Menyikapi pertanyaan ini, kedua hal tersebut bisa terjadi.
Kemajemukan bisa menjadi pemersatu dan bisa juga menjadi bom waktu yang
sewaktu-waktu akan meledak. Hal ini tergantung kepada bagaimana sikap
masyarakat ke depannya. Karena sikap tersebut yang akan menentukan apakah kita
akan bersatu atau hanya menunggu kapan hancurnya bangsa ini.
Alasan mengapa kemajemukan bisa menjadi pemersatu karena
keberagaman bisa memperkuat persatuan bangsa. Setiap unsur saling melengkapi
dan menutupi kekurangan masing-masing unsur. Dan ketika setiap unsur sudah
bersinergi, maka cita-cita bersama yang diidamkan dapat tercapai. Akar
nasionalisme Indonesia sendiri sejak awal didasarkan pada tekad yang menekankan
cita-cita bersama di samping pengakuan sekaligus penghargaan pada perbedaan
sebagai pengikat kebangsaan. Di Indonesia, kesadaran semacam itu sangat jelas
terlihat. Bhinneka Tunggal Ika (‘berbeda-beda namun satu jua”) adalah prinsip
yang mencoba menekankan cita-cita yang sama dan kemajemukan sebagai perekat
kebangsaan. Dalam prinsipnya, etika ini meneguhkan pentingnya komitmen negara
untuk memberi ruang bagi kemajemukan pada satu pihak dan pihak-pihak lain pada
tercapainya cita-cita akan kemakmuran dan keadilan sebagai wujud dari tujuan
nasionalisme Indonesia. Bila dianalogikan dengan makanan, sarapan kita
sehari-hari tidak akan enak dan sehat bila tidak memenuhi 4 sehat 5 sempurna
yang didapat dari buah, sayur, daging, nasi, susu, dll yang beraneka ragam.
Bila sarapan hanya dengan nasi dan daging, atau nasi dan buah, atau contoh
lainnya, maka sarapannya akan terasa hambar dan tidak memenuhi kebutuhan
nutrisi bagi tubuh. Jadi, keberagaman memampukan kita mencapai kesempurnaan.
Alasan mengapa kemajemukan bisa menjadi pemecah karena
kemajemukan masyarakat yang berpotensi menimbulkan konflik adalah wajar.
Kemajemukan di Indonesia dengan banyak agama, suku, dan golongan sebagai modal
sosial, jika tida dikelola dengan baik maka rentan terhadap konflik. Konflik
tersebut dapat muncul akibat perbedaan ekonomi, ketidakadilan, kesalahpahaman,
rasa primordial (perasaan mengutamakan hal-hal yang dibawa sejak
lahir,melingkupi blood, mind, dan place), dan etnosentrime (sikap atau cara
pandang terhadap etnis dan budaya lain dari sudut pandang etnis dan budaya
kita) yang berlebihan. Bila konflik ini tidak ditangani dengan serius, maka
bangsa ini tinggal menunggu waktu untuk perpecahan bangsa dan negara
Dari hal di atas, dapat disimpulkan bahwa kemajemukan
sebagai pemersatu atau perpecahan bergantung pada masyarakat Indonesia sendiri.
Apakah bisa menerapkan prinsip toleransi atau terus menerus konflik berlatar
perbedaan. Namun, menurut kelompok kami, kemajemukan tersebut adalah pemersatu
bangsa dan bukannya sebagai pemecah. Alasannnya karena Indonesia sudah
mempunyai 2 konsep besar yang sudah sejak lama dibentuk dan mampu menampung
kemajemukan Indonesia itu sendiri. Konsep tersebut adalah semboyan “Bhineka
Tunggal Ika” dan Pancasila. Kedua konsep sudah sesuai dengan kultur Indonesia
dan tahu langkah yang tepat di dalam menyikapi kemajemukan Indonesia. Permasalahannya
adalah sampai sekarang konsep-konsep ini belum diwujudkan secara konkret dan
belum meresap ke dalam setiap individu Indonesia. Konsep-konsep ini hanya
sebatas pemikiran dan belum diimplementasikan secara menyeluruh dan mendasar.
Tetapi, bila konsep-konsep ini dapat dijalankan dengan baik di dalam kehidupan
bermsayarakat setiap orang Indonesia dan sudah ada perlindungan atau proteksi
legal terhadap kemajemukan Indonesia, maka konflik dapat dikelola dan
diakomodir oleh masyarakat itu sendiri. Perlindungan terhadap kemajemukan
inilah yang memungkinkan demokrasi di Indonesia bertahan, bahkan lebih kuat dan
makin bersatu, walaupun ada insiden konflik yang bersumber pada kemajemukan
tersebut.
No comments:
Post a Comment