status hukumnya menjadi laki-laki (Anak Sentana) dalam Upacara
Nyentanayang à
Suaminya menjadi Sentana Tarikan à
Bila lahir anak, anak tersebut akan menarik garis keturunan ke keluarga ibu dan
nantinya akan menjadi ahli waris dari keluarga ibu tersebut
- Melahirkan sistem kekeluargaan
patrilineal beralih-alih
- Bersifat darurat karena berkaitan
dengan masalah kewarisan
2. Masyarakat Lampung :
- Sistem kewarisannya adalah mayorat
laki-laki (ahli waris dari seorang ayah adalah anak laki-laki tertua) à Bila tidak ada anak
laki-laki maka salah satu anak perempuan tidak boleh melakukan perkawinan yang
akan mengakibatkannya keluar dari lingkungan keluarga ayahnya (yaitu perkawinan
jujur) à
Ia harus memiliki bentuk perkawinan yang menyebabkan ia tetap tinggal dalam
lingkungan keluarga ayah (yaitu perkawinan semendo) à Tidak ada upacara untuk
merubah status hukum à
Merupakan masyarakat patrilineal beralih-alih
3. Masyarakat Tanah Semendo :
- Sistem kewarisannya adalah mayorat perempuan
(ahli waris adalah anak perempuan tertua pada saat ahli waris meninggal) à Setiap anak perempuan
tertua tidak boleh melakukan perkawinan yang akan mengakibatkan ia keluar dari
lingkungan ayah (tidak boleh perkawinan jujur) à
Merupakan masyarkat patrilineal beralih-alih à
Bila tidak ada anak perempuan, maka tidak masalah karena anak laki-lakinya akan
melakukan perkawinan jujur (istri masuk ke dalam lingkungan keluarga suami) dan
istri menjadi ahli waris
4. Masyarakat Rejang :
- Bentuk perkawinan pokok adalah
perkawinan jujur, namun disamping itu bisa memilih untuk tidak melakukan
perkawinan jujur dan melakukan perkawinan semendo (perkawinan semendo adalah
pilihan disamping perkawinan jujur)
Ø
- Masyarakat patrilineal beralih-alih pada
masyarakat bali dan lampung terjadi karena bersifat darurat (karena kalau tidak
dilakukan maka akan gawat, yaitu tidak akan ada ahli waris dari keluarga itu)
- Masyarakat patrilineal beralih-alih
pada masyarakat Tanah Semendo terjadi karena bersifat pasti terjadi (karena
anak perempuan tertua pasti yang menjadi ahli waris)
Ø
Keluarga yang memilih perkawinan selain
perkawinan jujur (perkawinan semendo) adalah keluarga yang menginginkan anak
laki-laki (anak tersebut akan berada dalam satu klan yang sama dengan ibu dan
kakeknya)
Ø
Perkawinan Semendo :
a. Perkawinan Rajo-Rajo
b. Perkawinan Beradat
- Penuh
- Setengah beradat
- Kurang beradat (bayar kurang dari
setengah)
c. Perkawinan Tidak Beradat
Ø
Perkawinan rajo-rajo = Semua anak menarik garis
keturunan kepada keluarga ayah, karena cara menarik garis keturunannya sama
seperti masyarakat bilateral
Ø
Perkawinan Semendo Beradat berkaitan dengan uang
yang harus diberikan oleh laki-laki kepada keluarga perempuan yang besarnya
ditentukan oleh keluarga perempuan dan menentukan jumlah anak yang akan ikut / jumlah
anak yang menarik garis keturunan kepada si ayah (Jika pihak laki-laki membayar
sesuai dengan yang diminta (beradat penuh) maka jumlah anak yang lahir dibagi 2)
Ø
Uang adat yang diminta keluarga perempuan tidak
wajib dibayar (laki-laki boleh membayar, boleh tidak) :
- Jika ia membayar setengah dari yang
diminta, maka semua anak yang lahir menarik garis keturunan ke keluarga ibu
kecuali satu orang yang menarik garis keturunan ke keluarga ayah
- Jika ia membayar kurang dari setengah
yang diminta, maka semua anak menarik garis keturunan ke keluarga ibu. Pihak
laki-laki menyatakan sejumlah harga ke istrinya untuk memperoleh seorang anak
(dipedaut)
Ø
Bila di dalam keluarga laki-laki tersebut sudah
banyak laki-laki, maka ia tidak harus membeli (tidak perlu membayar uang adat)
Ø
Bila sejak awal laki-laki mengatakan tidak
membayar uang adat maka ia tidak akan memperoleh anak
Ø
Perkawinan semendo beradat penuh dengan 3 anak
(ganjil) :
- Bila anak ke-3 adalah laki-laki, maka
dilakukan kawin jujur
- Bila anak ke-3 adalah perempuan, maka
dilakukan kawin semendo
Ø
Anak kandung = Anak dari laki-laki dan perempuan
yang terikat pada suatu perkawinan yang sah menurut hukum
Ø
Seorang anak dikatakan anak sah ketika :
1.
Hazairin = Dibenihkan dalam perkawinan yang sah
2.
UU = Dilahirkan dalam perkawinan yang sah,
sehingga hamil di luar nikah itu tidak masalah
Ø
Anak tiri = Anak dari seorang laki-laki yang
merupakan anak dari istrinya yang kedua / anak dari suaminya yan perkawinan
terdahulu
Ø
Anak angkat = Anak orang lain yang dijadikan
seperti anak sendiri
Ø
Anak angkat pasti dibawah umur
Ø
Pengangkatan anak = Mengambil anak orang lain
untuk menjadi anaknya
Ø
Ada hubungan antara anak angkat & orang yang
mengangkatnya (bila diangkat secara sah)
Ø
Harta perkawinan = Gabungan dari harta
perseorangan suami, harta perseorangan istri, dan harta bersama yang timbul /
lahir karena adanya perkawinan
Ø
Tujuan harta perkawinan = Untuk menunjang
kehidupan materi dari keluarga itu (suami, istri, anak)
Ø
Harta perkawinan adalah gabungan, bukan percampuran
harta
Ø
Pembagian Harta Perkawinan :
1.
Harta perseorangan (harta yang dimiliki
masing-masing pihak / milik pribadi)
2.
Harta bersama (harta yang dimiliki bersama-sama)
Ø
Dalam memenuhi kebutuhan hidup, tidak masalah
memakai harta perseorangan / harta bersama
Ø
Harta perseorangan bisa diperoleh saat :
- Sebelum perkawinan
- Setelah perkawinan (tetap milik
pribadi)
Ø
Sumber harta perkawinan sebelum perkawinan :
a.
Harta perseorangan = usaha, warisan, hibah
Ø
Sumber harta perkawinan setelah perkawinan :
a.
Harta bersama = Usaha
b.
Harta perseorangan = Warisan dan Hibah
Ø
“Amplop” yang diberi oleh para undangan pada
saat resepsi pernikahan termasuk dalam harta bersama
Ø
Dalam hukum adat, tidak semua perkawinan
mengenal harta bersama, karena ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
- Kedudukan / status sosial suami dan
istri itu sama dalam masyarakat (perkawinan dalam masyarakat hukum adat pasti
terjadi di antara dua orang yang memiliki persamaan kedudukan dalam masyarakat)
- Harus ada kehidupan bersama (secara
yuridis dan bukan secara sosiologis)
- Tidak dipengaruhi hukum islam
Ø
Ada hubungan antara harta perkawinan dan bentuk
perkawinan, yaitu :
a.
Perkawinan jujur = Ada harta bersama (karena
semua syarat terpenuhi, di mana istri menjadi bagian keluarga suami)
b.
Perkawinan Semendo = Tidak ada harta bersama
(karena tidak ada kehidupan bersama, di mana suami hanya sebagai tamu dan tidak
menginap di kediaman istri)
c.
Perkawinan bebas = Ada harta bersama
Ø
Harta Pokok = Harta yang nilainya tinggi (Ex :
Tanaman tua, hewan, tumbuhan, anak hewan)
Ø
Istri tidak berhak melakukan perbuatan hukum
dengan harta pokok, hanya bisa melakukan perbuatan hukum terhadap buah dari
harta pokok (Ex : Produk tanaman (buah) dan Produk Hewan (susu, madu, dll))
Ø
Penyebab Berakhrinya perkawinan :
- Kematian
- Perceraian
Ø
Bila berakhir karena perceraian, pembagian harta
dikembalikan ke hukum masing-masing
Ø
2 jenis asumsi :
- Bisa dibuktikan
- Tidak bisa dibuktikan
The name of the God is a strong tower; the righteous run to it and are safe. (Proverbs 18 : 10)
No comments:
Post a Comment